Singapura adalah negara pulau di wilayah Asia Tenggara dengan luas wilayah Luas wilayah Singapura 719,1 km², dengan jumlah penduduk pada tahun 2020 sebesar 5,58 juta jiwa. Luas negara Singapura tersebut kurang lebih seluas wilayah DKI Jakarta dengan jumlah penduduk Jakarta dua kali lipat jumlah penduduk Singapura, yaitu 10 juta jiwa. Perbandingan ini hanya untuk membantu memudahkan kita dalam membayangkan kompleksitas yang dihadapi negara Singapura dalam tantangan kebijakan energinya.
Kebijakan Energi Singapura menetapkan target pencapaian energi bersih nol emisi pada tahun 2050. Saat ini sektor listrik menyumbang 40% emisi karbon Singapura, sehingga kebijakan energi Singapura akan mengurangi emisi sektor listrik secara signifikan, tapi tidak menggangu pasokan listrik Singapura yang aman,handal dan berkelanjutan. Kebijakan transisi energi Singapura akan mengutamakan 4 hal yaitu Pemanfaatan Tenaga Surya, Jaringan Listrik Regional, Alternatif rendah karbon, dan penggunaan Gas alam. Kebijakan Energi ini di kenal dengan Singapore Green Plan 2030
Â
Memanfaatkan Tenaga surya
Target penyebaran panel surya dalam kebijakan energi Singapura setidaknya 2 gigawatt-peak (GWp) pada tahun 2030, yang dapat menghasilkan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik tahunan sekitar 350.000 rumah tangga. Penyebaran Panel Surya tersebut terutama di atap rumah konvensional, selain itu Singapura juga menerapkan sistem fotovoltaik surya dengan cara inovatif lainnya, seperti di badan air, lahan kosong sementara, atau trotoar yang terlindung.Untuk mengelola sifat intermiten tenaga surya dan memastikan ketahanan jaringan listrik, Singapura menargetkan memasang setidaknya 200 megawatt-hour sistem penyimpanan energi.
Akan tetapi karena terbatasnya lahan di Singapura. Meskipun singapura mencapai target tenaga surya 2GWp pada tahun 2030, jumlah tersebut hanya sekitar 3% dari total proyeksi kebutuhan listrik negara ini pada tahun 2030. Untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan tersebut maka kebijakan energi Singapura adalah memanfaatkan jaringan Listrik Regional.
Memanfaatkan Jaringan Listrik Regional
Singapura memanfaatkan jaringan listrik regional untuk mengakses sumber energi yang lebih bersih dari luar perbatasannya. Jaringan listrik regional dapat membantu mempercepat pengembangan proyek energi terbarukan di kawasan ASEAN, membawa pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan akses ke energi terbarukan. Mengimpor listrik juga akan membantu Singapura untuk mendiversifikasi sumber energi  sehingga dapat meningkatkan ketahanan energinya dari ketergantungan gas alam.
Singapura mengalami lonjakan harga listrik akibat krisis energi global yang berdampak pada perekonomiannya. Sebagian penyebab krisis energi adalah pasokan gas alam perpipaan Singapura dari ladang gas Indonesia di Natuna yang terganggu sejak Juli 2021. Indonesia dan Singapura baru-baru ini menandatangani Nota Kesepahamaan (MoU) di bidang kerja sama energi yang meliputi pengembangan energi baru terbarukan (EBT), interkoneksi listrik lintas batas, perdagangan energi, pembiayaan proyek energi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia(SDM).
Singapura mengumumkan targetnya untuk memiliki kapasitas impor hingga 4 gigawatt (GW) listrik rendah karbon pada tahun 2035, yang dapat mencapai sekitar 30% dari proyeksi pasokan listrik Singapura saat itu. Hal ini akan dilakukan melalui proses Request for Proposal (RFP)Â yang kompetitif. Langkah-langkah juga akan diambil untuk menjaga ketahanan energi, seperti mendiversifikasi sumber impor dan memastikan pasokan cadangan tersedia untuk mengurangi gangguan pasokan.
EMAÂ (Energy Market authority) Singapura telah bekerja sama dengan berbagai mitra dalam uji coba impor listrik. Uji coba ini akan memungkinkan untuk menilai dan menyempurnakan kerangka kerja teknis dan peraturan untuk mengimpor listrik. Uji coba ini termasuk uji coba untuk mengimpor listrik berkapasitas 100MW dari Semenanjung Malaysia, dan uji coba untuk mengimpor listrik berkapasitas 100MW yang dihasilkan oleh tenaga surya dari Pulau Bulan, Indonesia.
Untuk Proyek percontohan di Pulau Bulan dilaksanakan oleh perusahaan Medco Power, Sebagai tahap alwal dengan Kapasitas 670MWp yang akan menyediakan listrik setara 100MW non-intermittent ke Singapura.
Proyek Integrasi Tenaga Listrik Laos-Thailand-Malaysia-Singapura (LTMS-PIP), yang mengimpor kapasitas hingga 100MW tenaga air terbarukan dari RDR Laos ke Singapura melalui Thailand dan Malaysia melalui interkoneksi yang sudah ada, juga telah dimulai pada tanggal 23 Juni 2022.
Alternatif Rendah Karbon
Singapura juga menjajaki opsi rendah karbon seperti hidrogen dan penangkapan, penggunaan, dan penyimpanan karbon (CCUS) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pemerintah Singapura telah berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan melalui Inisiatif Pendanaan Penelitian Energi Rendah Karbon (LCER). Pada tahun 2021, $55 juta diberikan kepada 12 proyek untuk meningkatkan kelayakan teknis dan ekonomi dalam menerapkan teknologi rendah karbon seperti hidrogen dan CCUS. Pendanaan tambahan sebesar $129 juta telah diberikan oleh Pemerintah Singapura untuk Fase 2 dari program LCER untuk penelitian teknologi rendah karbon lanjutan.
Hidrogen rendah karbon telah muncul sebagai jalur dekarbonisasi potensial utama bagi Singapura untuk mendiversifikasi bauran energi negaranya. Hidrogen diperkirakan dapat memasok hingga setengah dari kebutuhan listrik Singapura pada tahun 2050.
Kemajuan teknologi panas bumi Singapura telah membuka peluang untuk mempertimbangkan prospek pemanfaatan sumber energi ini untuk pembangkit listrik. EMA bekerja sama dengan Nanyang Technological University, serta berbagai kementerian dan lembaga termasuk Kementerian Perdagangan dan Industri dan Sekretariat Perubahan Iklim Nasional untuk melakukan studi guna menentukan potensi sumber daya panas bumi di Singapura.
Memanfaatkan Gas Alam
Gas alam diperkirakan akan tetap  menjadi bahan bakar dominan untuk pembangkit listrik Singapura. Kebijakan energi singapura akan terus berusaha mendiversifikasi sumber gas alam nya dan bekerja sama dengan perusahaan pembangkit listrik untuk meningkatkan efisiensi pembangkit listrik yang ada.
Selain itu Pemerintah Singapura juga gencar mempromosikan Efisiensi Energi untuk Mengelola Permintaan. Dalam Kebijakan Energi Singapura mengelola permintaan energi juga merupakan kunci untuk mencapai masa depan yang lebih berkelanjutan. Seiring dengan meningkatnya permintaan energi dengan meningkatnya elektrifikasi, manajemen permintaan akan menjadi pilar utama dalam mendukung transisi energi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H