Mohon tunggu...
Coolis Noer
Coolis Noer Mohon Tunggu... Wiraswasta - Writing to Release an Overthinking

Menulis sebagai bentuk ekspresi, juga mengungkapkan rasa syukur

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menengok Nilai Historikal Masjid Jamek dan Keunikan Pasar Seni Kuala Lumpur

21 September 2015   19:49 Diperbarui: 21 September 2015   19:59 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Kuala Lumpur, KL Tower dan Menara Petronas Dijadikan Pembuka Tutup Botol

Pasar Seni tak ubahnya seperti Salatiga Shooping Center dengan ukuran yang berlipat-lipat kali lebih besar kalau di Salatiga. Sebagian pedagang membuka lapaknya di halaman area pasar dengan menjajakan berbagai macam pernak-pernik cendera mata.

Satu hal yang membuat kami cukup tercengang adalah ikon wisata Malaysia, Menara Kembar Petronas dan Kuala Lumpur (KL) Tower di sini dijadikan sebagai alat pembuka tutup botol. Bentuknya sekilas menarik, tapi kalau tahu fungsinya bisa membuat tertawa. “Sebagai ikon pariwisata yang melegenda, kok cuma dijadikan pembuka tutup botol” begitu benak kami berkata waktu itu.

[caption caption="Ikon Malaysia, Akan Tertawa Kalau tahu Fungsinya"]

[/caption]

Banyak sekali jenis pernak-pernik oleh-oleh yang bercirikan kebangsaan Malaysia yang dijajakan di Pasar Seni. Rata-rata merupakan cendera mata, atau cendera hati orang Malaysia bilang, yang berharga satuan ringgit. Banyak pula wisatawan Indonesia yang berbelanja oleh-oleh ke tempat ini.

“Orang Indonesie Sukanye Minta Harga Mureh Lagi-Mureh Lagi”

Satu hal yang membuat kami sebagai wisatawan Indonesia yang sedang melancong ke Malaysia merasa cukup malu adalah karena pertanyaan yang secara tidak sengaja mengarah pada identitas dan kebiasaan orang Indonesia ketika berbelanja.

Pada perbincangan dengan salah satu pedagang di Pasar Seni, sebagai wisatawan dari Negara tetangga kami kira tidak ada salahnya bertanya tentang apakah wisatawan Indonesia banyak yang berkunjung ke tempat tersebut. Namun dari pertanyaan itu malah muncul jawaban yang nampaknya para pedagang Malaysia sudah bosan menangani pembeli dari Indonesia.

“Banyak sekale orang Indonesia berkunjung kemari, tapi minta harganya mureh lagi-mureh lagi!” kata salah satu pedagang yang kami ajak berbicara. Seketika muncul rasa canggung bagi kami untuk menawar barang-barang yang akan kami beli, dan dengan terpaksa menerima harga yang sudah ditawarkan untuk serenteng souvenir gantungan kunci.

Puas berjalan-jalan, akhirnya kami pulang kembali ke tempat tinggal kami yang dekat dengan lokasi praktik kami di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dengan menggunakan transportasi massal yang murah di Kuala Lumpur, Trem, yang baru mulai dibangun di Jakarta bulan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun