Subsistem pertama terkait pengadaan saprodi melibatkan  komunikasi dari berbagai pihak. Pengusaha tani dapat menjalin mitra dengan toko pertanian atau perusahaan agroindustri dalam membantu penyediaan input produksi secara dua arah. Biasanya kemitraan ini juga berkaitan dengan perjanjian pemasaran hasil panen nantinya untuk kelompok mitra. Pemilihan input produksi harus dilakukan maksimal dan membutuhkan pelatihan dari penyuluh, begitupula dengan permodalan yang berkaitan dengan lembaga perkreditan maupun subsisdi dari pemerintah. Komunikasi dalma subsistem budidaya usaha tani lebih ditekankan pada komunikasi antar petani dan penyuluh dalam adopsi teknologi yang terjalin dua arah. Namun  model komunikasi yang diterapkan oleh lembaga riset dalam mendukung pengembangan subsistem agribisnis hulu masih belum menjaring umpan balik dari pengguna akibat peran stakeholders yang belum maksimal (Hanifah dkk, 2019).
Subsistem pengolahan hasil dapat dilakukan dengan menjalin mitra dengan perusahaan sekaligus sebagai pemasaran produk hasil panen. Terjalinnya komunikasi secara dua arah karena terdapat kesepakatan antar kedua belah pihak, hal ini tidak hanya terjadi pada perjanjian formal tetapi juga pada pemasaran informal seperti pada tengkulak. Selain itu, model komunikasi subsistem penunjang mulai dari kebijakan pemerintah, sarana transportasi, dan sarana perkreditan terjalin dalam model komunikasi kelompok dan organisasi dengan model sirkuler. Kebijakan pertanian tentunya akan dikomunikasikan dalam organisasi, misalnya oleh Kementan, Disperta, BPTP,dll yang kemudia dikomunikasikan kepada para pengusaha tani melalui media secara linear maupun dengan perantara penyuluh secara sirkuler.
PENUTUP
Komunikasi dalam agribisnis terjalin secara kelompok maupun organisasi karena cakupannya yang luas di setiap subsistem maupun antar subsistem. Model komunikasi dalam agribisnis lebih kompleks dan beragam tergantung kebutuhan subsistem. Model komunikasi yang terjalin memungkinkan adanya komunikasi linear maupun sirkuler. Komunikasi dua arah terjalin hampir disetiap subsistem seperti komunikasi antar kelompok tani dengan para penyuluh pertanian dalam pelatihan teknologi budidaya usaha tani dan komunikasi dalam menjalin kemitraan . Feedback dari penerima pesan menjadi tolak ukur keberhasilan informasi yang disampaikan. Komunikasi di lapangan memang lebih efektif dilakukan dengan penerapan praktik, sehingga model komunikasi linier dengan metode ceramah sangat tidak efektif diterapkan. Adapun model komunikasi linear bisa saja diterapkan pada sosialisasi kebijakan pertanian baik secara langsung dalam suatu forum maupun melalui media massa atau elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Liliweri, Alo. 2017. Komunikasi Antar Personal. Â Jakarta : Kencana
Korniawan, R. 2019. Kreativitas Komunikasi Bagi GPR di dalam Komunikasi Krisis. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Wahyuni, S., Sumardjo, D. P. Lubis, dan D. Swasono. 2017. Hubungan Jaringan Komunikasi dan Dinamika Kelompok dengan Kapasitas Petani dalam Agribisnis Padi Organik di Jawa Barat. Penyuluhan. 13(1) : 110-120.
Asa, T. A., L. R. Levis, dan S. Nikolaus. 2020. Efektifitas Penerapan Model Komunikasi Penyuluhan dalam Agribisnis Jagung di Timor Barat. Â EXCELLENTIA. 9(1) : 1-8.
Charina, A., R. Andriani, A. Hermita dan Y. Deliana. 2017. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi pada Agribisnis Sayuran Organik. Â AGRICORE. 2(1) : 247-252.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H