Penelitian Angelo Carfi menemukan bahwa di Italia hanya 12,6% yang sama sekali tidak merasakan gejala setelah perawatan, 87% lainnya mengeluhkan gejala yang beragam bervariasi antara dua hingga tiga gejala yang bertahan selama berminggu-minggu.Â
Gejala yang umum adalah kelelahan yang tidak hilang meskipun istirahat (fatigue) dirasakan 55,1%, sesak napas (43,4%), nyeri sendi (27,3%), dan nyeri dada (21,7%). Penurunan kualitas hidup juga dirasakan oleh partisipan dalam penelitian tersebut.
Fenomena ini semakin lama semakin banyak dilaporkan. Long Covid semakin banyak muncul di mesin pencari, dan beberapa grup penyintas juga dibuat untuk berbagi pengalaman.Â
Saya sendiri mulai mengamati fenomena ini karena mengikuti akun twitter seseorang bernama Juno dengan akun @jtuvanyx . Saya mengikuti akun ini karena sejak awal dinyatakan positif dan diisolasi di wisma atlit, pemilik akun ini selalu memberikan update mengenai kondisi harian dan gejala yang dialami secara detil.Â
Pemilik akun ini bahkan segera setelah dinyatakan negatif Covid (berdasarkan swab), langsung mencari perawatan atas gejala-gejala yang dirasakan dan awalnya hanya dianggap sebagai gejala psikomatis oleh dokter yang didatanginya.Â
Tetapi seiring dengan kegigihannya bersuara di media sosial, beberapa akun yang dimiliki oleh dokter juga semakin sering memberikan informasi mengenai kondisi ini. Saat saya menghubungi Mas Juno melalui DM twitter untuk meminta ijin menyebutkan namanya dalam tulisan ini, beliau dengan senang hati menceritakan bahwa beliau dan para penyintas yang tergabung dalam kelompok "Long COVID SOS" telah mengadakan pertemuan secara virtual dengan Dr.Tedros Adhanom Ghebreyesus dari WHO. Hasil pertemuan mereka sudah disampaikan ke publik oleh WHO. Para penyintas mengharapkan 3R yaitu Recognition (pengakuan), Rehabilitasi (pemulihan kesehatan), dan Research (penelitian) terhadap long covid ini. Pernyataan dan sikap WHO selengkapnya dapat dilihat pada release di sosial media twitter WHO atau pada video briefing mengenai long covid pada tanggal 21 Agustus 2020
Di Indonesia juga sudah mulai banyak yang berbicara mengenai kondisi Long Covid ini dan membentuk grup untuk saling sharing seperti di luar negeri. Suara penyintas yang mengeluhkan kondisi mereka pasca dinyatakan sembuh semoga semakin didengar. Bagi yang ingin bergabung untuk berbagi mengenai gejala yang dialami atau mencari dukungan sesama penyintas, bisa bergabung di Facebook COVID SURVIVOR INDONESIA.
Monitoring penyintas secara rutin mungkin akan banyak memberikan informasi tentang bagaimana COVID-19 ini mempengaruhi status kesehatan mereka, dan memberikan gambaran apa yang terjadi jika banyak penduduk yang mengalami efek jangka panjang seperti ini. Di Amerika sudah ada klinik khusus untuk membantu pada penyintas ini yang disebut Post-Covid-19 clinic.
 Informasi yang bagus mengenai long covid yang disebarkan kepada masyarakat mungkin dapat menaikkan tingkat kewaspadaan karena ternyata meskipun tingkat kesembuhannya tinggi, banyak yang tidak sepenuhnya pulih total. Masih ada yang harus dikhawatirkan dari sekedar swab yang tidak kunjung negatif.
Kira-kira apa yang menjadi efek jangka panjang dari long covid ini bagi penderita dan negara kita?
Bagi penderita sendiri, tentu mereka mengalami kendala dan keterbatasan beraktivitas seperti dulu. Merasakan kelelahan terus menerus, pusing, mual, nyeri pada sendi, dan berbagai keluhan lain tentu membuat mereka tidak optimal dalam berkegiatan. Tidak sedikit diantara penyintas yang akhirnya hanya bisa berbaring berhari-hari setelah kembali dari tempat perawatan.