Mohon tunggu...
Zainab El Khadijah
Zainab El Khadijah Mohon Tunggu... Guru - Ghuroba

Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ada Apa dengan Budaya Antri Tertib?

14 November 2021   23:07 Diperbarui: 14 November 2021   23:10 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernahkah Anda belanja atau ada kebutuhan sesuatu di tempat yang penuh antrian? Mungkin di pasar, di market, di pom bensin, di ATM, atau di mana pun. Anda sudah antri sejak lama dan merasa lelah akibat antrian panjang. Tiba-tiba ada orang baru datang lalu menyela antrian. 

Anda yang antri juga tentu terburu-buru. Meski begitu, Anda sangat membutuhkan sesuatu itu sehingga rela antri lama. Bagaimana perasaan Anda? Bagaimana cara menghadapi orang yang seperti itu? Lalu bagaimana jika Anda berada di posisi itu?

Musim penghujan telah tiba, setiap memasuki waktu siang sampai sore hujan dipastikan turun. Saya hendak melakukan perjalanan ke luar kota dengan mengendarai sepeda motor. Langit tampak sangat gelap pertanda hujan mau turun. Siap berangkat ternyata volume bensin mendekati habis. Saya melaju dengan cepat. Khawatir hujan akan turun dan waktu sudah mendekati gelap.

Dengan jarak cukup jauh, tentu bensin itu tidak cukup. Motor diarahkan berbelok menuju pom bensin. Di sana tampak antrian panjang. Saya menghela napas panjang, pikiran campur cemas. Saya berhenti di belakang motor paling akhir. Antri tertib. Tiba-tiba pengendara motor menyela. Hati saya membatin "Bagaimana orang ini baru datang, terus mengambil urutan mendahului?" Orangnya tampak tidak merasa bersalah. Santai. 

Ketika sudah lama antri juga terburu-buru buru pasti muncul rasa kesal. Namun, cobalah untuk menahan emosi dulu. Alangkah baiknya tetap menyikapi dengan kepala dingin. Cobalah lakukan cara ini untuk menghindari perselisihan:

Bertanya dengan Baik

Sikap yang baik adalah menjalin komunikasi yang baik. Kita tidak pernah tahu kebutuhan orang lain. Cobalah untuk bertanya jika dijumpai orang yang menyela untuk segera dilayani. Jika jawabannya bukan alasan yang mendesak, mintalah dengan baik untuk antri sesuai urutan datang. 

Apabila ada alasan yang mendesak, misal, hendak mengantar seseorang sedang sakit parah, atau kebutuhan yang mendesak lainnya. Tak ada jalan lain dari sikap kita untuk mendahulukan orang tersebut. Kita mencoba untuk berempati kepadanya. Posisikan posisinya kita yang mengalami. Jika hanya satu orang tak akan memakan waktu lama, dia pasti juga membutuhkan yang paling penting saja. 

Penjual Jasa atau Barang Harap Memperhatikan Konsumen

Tempat-tempat yang biasa antri dengan konsumen, harus memperhatikan siapa yang datang lebih dulu. Jika tidak sanggup, maka harus mempertegas dengan ucapan. Jika masih belum tertib juga, berilah papan peringatan "Budayakan Antri Tertib!". Cara yang paling ampuh, sediakan kupon antrian.

Beberapa tempat pelayanan sudah tersedia kupon antrian, seperti di Bank, parkiran wajib STNK dan tempat lainnya. Terkecuali di rumah sakit. Orang yang terancam bahaya nyawanya, boleh hendak didahulukan. 

Bisa jadi para konsumen orang awam yang belum paham sama sekali, diperlukan edukasi "budayakan tertib antrian." Sebab banyak ditemukan orang-orang desa yang kurang paham tertib. Ketika pembeli pelayanan menjelaskan pasti mereka akan mengikuti aturan. Bisa jadi bagi mereka orang yang mau antri, orang yang tidak terburu-buru. 

Bagaimana jika kita yang mengalami hal mendesak itu? 

Kita telah paham konsep antri bukan? Siapa yang datang lebih awal, mendapat pelayanan lebih dulu. Maka kita belajar sesuatu dalam konsep antri; 

Belajar Mengatur Waktu 

Setidaknya ketika hendak pergi ke tempat yang dipastikan akan antri, maka kita akan siap-siap berangkat lebih awal. Dengan demikian kita bisa mengatur waktu perkiraan pelayanan dibuka jam berapa, perjalanannya menghabiskan waktu berapa lama, rawan macet atau tidak. Dari sini kita akan belajar mengatur waktu. 

Belajar Disiplin

Pelayanan pertama diberikan kepada yang datang lebih dulu. Begitu pun sebaliknya. Jika kita datang belakangan, maka kita harus antri sesuai urutan datang. Untuk selanjutnya sebagai pelajaran, akan mengatur  waktu datang lebih awal. 

Belajar Sabar 

Ketika kita ke tempat penuh antrian, siapkan mental sabar. Konsekuensi datang belakangan dilayani belakangan. Alasan mendesak takut telat ke suatu tempat, maka bukan alasan yang dapat ditoleransi untuk dilayani duluan. Maka kita harus sabar mengantri. 

Belajar Menghargai Orang Lain 

Mereka yang antri, bukan orang-orang yang santai menikmati antrian panjang, berdiri, menahan lelah. Mereka orang yang ingin segera dilayani. Di situlah kita belajar menghargai orang-orang yang datang lebih dulu. Karena sudah menjadi konsekuensi datang belakangan. 

Menumbuhkan rasa untuk bersosialisasi

Untuk mengatasi jenuhnya mengantri, kita bisa sambil menyapa depan belakang kita. Mungkin sambil berbagi pengalaman. Dari sini, kita terlatih untuk senatiasa bersikap ramah kepada siapapun. 

Cobalah kita berkaca kepada Jepang, masyarakat di sana dikenal masyarakat yang paling tertib di dunia. Digambarkan tidak dibutuhkan garis pembatas antara pengantri satu dengan selanjutnya. Mereka sudah membentuk barisan yang rapi. Masyarakat Jepang dilatih sejak dini tentang disiplin mengantri. Sebuah ungkapan bagus "Budaya antri menunjukkan karakter suatu Bangsa" 

Negera yang minim dalam menerapkan budaya antri, dipastikan Bangsa yang kurang disiplin. Sebaliknya, negara yang menjunjung tinggi budaya antri tertib, menunjukkan Bangsa yang disiplin. Bangsa yang menitik beratkan nilai-nilai moral di bawah naungan negara. 

Kita akui, budaya antri di negara kita belum mencerminkan negara yang disiplin. Contoh sederhana, waktu pelaksanaan acara masih banyak ditemukan mundur dari waktu yang sudah dijadwalkan. Hal itu cukup sedikit menggambarkan karakter Bangsa yang kurang disiplin. Tampak dalam agenda perubahan besar untuk negeri, berjalan lambat. 

Jika negara kita belum seoptimal Jepang dalam mengedukasi kedisiplinan, maka hal yang bisa kita lakukan, mulailah dari kesadaran diri kita sendiri. 

Sekian curahan hati rakyat kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun