Mohon tunggu...
Constantine Francesco Mahendra
Constantine Francesco Mahendra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Manusia biasa yang berusaha untuk bertahan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Psikologi Transpersonal: Solusi dalam Menghadapi Fenomena FOMO pada Masyarakat Modern

25 Mei 2024   18:33 Diperbarui: 25 Mei 2024   18:44 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://eurotas.org/symbols-and-dreams-in-transpersonal-psychology/

Hingga saat ini, psikologi terus berkembang dan berinovasi mengikuti alur kehidupan manusia yang dinamis. Seperti ketika aliran psikologi eksperimental lahir pada tahun 1879, pada saat itu masyarakat Jerman sudah melek terhadap sains serta para kaum intelek Jerman sedang berfokus dalam mengkaji fisiologi eksperimental. Hal-hal yang berperan bagi kelahiran psikologi eksperimental tersebut dinamakan sebagai semangat zaman atau lebih lanjut dapat disebut sebagai zeitgeist. Zeitgeist pada dasarnya adalah apa yang menjadi perbincangan publik/tren dalam rentang suatu era tertentu.

Sama halnya dengan psikologi eksperimental, lahirnya psikologi transpersonal juga dipengaruhi oleh zeitgeist pada masanya. Psikologi transpersonal lahir secara formal di Amerika Serikat pada tahun 1967 ketika Association of Transpersonal Psychology (ATP) dibentuk oleh beberapa tokoh penting, yaitu Abraham Maslow, Anthony Sutich, Stanislav Grof, James Fadiman, Miles Vich, dan Sonya Margulies. Pada masa itu, dominasi masyarakat di Amerika Serikat adalah masyarakat yang materialistik. Mereka sangat "mendewakan" harta. Kesuksesan bagi mereka adalah ketika mereka memiliki segudang aset, menduduki posisi yang tinggi di pekerjaan mereka, dan lain sebagainya.

Prinsip hidup yang ada pada saat itu membuat segelintir masyarakat merasa tidak nyaman atas kehidupan yang dipenuhi oleh ambisi dan persaingan. Oleh karena itu, muncullah sebuah counterculture–gerakan oposisi yang muncul dengan tujuan melawan suatu budaya yang ada di dalam masyarakat–yang bernama Hippie. Hippie adalah sekelompok orang yang tidak setuju dengan gaya dan prinsip hidup masyarakat Amerika Serikat pada masa itu. Mereka lebih memilih gaya hidup yang bebas dan damai, tidak terikat pada apapun karena mereka menganggap bahwa aturan hanya akan menghalangi diri mereka untuk mencapai titik aktualisasi diri.

Hal tersebutlah yang menjadi zeitgeist dari lahirnya psikologi transpersonal. Psikologi transpersonal ingin menganalisis fenomena munculnya Hippie dan berfokus pada perilaku unik mereka yang ingin hidup secara bebas. Selama ini, aliran psikologi mainstream hanya berfokus pada perilaku manusia yang dapat dilihat secara nyata dan tertangkap oleh indera. Namun, lain halnya dengan psikologi transpersonal. Aliran ini justru berfokus pada pengalaman unik setiap individu, bahkan pengalaman-pengalaman yang bersifat spiritualis dan tak nampak oleh indera. Psikologi transpersonal menganggap bahwa pengalaman batin (mindfulness) yang tak nampak justru adalah pengalaman murni yang melampaui batas pikiran manusia sehingga dapat membuat manusia dapat lebih jauh mengenali dirinya sendiri. 

Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam psikologi transpersonal meliputi: 

1. Kebebasan

Psikologi transpersonal mengakui bahwa setiap manusia memiliki keunikannya tersendiri. Maka dari itu, aliran ini memvalidasi kebebasan bagi individu dalam berpikir dan berperilaku karena hal tersebutlah yang menjadi jembatan bagi diri mereka untuk mengalami pengalaman batiniah. 

2. Spiritualitas

Psikologi transpersonal berusaha memahami sisi mentalistik manusia yang tak nampak oleh indera dan berada di tingkat yang lebih tinggi. Hal tersebut mencakup seperti kepercayaan, bahkan hal-hal gaib, dan lain sebagainya. 

3. Aktualisasi diri

Melalui konsep mindfulness yang diusung oleh aliran ini, psikologi transpersonal mendukung pertumbuhan diri setiap individu dalam rangka mencapai titik aktualisasi diri mereka. 

https://dailybruin.com/2023/06/10/the-quad-bruins-discuss-navigating-fomo-amid-rise-of-social-media
https://dailybruin.com/2023/06/10/the-quad-bruins-discuss-navigating-fomo-amid-rise-of-social-media

Seperti yang kita ketahui, masyarakat masa kini telah mengalami banyak perubahan. Dimulai dari gaya hidup, kultur, hingga norma, semuanya telah berbeda. Namun, satu hal yang tidak berubah, yaitu sifat materialistik yang masih terus digaung-gaungkan. Bahkan, di masa sekarang, kita mengenal fenomena "FOMO" yang merupakan singkatan dari Fear Of Missing Out. FOMO adalah salah satu fenomena yang ada di masyarakat modern di mana mereka takut tertinggal oleh orang lain. Hal tersebut berdampak secara signifikan pada titik kepuasan individu. Dengan adanya fenomena ini, masyarakat semakin sulit untuk merasa puas akan apa yang mereka miliki. Hal tersebut membuat masyarakat terus-terusan bersaing hingga tak jarang membuat mereka kehilangan identitas dirinya sendiri. 

Identitas diri adalah hal yang krusial untuk dimiliki oleh setiap dari manusia. Ironinya, hal tersebut kurang mendapatkan perhatian di era masyarakat masa kini. Padahal, identitas diri adalah yang menjadikan antar individu unik. Bayangkan, seberapa jenuhnya dunia ini jika kita dipertontonkan hal-hal yang sama setiap harinya?

Maka dari itu, prinsip-prinsip yang terkandung di dalam psikologi transpersonal adalah jawaban atas masalah ini. Psikologi transpersonal ingin mengingatkan masyarakat modern akan beberapa hal, di antaranya: 

1. Berfokus pada diri sendiri

Menaruh atensi berlebihan pada hal-hal di luar diri kita hanya akan semakin memudarkan identitas diri yang kita miliki. Psikologi transpersonal ingin mengajak kita semua untuk berfokus terhadap apa yang kita miliki. 

2. Pertumbuhan diri

Seiring dengan proses berfokus pada diri sendiri, psikologi transpersonal juga ingin mengingatkan agar kita tidak lupa untuk mengembangkan potensi-potensi yang kita miliki agar dapat memaksimalkan kehidupan yang kita miliki. 

3. Mensyukuri kehidupan yang dimiliki

Psikologi transpersonal mengakui bahwa setiap manusia memiliki keunikannya sendiri. Jadi, untuk apa iri terhadap kehidupan orang lain? 

Pada dasarnya, FOMO hanyalah sebagian dari ketakutan yang kita miliki. Ketakutan-ketakutan tersebut harus kita hadapi dan lawan. Psikologi transpersonal dapat menjadi pondasi yang efektif dalam menghadapi fenomena tersebut. Let us say no to FOMO!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun