Di Setiap penghujung tahun senja selalu terasa jatuh lebih cepat di dalam kampus, mengucapkan selamat tinggal kepada desember yang akan menutup tahun dengan senyum, sebelum menyapa januari yang akan datang untuk memulai kembali.Â
Di hari terakhir untuk tahun ini menghirup udara pendidikan ditempat yang katanya kita dibebaskan untuk berfikir, aku duduk di kantin tempatku biasa menghabiskan waktu sembari menunggu perkuliahan dimulai.Â
Secangkir kopi hitam yang datang tanpa kupesan menemani angan sebelum kembali ke kamar sepetak berukuran 3x3m yang mungkin akan kugunakan menghabiskan libur kuliah selama 2 minggu kedepan.
Anganku semakin dalam, hangat kopi sudah mulai hilang, tepukan kecil di pundak membuatku sedikit kaget dan agak kesal.
"Berangan-angan mulu kau" seru temanku dengan logat Bataknya, "eh maaf agak lama, sakit kali perutku tadi."
"Iya aman cok, mau langsung balik atau mau ngopi dulu?"
"Ngopi dulu. sebelum pulang kampung aku ingin menghirup udara kampus ini sebanyak-banyaknya, agar nanti selama dikampung, aku tidak lupa kalau profesiku masih menjadi seorang mahasiswa." Guraunya sembari duduk, "kau tak pulang?"
"Sebenarnya ingin pulang, tapi tiket pesawat mahal."
Sudah hampir 3 tahun lamanya aku tidak pulang kampung, selain karena alasan biaya transportasi yang lebih mahal kalau dibandingkan dengan biaya hidup di kota perantauan ini, alasan utama adalah prinsip yang sedari awal kupegang, aku tidak akan pulang sebelum kuliahku selesai.
"Yasudah ikut ke kampungku saja, dari pada kesepian ditempat berisik ini" ajaknya, "ongkos bus tidak terlalu mahal, tempat tinggal gratis karena nanti tinggal dirumahku, makan gratis, jadi untuk masalah biaya tidak usah pikir kali."
Bak agen travel yang sudah berpengalaman, tawaran dengan fasilitas menggiurkan itu kuterima tanpa pikir panjang. Ucok adalah nama panggilan akrabku kepada pemuda batak yang juga kuliah dijurusan yang sama denganku.Â