Aku Pamit
Belakangan sikapmu berubah,Â
lantaran kau cemburu dengan mereka yang kini lebih dekat denganku
Lantas haruskah aku yang bertanggung jawab atas semua masalah?
Aku menjauh sebab aku mengerti, jika aku bukan yang terbaik untukmu
Masih ingatkah ketika kau lontarkan kata 'terserah' untukku saat itu
Aku tak marah. Aku hanya menasihatimu sebab kau ku sayang
Namun apa yang aku dapatkan? Hanya tangisan dan deraian air mata
Aku pamit perlahan melepas, meski hati tak sepenuhnya ikhlas
Catatan Luka
Yang paling sakit dari pada mencintai
Ialah mempertahankan rasa cinta itu sendiri
Berani sayang berarti berani terluka
Dan luka yang paling pedih ialah mempertahankan rasa sayang
Untuk tetap istiqomah meski tak pernah ia balas dengan sayangnya
Berani jatuh cinta berani kecewa
Sendiri
Mungkin sekarang belum saatnya kita bersama
Kau dan aku masih sibuk mengejar cita
Sekarang biarlah aku meneguk kopi buatanku sendiri
Meski tanpa campuran rasamu di dalamnyaÂ
Semoga esok ada waktu untuk meneguk kopi rasa kasih sayangmu
Tak Sejalan
Ku tuliskan sebuah rasa
Dalam syair indah alunan puisi pagi
Untuk menemanimu menikmati secangkir kopi
Sebagai pengingat kisah antara kita
Dahulu pernah ada rasa diantara kita
Antara aku dan dinda
Kita pernah bersamaÂ
Berbagi kasih dan sayang
Namun , semua tak berjalan lama
Ada yang mengusik kisah kita
Hingga semua berubah haluan
Dan akhir cerita tak sesuai skenario yang diusung
Jalan yang baru saja terbuka
Tak jadi kita lalui bersama
Sebab ada jalan yang lebih indah darinya
Dan kau jelas memilih jalan yang indah itu
Dari pada jalan yang telah lama kita buat bersama
Hingga semua berakhir tak sesuai rencana
Dan kita tanpa bicara
***Bait-bait puisi karya Disisi Saidi Fatah (Pecandu Sastra).