Mohon tunggu...
Corry LauraJunita
Corry LauraJunita Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Tsundoku-Cat Slave

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lenyapnya Suara Pakar di Negara Kita

24 Agustus 2020   17:07 Diperbarui: 24 Agustus 2020   17:12 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal mula wabah COVID-19 mulai dideteksi di Indonesia, beredar sebuah meme yang menggambarkan bagaimana suatu bencana itu terjadi di sebuah negara. 

Semua berawal dari pemerintah yang tidak mau mendengarkan pendapat peneliti, ahli, atau akademisi. Suatu gambaran akurat dengan kondisi yang terjadi di negara kita saat ini. 

Di dalam satu bulan ini saja, terdapat banyak sekali kontroversi yang terjadi karena yang angkat suara bukanlah ahli di bidang medis atau suara para ahli tersebut justru tenggelam oleh orang-orang yang punya follower di sosial media. 

Dulu yang harus dihadapi oleh para awam hanya misinformasi dari google, tetapi saat ini, pemerintah dan para influencer pun sering mengeluarkan pernyataan yang kebenaran ilmiahnya patut dipertanyakan.

Siapa tidak kenal Anji? Seorang musisi dengan suara apik dan vlogger dengan subscriber jutaan. Akhir-akhir ini namanya kembali sering beredar di sosial media berdampingan dengan seseorang yang melabeli dirinya sebagai Professor dan dokter. Prof Hadi atau Dokter Hadi. Uniknya Pak Hadi ini kemudian hari mengangkat suara bahwa gelar "dokter" yang disandangnya adalah panggilan kesayangan. 

Pengakuan yang membuat netizen terutama yang telah bersusah payah menyelesaikan pendidikan dokter meradang. Anji dan Pak Hadi membuat kontroversi besar dengan pengakuan penemuan obat Covid-19, dan berbagai klaim-klaim yang tidak berbasis sains lainnya mengenai penyakit ini.

Anji dan Pak Hadi bukanlah yang pertama berpendapat di luar kepakarannya. Beberapa waktu lalu kita juga dibuat bingung (kalau saya sih mangkel) dengan video wawancara antara Helmy Yahya dengan pakar ekonomi Ichsanuddin Noorsy tentang penggunaan thermogun. Saya dibuat tercengang dengan alasan beliau menolak di cek suhunya karena takut otaknya rusak. 

Belakangan beredar klarifikasi wawancara Helmy Yahya dengan Dr. Ghufron Zaid, M.Sc, Direktur Standar Nasional Satuan Ukur Termoelektrik dan Kimia, yang menjelaskan mekanisme kerja thermo gun dan kenapa alat tersebut tidak benar merusak otak. Tetapi kerusakan sudah terlajur timbul di masyarakat. 

Banyak yang sudah terlajur menolak di cek suhunya di kening. Bahkan bapak mertua saya sebelumnya juga dengan semangatnya menyebarkan info tersebut sebelum akhirnya saya klarifikasi dan kirim meme bahwa kerusakan itu bisa terjadi jika thermo gun dipukul di bagian kepala.

Tidak lama setelah kontroversi Anji dan Prof Hadi dan kontroversi thermogun, mucul kembali berita mengenai keberhasilan uji coba vaksin yang dilaksanakan di Bandung. 

Informasi ini cukup berbahaya karena pertama: yang berhasil itu adalah proses penyuntikan pertama, belum ada hasilnya selain data bahwa tidak ada reaksi alergi yang ditimbulkan kepada partisipan dan kedua: masyarakat yang tidak memahami cara kerja uji vaksin akan mengalami euforia bahwa COVID-19 ini akhirnya terkalahkan. 

Apakah para petinggi kita tidak memiliki orang yang capable untuk menyiapkan data, atau menyiapkan hal-hal apa saja yang harus di release ke publik? Ataukah mereka sudah sangat tutup mata dengan segala sesuatu yang berbau fakta dan pendapat para ahli?

Berita terbaru yang menurut saya lebih lebih mencerminkan tidak dihargainya komunitas ilmiah di negara kita ini  dan tidak dianggapnya suara para peneliti kesehatan adalah klaim ditemukannya obat COVID-19 yang merupakan kombinasi beberapa obat yang memiliki kemampuan sebagai antivirus. Klaim suatu obat dinyatakan efektif membutuhkan banyak tahapan penelitian. 

Butuh waktu bertahun-tahun untuk uji coba sebuah obat bisa dinyatakan efektif untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Dan, semua klaim efektif itu harus bisa dibuktikan dengan baik sejak dari pemilihan partisipan, proses randomisasi partisipan, pemberian obat dan placebonya, reaksi samping yang ditimbulkan, hingga hasil akhir dari proses pengujian obat tersebut. 

Bahkan saat telah beredar pun, penelitian tetap akan dilakukan untuk melihat efeknya di populasi. Apakah penelitian kombinasi obat baru ini ini sudah terpenuhi secara kaidah ilmiah yang umum di dunia penelitian dan medis? Tidak. Sangat tidak terpenuhi terutama karena pihak yang mengadakan penelitian dan klaim sangat tidak terbuka dengan proses yang mereka laksanakan. 

Apakah universitas dan unsur yang mengeluarkan klaim tersebut tidak memiliki peneliti atau pakar di bidang medis? Ada, tetapi entah suara rasional dan ilmiah sepertinya sudah tidak ada pendengarnya di negara ini, atau mereka menutup mata dan telinga dengan protokol penelitian yang seharusnya.

Masih banyak lagi hal-hal yang harusnya tidak menyebabkan kontroversi, tetapi menjadi berita sensasional dan membuat masyarakat bingung untuk memilah informasi mana yang benar. Hal ini terutama terjadi karena yang memberikan klaim adalah orang-orang yang dianggap pintar dan berpendidikan. 

Tidak sedikit orang-orang yang berusaha membantah informasi-informasi yang tidak akurat di media sosial, tetapi kita sebagai manusia cenderung mencari berita yang membuat kita tenang, yang juga mendukung apa yang kita anggap benar.

Era ini adalah masa kita memperoleh ilmu dan  informasi bukan hanya dari jalur pendidikan formal. Segala macam informasi dapat kita cari melalui internet. 

Banyak di antara kita karena telah membaca, mendengar, dan melihat beberapa tanyangan mengenai suatu topik tertentu lantas merasa lebih tahu dari orang lain di sekitarnya. Berbagi informasi memang bagus, tetapi harus juga mengetahui kapasitas diri sejauh mana kita memahami informasi tersebut. 

Jangan kita menyebarkan suatu informasi hanya berdasarkan asumsi. Harus ada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan, Dalam hal tertentu yang bersifat fatal, baiknya bukti-bukti ilmiah dan pengujian yang sudah dilakukan juga disampaikan. 

Saat kita ingin mengutip atau menyebarkan informasi dari sebuah media, ada baiknya kita cek terlebih dahulu latar belakang pemberi informasi tersebut. Meskipun orang tersebut seorang dengan pendidikan tinggi, belum tentu dia menguasai semua bidang di luar keilmuannya. Cek dulu latar belakangnya, cek fakta dari informasinya setelah yakin tidak akan menyebarkan informasi yang salah barulah kita bisa berbagi mengenai topik tersebut dengan keluarga atau rekan. 

Dan ingat, hanya sebatas yang kita tahu. Tidak ada salahnya kok mengakui bahwa informasi kita mengenai hal tersebut terbatas. Tidak ada salahnya menjawab "saya kurang tahu mengenai hal itu, informasi yang saya peroleh belum semendalam itu. Jika memang mendesak untuk diketahui sekarang, mari kita cari bersama-sama jawabannya."Mungkin sebaiknya sekolah dan universitas mulai memasukkan cara memilah informasi yang benar dengan hoax di kurikulumnya.

Bersamaan dengan naiknya popularitas Anji dengan kontroversinya, beredar juga video wawancaranya dengan Ariel Noah. Ariel pernah diwawancarai oleh Anji dan videonya dapat dilihat di YouTube channelnya Anji. 

Isi percakapan yang beredar di sosial media adalah bagian Anji bertanya  kenapa Ariel tidak suka memberi komentar mengenai isu-isu yang sedang menjadi trending, padahal Ariel adalah seorang dengan popularitas luar biasa yang suaranya akan didengar banyak orang. Bukan suaranya saat menyanyi tentunya ya. Maksudnya banyak yang akan percaya dan manut dengan pendapat idolanya.

Apa jawaban Ariel untuk pernyataan Anji tersebut?

"Mungkin gue ilmunya ga sebanyak itulah buat ngomong. Karena ngomong di publik itu menurut gue bukan risiko aja ya tapi impactnya banyak. Jadi kalau ga terlalu menguasai, gue mencegah untuk ngomongin itu."

Sungguh sebuah jawaban yang baik dan dapat digunakan sebagai pengingat bukan hanya untuk Anji, tetapi juga buat saya, dan orang-orang di luar sana yang masih banyak berbicara atau berpendapat di luar keahliannya.

Mungkin, sesungguhnya saat ini pun saya pun sedang menulis mengenai apa yang tidak saya ketahui.

Akhir kata:

"Wise men talk because they have something to say;

fools, because they have to say something." - Plato

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun