Siang itu baru pukul 10.40. Aku baru saja tiba di tenggara Makam Rama Mangun (Almarhum Rm. Y.B. Mangunwijaya, Pr.) setelah membeli sebotol 'pocari sweet' di sebuah warung kecil di depan Semanari Tinggi Kentungan, Sanata Dharma. Aku tak sendiri. Aku bersama Magdalena.Â
Di deretan parkir motor itu, aku bertemu dengan Bapak Emanuel Bele. Bapak ini sedang sibuk mengetik dan membaca tulisannya pada ponsel pintarnya. Aku pikir mungkin Bapak Bele (panggilan akrab Emanuel Bele) sedang menanyakan Relawan Grigak yang belum datang ke Makam Rama Mangun. Sebelum sempat aku dan Magdalena menyalaminya, beliau terlebih dahulu berkisah dan berkeluh-kesah.
"Romo Wir (panggilan Rm. P. Wiryono, SJ.) bilang kamu yang beli bunga untuk nyekar nanti. Tapi nggak apa-apalah, saya juga sudah belikan. Tapi kita butuh lilin untuk nanti bakar di Makam Rama Mangun. Apakah ada teman-teman Relawan Grigak yang bisa tolong belikan? Nanti saya kembalikan uangnya."
Demikianlah pola komunikasi dan kerjasama pendamping Relawan Grigak dengan para anggota Relawan Grigak. Kemudian, aku memastikan bahwa akan ada Relawan Grigak yang membelikan lilin. Dan terjadilah demikian.
Di bawah rindangnya pohon-pohon mahoni yang menjulang di timur Makam Rama Mangun itu, ada Rm. P. Wiryono, SJ. yang sedang melintasi jalanan bertanah setengah basah. Â Di antara deretan pohon mahoni rindang itu, aku, Magdalena, dan Bapak Bele bersalaman dengan Rm. P. Wiryono, SJ.Â
Memang kemarin (Minggu, 09 Februari 2020), kami baru saja merayakan Syukuran Hari Ulang Tahun Kedua Komunitas Relawan Grigak di Pondok Baru Rama Mangun, di Pantai Grigak. Tetapi apakah yang salah pada salaman di setiap perjumpaan? Demikianlah aku selalu ingat cara Rm. P. Wiryono, SJ. menyambut sesama.
"Mari...! Mari....! Mari....!" Panggil Rm. P. Wiryono, SJ.
Kami bersalaman sembari mendiskusikan tentang teknis sembayang di depan Makam Rama Mangun. Rupanya kami akan sembayang menggunakan Novena Pembangunan Ec-Camp "Mangun Karsa" Grigak.
Relawan Grigak lupa membawakan teks novena itu. Akhirnya, solusi ditemukan setelah kesadaran akan manfaat media sosial (email) sebagai pengirim pesan teks elektronik menggugah pikiran kami. Rm. P. Wiryono, SJ. mengirimkan teks novena ke email saya, kemudian saya unduh sebelum akhirnya dibagikan ke group media sosial (Whatsapp).
Di tengah persiapan sembayang itu, aku menemukan segelintr orang yang sedang bercengkerama di sudut timur pendopo itu. Mereka bertato dan berpenampilan seperti preman. Mereka 'mungkin' datang dari Kampung Code. Dahulu Rama Mangun dekat dengan kaum marginal di Kampung Code. Hipotesis saya dari premis-premis pernyataan itu adalah merekalah para sahabat dan para pengagum Rama Mangun.
Selain segelintir orang yang 'mungkin' sedang berkisah tentang kasih Rama Mangun di sudut timur pendopo itu, aku menemukan lagi seseorang berbadan agak gemuk menggunakan celana jeans pendek dan kaos oblong hitam. Beberapa tato terukir di betis kirinya dan di lengan kanannya. Terlepas dari penampilannya, aku tersanjung ketika dia berjalan menyusuri beberapa makam sebelum tiba di depan Makam Rama Mangun.Â