Mohon tunggu...
hrieny
hrieny Mohon Tunggu... -

belajar menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anak "Ngadat" Saat Waktu Anda Genting?

18 Maret 2016   09:48 Diperbarui: 18 Maret 2016   09:57 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai mandi dan persiapan berangkat ke kantor. Aku mendapati si Adik sudah duduk di lantai dengan wajah yang kusut dan merengek. Sambil matanya berkaca-kaca, dan bicara pelan yang sangat tidak jelas. 

"Adik kenapa? Ada apa? Ayo, Adik sudah hebat bangunnya cepat, sekarang mandi ya.." Aku berusaha membujuk.

"Aaah..." "Iiihhh", sambil menendang-nendang kosong, tangan dikepal-kepal seperti kesal, dan bicara tidak jelas.

Masih berusaha sabar, kutanya kembali "Adik kenapa, ayo Adik kan laki-laki, ada masalah apa, harus bicara dengan jelas. Apa yang salah? Apa Adik sakit? Adik kesal dengan siapa? Adik mau apa?" Kuberondong pertanyaan karena sabarku sedikit-sedikit berkurang.

Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 wib. Lima menit lagi jemputan sekolahnya datang. Dan tentunya lima menit lagi pun aku harus sudah berangkat. "Huaaaaaaaa" tangisku dalam hati menahan kekesalan. Mengapa saat waktu kita genting seperti ini, dan sepertinya pagi tadi bangun tidur sudah diawali langkah yang bagus dengan Adik cepat bangun, tapi sekarang ada masalah apa lagi. "Hiks".

Kucoba tarik nafas yang seeedalam-dalamnya. Tenangkan hati dan pikiran. Kucoba lagi ajak bicara dan nadaku tegas untuk supaya Adik juga tegas menunjukkan sikap. Ia berusaha negosiasi dengan tidak berangkat sekolah. "Whaatt????". Aku merasa sangat rugi rasanya, hari ini harus sempurna. Pagi ini sudah diawali yang bagus, ini harus sempurna. Karena dengan si Adik tidak sekolah, Ia akan seharian mengangguku di kantor. Aku berpikir keras, strategi untuk membujuk si Adik.

Akhirnya, aku coba tenang walaupun sudah tidak tenang melihat jam dinding yang sudah menujukkan pukul 6.50 wib. Aku sudah pasti telat. Aku pikir, kalau anakku ku ijinkan tidak sekolah, ia akan mengulangi sikap ini karena seringkali setelah kuajak bicara, ia mengakui bahwa ia hanya malas atau masih mengantuk. Walaupun masih kelas 3 SD tapi ia tidak boleh belajar malas. Ia harus belajar bertanggung jawab bahwa tugasnya adalah belajar di sekolah.

Negosiasi yang cepat dengan kata-kata yang membangkitkan semangat dia. "Adik itu anak Ibu yang hebat. Bangun pagi hari ini cepat sekali, luar biasa. Adik semalam juga sudah belajar" (maklum...jarang-jarang dia mau belajar). Sayang donk kalau hari ini Adik memilih dirumah. Adik tidak mendapatkan ilmu dan ketemu dengan teman-teman.Ingat, Adik kan bertekad untuk belajar satu langkah didepan teman-teman, kalau Adik tidak sekolah, maka teman-teman yang akan mendahului Adik." Sambil aku bicara dan menuntunnya untuk mandi. "Coba Adik tunnjukkan pada Ibu, bisa gak nih mandi 2 menit saja?" Aku mencoba menantang kesigapan Adik. Tanpa sadar, dia merasa panas. dan segera menyelesaikan mandinya.

Sambil Adik pakai baju, aku mencoba cerita hal-hal yang menarik untuk usia dia. Aku cerita tentang alien. Kebetulan tadi malam nonton film "Mens in Black" di TV. Wah berhasil, Adik memperhatikan ceritaku sambil berpakaian dan Ia telah lupa akan marahnya tadi pagi. Entah masalahnya apa, entah karena apa. Yang jelas adakalanya si Anak tiba-tiba ngadat. Dan untuk para Ibu yang memiliki waktu yang cukup banyak mungkin bisa bernegosiasi cukup panjang dengan menanyakan terlebih dahulu masalah si Anak, dengarkan dengan baik dan seksama. Tapi untuk para Ibu yang waktunya cukup sedikit dan dikejar-kejar, sangat butuh strategi untuk menghadapi anak "ngadat" seperti ini.

Berikut sedikit tips berdasarkan pengalaman pribadi. Bisa jadi cocok dan bermanfaat bisa jadi tidak karena tergantung anak masing-masing :-)

1) Bersikap tenang dan menghimpun kesabaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun