Penelitian dan pengembangan mengenai energi terbarukan semakin populer menyusul berkembangnya kesadaran mengenai ancaman kelangkaan bahan bakar fosil yang tidak bisa diregenerasi dalam waktu singkat. Beragam teknologi pun dikembangkan demi mendapatkan beragam alternatif sumber energi. Ini jelas terlihat dari beragam publikasi yang tersebar di berbagai media.
Saya termasuk pengguna aktif media sosial dan di sana saya melihat banyak unggahan yang menunjukkan berbagai penemuan dari luar negeri. Dari sekian banyak unggahan yang pernah saya lihat ada dua unggahan yang menurut saya sangat menarik dan sangat berkesan. Pertama adalah unggahan mengenai mobil berbahan bakar pakaian bekas dan yang kedua adalah rencana Cina memanfaatkan sampah daun sebagai bahan baku pembuatan superkapasitor untuk berbagai alat elektronik termasuk rencana terbesarnya adalah sebagai sumber daya utama dari mobil listrik.
Sebagai orang yang lulus dari jurusan ilmu sosial, saya bukan orang yang paham mengenai teknologi dan hal-hal teknis, tetapi dua penemuan yang sudah saya sebutkan di atas memancing imajinasi saya mengenai berbagai kemungkinan mengenai perkembangan masyarakat dan teknologi masa depan. Pertama mengenai mobil berbahan bakar pakaian daur ulang. Konsep umum dari teknologi ini adalah memfermentasikan bahan katun hingga menghasilkan bioethanol.Â
Saya pertama kali melihat penemuan ini dari menonton tayangan dokumentasi di NHK. Saya luar biasa kagum dengan ide pengembangan teknologi daur ulang ini dan semakin takjub ketika melihat proses pameran produk. Dalam tayangan tersebut terlihat sang peraga memulai dengan memasukkan beberapa lembar pakaian dan beberapa saat kemudian mobil benar-benar bisa jalan menggunakan bahan bakar pakaian bekas.
Menurut saya itu ide yang sangat futuristik. Di berbagai belahan dunia pakaian bekas menumpuk begitu banyak sampai seingat saya pernah ada berita mengenai penyitaan pakaian bekas yang diimpor dari luar negeri, kemudian di Jogja (kota yang saya tahu karena saya kuliah di sana) dan di berbagai kota kecil lainnya banyak toko pakaian impor yang sebenarnya adalah pakaian bekas dari luar negeri. Saya tidak tahu ke mana pakaian impor bekas yang disita, namun jika teknologi seperti ini bisa dikembangkan di Indonesia maka pakaian-pakaian bekas hasil sitaan tersebut bisa jadi bahan percobaan dan jika berhasil ini jelas membantu menggerakkan roda ekonomi.
Saya tidak tahu kemungkinannya tetapi muncul suatu siklus di otak saya. Saat ini masyarakat Indonesia terutama kelas menengah yang menjadi kalangan mayoritas merupakan sasaran empuk produk-produk pasar fashion. Maraknya barang KW di pasaran membuat orang merasa bisa "bersaing gaya" dengan orang-orang yang menggunakan produk asli, namun hal ini tanpa sadar membuat mereka sangat konsumtif karena adanya "rasa haus" yang terus-menerus hingga mengakibatkan konsumsi yang tinggi.
Sementara keinginan mereka untuk terus memperbarui penampilan begitu tinggi, kebutuhan lain yang harus dipenuhi juga tinggi dan satu di antaranya adalah pengeluaran untuk bahan bakar minyak (BBM). Jika teknologi ini bisa dikembangkan maka warga kelas menengah bisa menghemat pengeluaran untuk bahan bakar dan bisa menggunakan pakaian-pakaian bekas untuk substitusi bahan bakar. Bukan berarti teknologinya dialihkan sepenuhnya karena jelas itu bisa mengakibatkan masalah baru ketika pengeluaran untuk pakaian lebih tinggi daripada membeli bahan bakar yang ada sekarang, tetapi saya berpikir itu bisa mengurangi tingkat stress masyarakat kelas menengah di tengah himpitan kebutuhan yang bagitu banyak dan keinginan yang begitu tinggi.
Bisa dikatakan ini semacam manipulasi psikologis, setidaknya mereka bisa merasa lebih sejahtera dengan meningkatnya jumlah keinginan yang bisa terpenuhi dan berkurangnya kewajiban yang harus dipenuhi. Selain itu, ini bisa menjadi solusi menyenangkan bagi konsumen dan produsen. Konsumen senang karena terbius efek manipulasi psikologis, produsen pakaian juga senang karena pembelian bisa meningkat, dan produsen BBM juga senang karena dengan terpecahnya fokus konsumen ke energi alternatif kemungkinan besar tingkat stress karena kenaikan harga BBM bisa menurun. Dengan menurunnya tingkat stress dan ketergantungan konsumen pada BBM maka produsen bisa menaikkan harga BBM sesuai dengan yang diharapkan. Bukankah pola pikir orang Indonesia pada umumnya seperti itu? Pilih yang murah dari pada yang bagus, yang penting ada dan bisa dipakai. Saya pikir karena itulah barang KW laris manis di pasaran.
Kedua adalah hasil penelitian terbaru dari Cina yang sedang mengembangkan pembuatan superkapasitor dari sampah daun Deciduous Phoenix. Secara teknis saya tidak tahu apa perbedaan daun tersebut dengan daun pada umumnya. Namun berdasar artikel yang saya baca, pengembangan teknologi yang dipimpin oleh Hongfang Ma dari Universitas Teknologi Qilu ini bermula dari banyaknya sampah daun pohon Phoenix di Cina. Sebelumnya sampah-sampah daun tersebut hanya dibakar seperti sampah daun pada umumnya, namun pembakaran daun tersebut hanya menghasilkan polusi yang dianggap tidak menguntungkan. Oleh karenanya para peneliti di Cina sedang mencoba memanfaatkan sampah daun Phoenix untuk dijadikan superkapasitor.
Artikel dari Wallstreetotc.com memberi penjelasan secara singkat mengenai proses pembuatannya. Pertama-tama sampah daun yang sudah kering dihancurkan hingga menjadi serbuk, kemudian dipanaskan dalam suhu 428 derajat Fahrenheit selama 12 jam. Setelahnya serbuk tersebut diolah dengan elektrolit, larutan potassium hidroksida dan kemudian dipanaskan bertahap hingga mencapai suhu 1472 derajat Fahrenheit. Namun kandungan organik yang terdapat didalamnya menyebabkan korosi di area permukaan karbon.
Meskipun hasil penelitian ini belum sempurna, tetapi para peneliti yakin bahwa ini akan berhasil. Mereka bahkan menargetkan superkapasitor ini dapat digunakan untuk berbagai produk teknologi maju seperti telepon pintar, vacuum cleaner, laptop, dan berbagai barang elektronik sehari-hari hingga mobil listrik masa depan.