Jika melihat dari bahan dasar yang digunakan yaitu sampah daun, saya pikir kemungkinan mendapatkan bahan baku untuk pengembangan teknologi ini di Indonesia tidaklah sulit, mengingat varietas tumbuhan yang begitu beragam dan masih banyaknya kawasan hutan di Indonesia. Meskipun sampai sekarang saya masih belum tahu perbedaan antara daun Phoenix di Cina dengan sampah daun kering yang ada di Indonesia.
Saya hanya berpikir bahwa ide mengenai pengembangan teknologi ini benar-benar menarik. Jika berbicara mengenai sampah daun, Indonesia bisa dikatakan memiliki sumber daya yang melimpah dan ini membuka peluang yang lebih besar untuk pengembangan penelitian ini di Indonesia. Saya rasa untuk jangka panjang pengembangan teknologi ini bisa memicu pemerataan pembangunan di daerah-daerah terpencil yang kemungkinan bisa memasok bahan baku dalam jumlah besar. Pada kenyataannya industri akan berdiri mendekati bahan baku dan ini akan sangat menguntungkan bagi penduduk daerah-daerah terpencil yang selama ini masih belum tersentuh industri.
Saya membayangkan jika dua ide besar ini bisa dikembangkan di Indonesia maka akan banyak keuntungan yang bisa didapatkan. Pertama, ketergantungan masyarakat terhadap BBM menurun. Hal ini jelas menguntungkan karena dengan demikian ketahanan energi nasional bisa terjaga dan produsen bisa menaikkan harga BBM tanpa memancing ketegangan yang tinggi di masyarakat.
Kedua, limbah dari industri tekstil berupa potongan-potongan pakaian bisa dimanfaatkan dan kalangan kelas menengah yang gemar update penampilan jelas sangat diuntungkan dengan hal ini. Sementara sampah daun yang menumpuk bisa memiliki nilai guna yang lebih dari sekedar dibakar dan menyebabkan polusi atau bahkan kebakaran.
Ketiga, Indonesia bisa mulai mengejar perkembangan teknologi dari negara-negara maju dengan memanfaatkan bahan baku dari limbah tekstil dan sampah yang melimpah. Keempat, dengan penelitian yang dapat berimbas secara masal maka penyerapan tenaga kerja dan ilmuwan atau peneliti muda akan meningkat, dengan demikian bakat-bakat muda Indonesia tidak kabur dibeli negara lain. Kelima, jika ini sukses maka rasa nasionalisme terhadap Indonesia akan meningkat karena masyarakat bisa berbangga dengan hasil karya cipta anak bangsa. Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa bahwa negara ini butuh sesuatu yang bisa membuat rakyatnya mengangkat kepala di hadapan khalayak dunia. Prestasi-prestasi anak-anak bangsa yang genius dan berbakat memang sudah banyak diakui dunia, tetapi tidak banyak yang berimbas langsung pada perkembangan teknologi di Indonesia atau kemajuan program swasembada yang sampai saat ini masih terus-menerus diusahakan.
Saya tidak tahu berapa persen kemungkinan hal yang saya bayangkan ini bisa terrealisasi, mengingat rumitnya regulasi dan kebijakan di Indonesia. Selain itu saya sadar pengembangan ini membutuhkan dana yang begitu besar dan ketika ini berhasil belum tentu hasilnya bisa langsung dinikmati rakyat ekonomi kelas menengah dan memenuhi tujuan seperti yang sudah saya uraikan di atas. Ini persoalan yang cukup rumit, tetapi sejauh ini saya bahagia hanya dengan membayangkan jika kedua teknologi ini bisa dikembangkan maka saya optimis suatu saat nanti rakyat Indonesia bisa terlepas dari demo kenaikan BBM, antrian panjang di pom bensin, dan polemik kelangkaan BBM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H