Konsep pendidikan karakter seperti yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara memang tidak semudah itu untuk diterapkan secara sempurna, selama ini lembaga-lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan pemerintah lebih mengutamakan kepada aspek Cipta (Kognitif) saja, terbukti dengan banyaknya siswa-siswi Indonesia yang berhasil dalam berbagai lomba dan olimpiade, baik yang bertaraf Nasional maupun Internasional.
Sekolah-sekolah cendrung mengabaikan aspek lain seperti Rasa (Afektif) dan Karsa (psikomotorik) yang tidak kalah pentingnya untuk pembentukan masyarakat yang bermartabat, adil, makmur, beriman serta bertakwa sesuai apa yang tertuang dalam UU Sisdiknas no.20 tahun 2003 sebagai landasan dalam sistem pendidikan nasional. Oleh karenanya, pendidikan karakter merupakan salah satu solusi untuk menghadapi perkembangan dunia pendidikan di era globalisasi yang sangat liberal.
Untuk mewujudkan pendidikan karakter, perlu adanya kerjasama dan partisipasi antar semua elemen pelaksana pendidikan yang meliputi pemerintah, sekolah, dan masyarakat dalam upaya pengambilan keputusan, monitoring pelaksanaan pendidikan seperti monitoring evaluasi, serta akuntabilitas aktor dunia pendidikan.
Jika konsep pendidikan karakter ini berhasil diterapkan, maka bisa dipastikan bahwa tindakan-tindakan dehumanisasi yang menghilangkan harkat dan martabat manusia seperti yang banyak terjadi saat ini bisa diminimalisir, dengan begitu tujuan pendidikan sebagai upaya untuk memanusiakan manusia bisa terwujud, bukan hanya sebagai sebuah teori saja, namun bisa terwujud dalam realiata kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H