Tentang sahabat, apakah setiap orang berbeda-beda memaknainya? Siapakah sahabat itu sebenarnya? Sungguh saya sendiri juga belum memahami pasti makna sahabat. Bagi saya, saya hanya mengenal teman, teman biasa, teman dekat, yang pasti bukan teman tapi mesra. Hihi.Â
Ke sana ke mari, belum menemukan makna tepat yang bisa diterima, dibuatlah sahabat versi saya sendiri. Sahabat, bukan dia yang selalu ada untuk kita di mana pun berada, atau dalam kondisi apapun. Sahabat, adalah ketika dia jauh, dia masih setia mendoakan kita, dia menegur kita saat salah, dia yang menarik langkah kita menuju kebaikan. Padahal, kita di saat itu membenci nasihat-nasihatnya.Â
Baik, langsung saja pada surat, em, lebih tepatnya, isi hati, yang dituang dalam tulisan. Sebelum masuk ke harapan-harapan dan doa baik. Saya mulai dari awal kenal satu sosok manusia, yang hari ini saya anggap sebagai sahabat, ingat versi saya. Jika didefinisikan seorang teman, lebih daripada itu.Â
Saya mengenalnya pertama kali, karyanya, bukan orangnya. Saya tertarik untuk terus membaca, lalu terbayang, seperti apakah gerangan di balik puisi-puisi yang menyita perhatian saya? Saya pengagum biasa. Tidak terlalu fanatik buta, maksudnya tidak berlebihan menyukai sesuatu. Ala kadarnya begitu.Â
Puisinya keren bagi saya, ngena, sepertinya memang sebagian puisinya adalah isi hatinya, tidak murni imajinasi. Semakin lama, postingan puisi itu terus muncul di beranda FB saya. Entah kapan kita berteman. Singkat cerita, antara saya dengannya mungkin ada kesamaan hati. Sama-sama penyuka karya sastra. Perbedaan banyak tentunya. Dia sudah berkarya banyak, saya tidak sama sekali, jadi penikmat karyanya orang lain saja.Â
Setelah kami dekat, bagaimana cerita kami dekat, ya begitulah, lalu kami saling bertukar pengalaman. Tentang keluarga hingga hal-hal berharga. Hal-hal berharga bagi saya, adalah tentang bagian-bagian kecil dari kehidupan. Mungkin yang paling dianggap remeh, murah, yaitu, menebar senyum, berbaik sangka, sabar, damai dengan diri sendiri, semangat, dan banyak lagi.Â
Keterbukaan itu, menciptakan rasa nyaman. Sehingga saya yang sulit percaya kepada orang, saya bisa mempercayainya. Analisa saya tidak satu bulan atau dua bulan untuk menilai seseorang itu layak dijadikan teman atau tidak. Apakah dia akan membawa manfaat bagi hidup saya atau tidak, benar-benar harus selektif. Mengapa saya begitu protektif untuk sebuah pertemanan? Saya masih belajar menjadi baik. Saya harus mencari orang-orang yang mendukung saya dalam kebaikan.Â
Akhirnya, saya temukan dia, yang hari ini saya artikan sahabat. Umur pertemanan mulai kenal sampai sekarang, masih terbilang sebentar, seumur jagung. Yakin itu bisa dikatakan sahabat? Sebenarnya juga masih asumsi. Itupun klaim saya saja. Entah bagaimana dia menganggap saya sebagai apa. Abaikan. Anggap saja cinta saya bertepuk sebelah tangan. Hihi. Lanjut, berangkat dari pengakuannya, dia setia mendoakan saya dengan baik-baik. Adakah hadiah paling berharga selain doa? Tak ada. Apakah itu tulus, hanya Tuhan yang tahu. Hehe...
Seiring berjalannya waktu. Hubungan pertemanan semakin dekat. Hari ini, dia menantang saya untuk menulis selama sebulan. Hal yang paling keren dari pengalaman hubungan ini. Di antara pengalaman menyenangkan, hingga saling diam, karena perbedaan pandangan terhadap beberapa hal. Tantangan ini searah dengan impian saya untuk bisa rutin menulis setiap hari.Â
Mungkin itu cara Tuhan melalui caranya, bisa membawa saya keluar dari sarang kemalasan. Caranya itu membuat saya tidak henti-hentinya bersyukur. Alhamdulillah. Ternyata saya bisa rutin menulis setiap hari, masih berjalan tiga hari sih challenge yang kami sepakati. Semoga berhasil sampai titik finish. Biidznillah.Â
Bismillah...
Pertama saya ucapkan Alhamdulillah, atas nikmat-nikmat yang Allah beri untuk saya, baik yang menyenangkan hati saya atau nikmat yang tersimpan di balik ujian.Â
Alhamdulillah, atas nikmat teman satu ini, seperti pahlawan penolong dari kemalasan.Â
Assalamualaikum...
Sahabatku, terima kasih kuucapkan, terima kasih mau bertahan hingga detik ini untuk terus membimbingku secara tidak langsung.Â
Terima kasih untuk pembelajaran berharganya.Â
Aku yakin, engkau sosok baik yang senantiasa menebar kebaikan.Â
Aku melihat, bukan meramal, kelak engkau jadi orang yang dikagumi banyak orang, yang menginspirasi dalam kebaikan.
Penilaian yang tak pernah kuucapkan langsung, engkau pembawa kedamaian. Engkau seperti angin segar di antara cuaca panas. Engkau air jernih di antara dahaga yang mencekik.Â
Harapan-harapanku, semoga engkau senantiasa dalam rahmat (kasih sayang dan cinta) Allah. Semoga senantiasa dalam bimbinganNya. Semoga senantiasa dalam lindunganNya. Semoga dapat meraih keridhaanNya. Puncak dari segala impian besar.Â
Semoga engkau kelak menjadi mentari yang menebar cahaya kebaikan di seluruh tempat beredarmu. Hari ini engkau masih merangkak terbit. Semoga perjalananmu tetap terang meski awan-awan gelap kerap menutupi langkahmu.Â
Semoga impian-impian kecil hingga besarmu tercapai. Impian yang ingin menulis buku solo. Impian yang tak aku dengar saat engkau berdoa. Impian apa yang aku tahu, engkau menyembunyikan dariku.Â
Semoga engkau senantiasa berada dalam kebaikan, kebaikan, kebaikan yang berlipat.Â
Harapan apa yang bisa aku sebut satu demi satu. Andai aku bisa menuliskannya, aku akan menulisnya. Aku menginginkan semua kebaikan di dunia ini untukmu. Semuanya. Engkau pantas menerima kebaikan-kebaikan untuk balasan kebaikan yang engkau tabur. Sayangnya, penaku terlalu lemah untuk menulis satu demi satu harapan-harapanku.Â
Semoga yang terakhir, engkau sebagai sahabatku, semoga kita tidak hanya bersahabat di dunia melainkan engkau jadi penolongku di akhirat dan membawaku ke surgaNya.Â
Permintaanku, tetap sabar membimbingku walau kadang seperti batu.Â
Aku bahagia mengenalmu.Â
Maafku banyak sekali, aku hanya merepotkan. Sifat kekanakan yang sering menjawab pertanyaan dengan ketus. Pokoknya maaf atas semua kekuranganku.Â
Hanya itu yang bisa aku kirim dalam surat kecil ini.Â
Dari,Â
TemanmuÂ
Zainab El KhadijahÂ
Demikian, surat kecil yang bisa saya tulis untuk sahabat saya. Saya tidak memiliki apa-apa untuk membalas kebaikannya. Hanya sebatas doa. Apalah diri saya, terlalu miskin untuk memberikan hal-hal berharga.Â
Sabagai penutup, kutipan favorit saya. "Peganglah erat teman yang membawamu kepada kebaikan. Sebab mendapatkannya sangat susah, melepasnya sangat mudah" (Imam Syafi'i)
Bumi Shalawat, 03 Januari 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H