Mohon tunggu...
Okia Prawasti
Okia Prawasti Mohon Tunggu... Content Writer -

Interested in movies, lifestyle, fashion, popular news and complicated relationship.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takkan Terganti (Eps. 1)

18 September 2018   22:26 Diperbarui: 18 September 2018   22:32 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Do we really need a reason to come home? In my honest opinion, yes, we do. 'Pulang' adalah salah satu moment yang paling ditunggu sama semua orang. Sewaktu masih SD, aku girang banget kalau udah dengar bel pulang sekolah, pegawai kantoran juga kayaknya bahagia kalau udah di menit-menit terakhir menuju jam pulang kerja, dan tiap tahun, moment mudik atau pulang kampung pasti jadi hal yang sangat ditunggu-tunggu bagi orang-orang perantauan. 

Then ask them, they certainly have that reason to come home, nggak seperti aku yang sudah kehilangan alasan itu sejak lima tahun terakhir. But not today. Hari ini aku punya alasan kenapa aku berada di dalam taksi yang masih berusaha menembus kemacetan Jakarta siang itu, aku punya alasan kenapa aku membuat keputusan untuk meninggalkan skripsiku (yang sebenarnya sudah hampir menyentuh tanggal deadline), aku punya alasan kenapa aku memilih untuk bisa berada di kota ini, just for the next three days.

Alasannya cuma satu, rindu. Rindu itu perasaan yang sangat mendalam bukan? Rindu itu tumpukan perasaan-perasaan kangen yang kita rasakan tiap hari dan mesti tertahan karna jarak dan waktu. 

Rindu itu perasaan yang kuat, menurutku lebih kuat dari cinta, kalau aku cinta tapi tidak rindu, aku tidak akan repot-repot untuk pulang, tapi orang yang kurindukan pastilah orang yang kucintai.

Ya, aku merindukan seseorang. Namun, sudah sejauh ini pun jalan yang kutempuh untuk menggenapi kata 'pulang' itu, aku tau aku tidak akan bisa bertemu dengannya. Aku tau kalau hanya gundukan tanah dengan batu nisan yang tertancap di atasnyalah yang bisa kutemui nanti. Aku ingin datang menemuinya, membawakan bunga yang disukainya, bisa bersimpuh dan memanjatkan doa langsung di samping makamnya, lalu bisa kusentuh dan kucium batu nisannya. 

Aku hanya ingin merasa dekat dengannya, walaupun aku juga tidak tau apa makna dari kata 'dekat' yang kumaksud saat aku dan dia sudah terpisah bukan lagi karna jarak dan waktu tapi memang karna tempat yang 'berbeda', dan meskipun aku ikut mati bersamanya, belum tentu aku bisa bertemu dengannya di 'sana'.

So, here I am, finally, home. Nggak ada yang benar-benar berubah dari rumah ini, semuanya masih yang dulu. Tapi bagiku, saat dia tak lagi ada, rasanya udah beda, tak lagi sama. Aku disambut oleh Bi Imah. 

Dia sudah bekerja sebagai assisten rumah tangga sejak kami pindah ke rumah ini. Tapi bagiku Bi Imah lebih dari sekedar assisten rumah tangga, she is just like 'the real helper', tapi bukan dalam arti pembantu, melainkan 'penolong' dalam keluarga kami.

Aku menjabat dan mencium tangannya saat dia membukakan pintu rumah untukku. Bi Imah membalas dengan memelukku sebentar. Senyum dan tatapannya hangat, khas ibu-ibu lah. Her children must be happy to have a mom like her. Just like all children in this whole world who are proudly happy to have their own super mom, right?

"Capek nggak mas? Mau makan dulu?." ujarnya sambil berjalan memasuki rumah dan membantu menyeret-nyeret koperku yang mini.

Aku mengikuti Bi Imah yang berjalan ke arah dapur. Aku memilih berhenti di ruang makan dan duduk disitu. Lalu Bi Imah menghampiriku membawakan secangkir teh hangat.

"Makan ya mas, tadi bibik masak sup jamur mas"

Aku tertegun sesaat. When you're really sick for someone that you love deeply, this universe brings back every little thing about her which makes you more suffer to miss her. Aku lagi dilanda rindu nih bik, bibik malah bilang sup jamur lagi, aku jadi rindu sup jamur buatannya bik. 

Tadi juga di depan rumah aku liat bunga kertas bik, aku rindu bantuin dia menanam bunga kertas bik, ini bibik bikinin teh, aku juga rindu dibikinin teh sama dia bik.

God, I miss everything which is related to her.

"Nanti aja deh bik. Saya tadi udah makan di pesawat. Nanti aja tunggu Diffin pulang. Saya mau istirahat dulu aja deh bik. Ini tehnya saya bawa ke atas ya bik." jawabku akhirnya.

"Ohh iya mas. Tapi mas Diffin pulangnya sore mas, jam empat atau setengah lima baru sampe rumah."

Aku hanya mengangguk. "kalo bibik jam berapa pulangnya?"

"Bibik nunggu mas Diffin pulang, baru bibik minta dijeput sama anak bibik mas."

Aku hanya tersenyum dan mengangguk lagi, lalu pergi menyusuri anak tangga.

Kamarku berbau sepi, sepertinya memang tidak ada aktivitas apapun yang terjadi di sini saat aku nggak berada di rumah ini, kecuali aktivitas bersih-bersihnya Bi Imah. Aku langsung merebahkan badanku di atas kasur, dan memejamkan mata walaupun tidak mengantuk. Siapa tau bisa tertidur, siapa tau bisa mimpiin dia.

See? Serindu itu ya Def? bahkan mimpimu pun ingin tentangnya.

(Baca juga: Handphone Baru)

"Apa kabar Def?" sapanya ketika dia melihatku mendekat. Aku sempat terpaku, kira-kira dua sampai tiga detik sebelum akhirnya menjawab pertanyaannya. Well, this is not a dream because I'm not asleep. Lima belas menit setelah mencoba untuk tidur, Bi Imah memanggilku dan berkata kalau perempuan ini sudah menungguku.

"Gue.. baik" Crap. Datar banget jawabanku.

Sambil tersenyum, kemudian dia mengulurkan tangannya untuk menjabat tanganku. Aku menyalam tangannya yang lembut, mengikuti tradisi orang Indonesia bila sudah lama tak berjumpa.

"Kemaren Diffin bilang kalau lo hari ini bakal nyampe Jakarta. Dia bilang lo mau ziarah. So, I come here just to say 'hi'. How was the flight?"

Namanya Alina Wiradhiarto, my puppy love. Aku kenal Alina sejak 12 tahun yang lalu, saat keluargaku baru saja pindah ke komplek perumahan ini.

"It was good, I think" Shit. Why I can't light up this awkward moment?

Alina menanggapi jawabanku dengan tersenyum. "lo mau ziarah sekarang? Kalo mau biar gue temenin, kita bisa pake mobil mamaku."

Karena hari itu aku sedang rindu, tanpa banyak bicara, aku mengangguk mau.

Rumah Alina tepat di depan rumahku. Sewaktu pindah kesini, ayahku masih bingung memilih sekolah baru untukku. Akhirnya setelah bertemu dan berkenalan dengan keluarga Alina yang lebih dulu tinggal di komplek ini, Ayahku menyekolahkanku di sekolahnya Alina, alasannya biar aku langsung punya teman, dan akhirnya kami jadi berteman dekat karena sampai SMA, kami bersekolah di sekolah yang sama. Namun sekarang aku nggak yakin, apakah kami masih berteman dekat?

 "Gue aja yang nyetir ya Def. siapa tau lo masih capek-capek jetlag, karena ntar kita mampir ke pasar dulu kan mau beli bunga."

Aku hanya mengangguk setuju dan menuruti maunya dia. Alina, dia nggak berubah sama sekali, sikapnya, cara dia memperlakukanku, caranya berbicara denganku, nggak ada yang beda, padahal I've changed so much, haven't I? Sejak lima tahun yang lalu, aku lupa caranya berteman dengan Alina dan aku nggak ngerti cara bersosialisasi dengan orang-orang baru.

All I know, I lost her and I lost my self. But still, thank God, I am not losing my mind. 

"Kita parkir disini aja ya Def, kalo parkir tepat di depan toko bunganya sempit banget sampe makan badan jalan, males gue kalo jadinya macet."

Alina memarkirkan mobilnya di sebuah lahan kosong, nggak jauh dari toko bunga yang ia maksud. Aku (lagi-lagi) hanya mengangguk setuju.

Alina melepas seatbeltnya, bersiap-siap untuk keluar dari mobil "gue aja yang beli bunganya, lo tunggu sini aja."

Gue ngangguk-ngangguk lagi, lo kenapa sih Def? bisanya cuma ngangguk doang dari tadi?

"Al, Krisan ya Al..!" gue berseru saat Alina mencoba menutup pintu mobil.

"Hah!? Apa lo bilang Def??" tanyanya sambil membuka kembali pintu mobil.

"The flower that she liked......, it was...Chrysanths."

Alina cuma tersenyum sebentar setelah aku menyebutkan nama bunganya. "Ya, I know Def, I remember, there's nothing about you I want to forget"

(To Be Continue)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun