PENDAHULUAN
Negara berkembang atau developing country adalah suatu negara yang sedang berkembang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari berbagai sektor agar bisa tercapai kemajuan secara masive.Â
Kesejahteraan penduduk di negara berkembang secara materi masih rendah namun berbagai pembangunan sudah diupayakan sebagai dukungan untuk meningkatkan kesejateraan, pendaoatan negara, devisa dan lainnya. Developing country bergantung pada SDA hayati sehingga pendapatan terbesar berasal dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, kehutanan dan sebagainya untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri seklaigus memasok ke negara lain (ekspor).Â
Kebutuhan dan permintaan negara maju akan bahan baku membuat negara berkembang meningkatkan produksi dengan cara eksploitasi secara besar-besaran. Hal ini snagat berdampak buruk pada konservasi baik untuk kesehatna lahan, air, udara, keragamna hayati dan sebagainya. Aturan terkait penebangan kayu hutan yang dilanggar akan mengakibatkan kerusakan habitat satwa sehingga mneybabkan kepunahan hingga mengganggu manusia dengan masuk ke pemukiman. Aktivitas ekonomi yang meningkat juga berdampak pada peningkatan polusi di lingkungan.
Polusi atau pencemaran lingkungan yang terjadi di negara berkembang umumnya karena pengelolaan limbah yang tidak memadai atau tidak adanya pengelolaan limbah, sehingga langsung terbuang ke lingkungan bebas. Pencemaran lingkungan yang snagat berbahaya salah satunya timbunana limbah B3 di tanah yang menyebabkan pencemarah air dan tanah.Â
Menurut Riyanti (2014) Limbah B3 atau bahan beracun dan berbahaya adalah material sisa yang dapat menghadirkan bahaya bagi kehidupan organisme dan lingkungan akibat ledakan, korosi, dan keracunan Jenis limbah yang termasuk dalam limbah B3 seperti limbah medis, limbah pestisida, limbah industri cat, hasil pembaaran batubara, pewarna tekstil dan sebagainya. Â Limbah B3 seharusnya diolah dnegan baik sebelum dilepaskan ke lingkungan sehingga efek racun dan bahayanya hilang. Sumber limbah B3 salah satunya yaitu berasal dari rumah sakit atau disebut limbah medis, seperti suntikan, obat kadaluarsa, virus, infus dan limbah padat lainnya.
Kerusakan lingkungan akibat buangan limbah B3 salah satunya terjadi di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto. Desa Lakardowo telah mengalami permaslahan lingkungan akibat limbah B3 yang dihasilkan oleh PT. PRIA dan ditimbun di tanah desa. Akibat buruk yang ditimbulkan adalah pencemaran air dan munculnya bau tidak sedap.Masyarakat dan para aktivis lingkungan yang mendapingi telah melakukan berbagai advokasi untuk menghentingkan buangan limbah B3 di Desa Lakardowo , namun hingga saat ini permaslahan tersebut belum terselesaikan. Masayarakat masih merasakan efek pencemaran berupa gangguan kesehatan berupa gata-gatal dan kerugian secara ekonomi akibat tidak terpenuhinya kebutuhan air bersih secara gratis di daerah mereka.Â
Â
Â
PEMBAHASAN
PT PRIA adalah pabrik pengolahan limbah  B3 yang berdiri di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto. Pabrik ini berdiri pada tahun 2010 yang telah diatur pada peraturan pemerintah RI nomor 101 tahun 2014 terkait pengelolaan limbah B3 dengan prinsip Reduce, Reuse, dan Recycle. Jenis limbah yang diolah meliputi fly ash, bottom ash, oli, minyak, limbah medis, limbah batubara dan lainnya. Awal tahun 2010, berdiirnya pabrik pengolahna limbah PT. PRIA di desa Lakardowo membawa banyak dampak negatif. Masyarakat Desa Lakardowo pada awalnya tidak mengetahui bahaya limbah B3 terhadap lingkungan dan kesehatan mereka.
Masyarakat ditawari hasil olahan limbah pembakaran batubara sebagai urukan tanah untuk membangun rumah, karena ketidaktahuan mereka mengambil dan membeli bahan tersebut karena harganya yang murah bahkan gratis karena hanya membayar biaya angkut saja. Perusahaan yang menimbun limbah di tanah-tanah desa seperti di jalan, areal kebun, bahkan bahan-bahan seperti tong yang masih berisi limbah B3 yang mudah meledak dibuang begitu saja di area rumah masyarakat. Limbah cair yang dihasilkan pabrik dibuang ke kebun dan dialirkan ke parit. Perusahaan tidak mengolah limbah secara tepat sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan gatal-gatal dan gangguan pernafasana (Azmi dkk, 2021).
PT. PRIA juga menyewa lahan milik warga yang berlokasi di tengah persawahan sebagai tempat pembakaran limbah medis pada tahun 2014-2015. Kesepakatan antar kedua pihak terkait pembersihan sisa hasil pembakaran di lahan tersebut nyatanya di langgar oleh perusahaan. Lahan yang sudah habis masa sewanya ditinggalkan begitu saja tanpa pengolahan lebih lanjut. Kondisi lahan tersebut kini bertekstur seperti gel dan terdapat sisa alat medis seperti suntik, infus, popok, dan lainnya yang masih utuh. Limbah medis tidak dikelola dengan baik, karena pihak pengelola tidak memiliki sertifikasi pengelolaan limbah B3.
Penanganan limbah B3 medis seharusnya dilakukan dengan melakukan penyemprotan disenfektan kemudian dihancurkan dengan  insinerator atau gelombang  mikro hingga menjadi debu. Debu atau residu tersebut kemudia dikemas dalam wadah tertutup untuk selanjutnya ditimbun sesuai konstruksi yang telah ditetapkan pada peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanna nomor P.56 tahun 2015 (Suhariono, 2020).
PT. PRIA menawarkan kepada warga untuk menimbun hasil olahan limbah di jalan menuju areal persawahan. Akibat ketidaktahuan warga, mereka menerima tawaran tersebut denga harapan akses jalan lebih mudah. Masyarakat diminta untuk melakukan iuran oleh pihak perusahaan guna pembangunan jalan dengan bahan tambahan semen pada urukan limbah B3, namun fasilitas tersebut tidak diselesaikan oleh PT. PRIA sehingga warga banyak yang menuntut. Tuntutan warga terjadi akibat akumulasi dari berbagai kerugia yang ditimbulkan. Masyarakat yang awalnya tidak mengetahui limbah B3 diberikan osialisasi oleh LSM ECOTON dan LBH Surabaya yang juga turut membantu akses pendidikan dan hukum sebagai bentuk advokasi (Sari, 2017).
Usaha masyarakat dengan didampingi Ecoton terus berlanjut, mereka melakukan pengajuan dengan bukti kuat kepada berbagai lembaga di tingkat desa, kabupaten provisis, KLHK, DPRD, dan sebagainya namun lagi-lagi mereka ditolak dan dipersulit dengan dalih bukti tidak kuat. Pihak PT. PRIA pun tentunya lebih berkuasa.. PT PRIA telah berhasil merekrut aktivis yang awalnya memulai advokasi dengan warga Lakardowo untuk menentang perusahaan, namun karena iming-iming jabatan dan gaji akhirnya aktivis tersebut justru berpihak pada perusahaan. Masyarakat terbagi menjadi pihak pro dan kontra, pihak pro yang mendukung PT PRIA diuntungkan dengan adanya lapnagan pekerjaan, namun disis lain masyarakat kontra sngata dirugikan dnegan adanya pencemaran (Putri, 2017).
Dampak buruk adanya pabrik PT. PRIA diantaranya yaitu kerusakan struktur tanah, pencemaran air tanah akibat buangan dan timbunan limbah, polusi udara akibat asap, Dampak buangan limbah pada areal persawahan juga berdampak pada kualitas tanaman budidaya yakni terlihat tidak segar serta dampak kesehatan serta ekonomi yang ditimbulkan dari pencemaran tersebut. Pencemaran air tanah menyebabkan masyarakat banyak yang terserang pgatal-gatal akibat penggunaannnya untuk fasilitas MCK. Kerugian ekonomi dari masalah tersebut yaitu masyarakat harus membeli air bersih untuk minum, memasak, mandi bagi balita, serta pengeluaran tambahan untuk berobat. Hasil uji laboratorium Dinas Lingkungan Hidup terhadap air tanah di Lakardowo yaitu tidak terkontaminasi limbah B3, perusahaan berdalih munculnya penyakit akibat pola hidup warga. Kenyatananya ketika LSM dan warga mengecek kondisi realita di lapang, tingkat keasmana air tanah sangat tinggi lebih dari 800 ppm..
Data KLHK menunjukkan adanya kontaminasi mangan, sulfat dan CaCO3 pada air tanah Lakardowo, namun Kesimpulan yang dipaparkan KLHK menyatakan bahwa tidak ada pencemaran, sehingga sangat kontradiktif. Hukum lingkungan yang dilanggar oleh PT PRIA seharusnya ditindak dan diusut hingga tuntas bukan malah memperkuat posisi mereka dengan izin perluasna usaha. Penegakan hukum perlu dilakukan mellaui negoisiasi, nasihat, penyelidikan, sanksi hingga pidana yang tercantum pada UU No 32 thaun 2009 tentang pelrindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, adapun pencemaran lingkungan tertuang pada pasal 13 ayat 1 UUPPLH. Kenyatannya sejak tahun 2010 hingga 2021 segala upaya mediasi dan penolakan belum memperoleh hasil yang baik (Effendi, 2020).
Komisi VII DPR RI melakukan rapat dengan KLHK dan PT. PRIA terkiat limbah B3 Lakardowo di Jakarta 08 Desember 2016. Rapat tersebut mmenghasilkan desakan DPR terhadap KLHK untuk melakukan audit lingkungan pada pengolahan limbah PT. PRIA dengan melibatkan warga Lakardowo. Kemudia DPR mendesak PT. PRIA untuk membersihkan tanah limbah timbunan di pemukiman warga. Satu tahu setelah itu tepatnya 12 Mei 2017. Wakil gubernur Jawa Timur memberikan bantuan biaya berobat dan air bersih. Hingga saat ini warga Lakardowo bersama para aktivis luar masih berusaha menuntut permasalahan tersebut. Teknik pengolahan perusahaan harus diperbaiki dan pengelolaan limbah yang sudah terlanjur tersebar di pemukiman harus ditarik kembali. Teknologi bioremediasi untuk mereduksi polutan dengan bantuan biologis akan lebih ramah lingkungan sehingga dapat diterapkan pada pabrik-pabrik pengolah limbah asalakan sesuai prosesdure yang benar (Waluyo, 2018).
Â
KESIMPULAN
Dampak buangan limbah beracun dan berbahaya (B3) oleh PT. PRIA di area pemukiman Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto sangatlah besar. Kerugian lingkungan mulai dari penemaran air tanah, polusi udara, kerugian area persawahan dan lainnya akan berdapak pada kesehatan dan turunnya perekonomian warga. Ancaman penyakit berbahaya dari limbah B3 perlu diperhatikan sesegera mungin, untuk mneghemnetikan aktivitas pembuangan limbah ke area bebas. Advokasi masyarakat yang semula tidak tahu akan bahaya limbah B3 sudah menunjukkan awal yang buruk. Perusahaan maupun pemerintah terkait yang memberikan izin harus melakukan sosialisasi kepada warga. Timbunan limbah yang sudah terlalu banyak dan semakin ditambah oleh perusahaan perlu tindakan hukum tegas dan pengusutan kasus agar warga tidak terus tertindas.
Â
DAFTAR PUSTAKA
Azmi, A., A. N. Alisa, Dan Fera Oktavia. 2021. Strategi Mobilisasi Gerakan Masyarakat Dalam Penutupan Industri Pengelolaan Limbah B3 Di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto. Neo Societal. 6(1) : 66-77.
Effendi, S. M. 2020. Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Sebagai Perlindungan Hak Asasi Manusia : Studi Kasus Pencemaran Lingkungan Desa Lkardowo, Kabupaten Mojokerto. Antologi Esai Hukum dan HAM. Malang : UMM.
Putri, E. 2017. Konflik Sosial Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun B3 Oleh Pabrik Pengolah Limbah B3 PT.Pria Mojokerto. Politik Muda. 6(1) : 79-84.
Riyanti. 2014. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Yoyakarta : Deepublisher.
Sari, D. K. 2017. Strategi Mobilisasi Gerakan Masyarakat Dalam Penutupan Industri Pengelolaan Limbah B3 Di Desa Lakardowo Kabupaten Mojokerto. Politik Indonesia. 2(1) : 127-134.
Suhariono. 2020. Manajemen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (LB3) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan/ Fayankes. Â Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Waluyo, L. 2018. Bioremediasi Limbah. Malang : UMM.
Watchdoc Documentary. 2021, 2 Juni. Lakardowo Mencari Keadilan. [video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=AaRscubMGmQ diakses pada tanggal 13 Juni 2021 pukul 04.00 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H