Mohon tunggu...
Jefri Suprapto Panjaitan
Jefri Suprapto Panjaitan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

pecandu kenangan, penikmat masalalu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Tentang Gadis Tetanggaku

19 Januari 2023   18:02 Diperbarui: 6 April 2023   00:44 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku masuk ke kamar, menyimpan puisi yang kuberi judul viola di meja dengan tumpukan puisi di atasnya. Kemudian aku berbaring untuk mengistirahatkan badan yang telah bekerja satu harian. 

Dari celah-celah daun jendela kamar yang terbuat dari kayu, cahaya rembulan memaksa masuk dan terhenti tepat di wajahku. Cahayanya memberikan keberanian dalam angan untuk mengajak gadis cantik bernama viola itu berkenalan. “besok pagi ketika aku melihatnya keluar dari rumah, aku akan menyapa dan mengajaknya sekedar berkenalan.”

Ayam berkokok dan alarm yang biasa membangunkan tidur berbunyi tepat disamping telinga. Aku bangkit dari tidur dan seperti biasa menyiapkan kopi dan nongkrong di teras rumah sambil menikmati suasana pagi. Berharap keberanian yang telah dikumpulkan tadi malam tidak hanya sekedar angan yang terhembus oleh angin pagi.

Cuaca cukup cerah pagi itu, matahari bersinar dengan sempurna. Bayangan hitam dengan gagang sapu terlihat didepan pintu tetanggaku. Pasir-pasir kecil terlempar dari dalam rumah, debu terlihat jelas terpantul cahaya matahari. 

Aku bersiap untuk menyapanya. Sepasang kaki yang keriput dan tidak semulus kaki yang kulihat pagi kemarin melangkah keluar dari pintu, ternyata nenek Iting yang keluar. Aku terkejut, untung tidak langsung aku ajak berkenalan kataku dalam hati.

Sontak aku bertanya pada nenek Iting.

“Nek, viola di mana, kenapa nenek yang menyapu rumah?”

“Dia sedang membereskan barang-barangnya, karena dia akan pulang ke jakarta, ada kegiatan mendadak katanya, jadi pagi ini harus berangkat.”

“Oh begitu ya nek.” Dengan nada menyesal

Anganku langsung hilang, aku belum sempat mengajaknya berkenalan ternyata dia harus pulang. Tapi tidak apa-apa, walaupun dia belum mengetahui namaku, paling tidak senyumnya sudah kutuliskan dalam bentuk puisi. 

Memang gadis cantik itu hanya bisa kuceritakan lewat puisi, dan aku mensyukuri itu. Walaupun dia hanya bisa kumiliki lewat imajinasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun