Mohon tunggu...
Jefri Suprapto Panjaitan
Jefri Suprapto Panjaitan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

pecandu kenangan, penikmat masalalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pabrik Tempat Ayahku Bekerja

13 Maret 2023   10:45 Diperbarui: 31 Maret 2023   00:15 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Ayah Bekerja. (sumber: pixabay.com/wondermar)

"Bajingan," teriak pohon itu dengan nada tinggi.

Raksasa itu langsung mengayunkan pedang apinya kearah pohon itu. namun ia dapat menahan dengan salah satu dahannya yang begitu kuat. 

Daun-daun berguguran karena dahsyatnya tebasan si raksasa. Sambil menahan pedang si raksasa, akar-akarnya bergerak melilit seluruh tubuh raksasa itu, lalu dihujaninya dengan tusukan tepat dijantung sang raksasa.

Pohon itu telah memenangkan pertarungan untuk kedua kalinya pikirku setelah mengingat cerita orang-orang di desaku.

"Kalian juga akan merasakan akibatnya." Ucap pohon itu kepada mereka yang berpakaian seragam tadi.

Akar-akar runcingnya menjalar mengejar mereka yang berseragam tadi, mereka mencoba lari sekuat tenaga, tetapi sudah terlambat, akar itu jauh lebih cepat daripada langkah kaki mereka. Akar-akar itu menusuk setiap orang tepat di jantung mereka. Tak butuh waktu lama, semua tewas mengenaskan.

Aku tidak tahu kenapa mereka semua ikut dibunuh dengan sadisnya oleh pohon itu, tetapi yang pasti, sang penguasa hutan terlihat sangat murka kepada mereka. Mungkin orang-orang itu yang telah membangkitkan raksasa tadi, sehingga mereka ikut dibunuh. Atau ada alasan lain aku tidak tahu.

Setelah ia memastikan sudah tidak ada lagi yang tersisa dari mereka, pohon itu berbalik ke arahku. Ia melihat dan menghampiri aku yang berdiri bengong memandangnya. 

Ia semakin dekat denganku, tanpa merasa takut aku tidak bergerak sedikitpun, karena aku pikir dia tidak akan membunuhku. Sebab aku tidak punya hubungan dengan mereka-mereka yang berseragam tadi.

Tanpa kusadari sebuah akar tajam meluncur dengan sangat cepat ke arahku, mendarat tepat di dada sebelah kiriku, aku berteriak kesakitan. Darahku bercucuran selaras dengan rasa sakit yang baru pertama kali kurasakan.

"Kau tumbuh dan dibesarkan oleh ayahmu dari hasil bekerja di pabrik kayu serakah itu," sambil menunjuk ke arah bangunan besar dengan cerobong asap yang tinggi di seberang hutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun