Mohon tunggu...
Muhamad Karim
Muhamad Karim Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang Akademisi

Bidang Keahlian saya Kelautan dan perikanan, ekologi, ekonomi politik sumber daya alam.

Selanjutnya

Tutup

Money

Pilar Menuju Negara Maritim

3 Januari 2020   09:14 Diperbarui: 3 Januari 2020   09:16 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Jika perampasan laut dan sumber dayanya dibiarkan terus-menerus, berpotensi menimbulkan tragedy of common yang masif. Organisasi PBB pun lewat Sustainable Development Goals telah menetapkan target 14 yaitu menjaga ekosistem laut. Dua program prioritasnya yaitu (i) konservasi ekosistem dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, dan (ii) pengelolaan pelabuhan.

Kedua, infarstruktur maritim. Kini pemerintah amat giat membangun infrastruktur termasuk bidang  kemaritiman berupa kapal tol laut, pelabuhan, dan tatakelolanya. 

Tujuannya, memperlancar dan  meningkatkan konektivitas antar wilayah di Indonesia yang sebagian besar  disatukan oleh lautan. Infrastruktur maritim utamanya kapal pengangkut barang/jasa dan manusia memang amat dibutuhkan di Indonesia terutama di wilayah timurnya yang sebagian teritorialnya lautan dan pulau-pulau kecil. Pemerintah memang semenjak tahun 2014 sudah membangun sarana/prasarana transportasi laut lewat kapal tol laut, akan tetapi belum sepenuhnya optimal. 

Utamanya pengangkutan barang dan jasa yang disinyalir masih relatif mahal, kasus di Maluku. Meski demikian, program ini patut diancungin jempol karena setidaknya telah memperbaiki problem konektivitas dan distribusi barang/jasa yang jadi keluhan masyarakat selama ini. Dengan katalain kesenjangan antar wilayah dapat teratasi. 

Sayangnya, pemerintah masih abai soal membangun bioinfrastruktur pesisir dan pulau kecil. Pemerintah mestinya merehabilitasi ekosistem pesisir yang rusak dan mereklamasi pasca tambang di pulau-pulau kecil seperti Kepulauan Riau.

Ketiga, sumber daya manusia maritim (SDMM). Selama kurun waktu 2014-2019, SDMM jadi problem krusial dalam PMD. Kita berambisi jadi PMD, akan tetapi SDMM dan infrastrukturnya masih jauh panggang dari api memadai. Pemerintah pun minim mengembangkan infrastruktur pengembangan SDMM dari level PAUD hingga perguruan tinggi. 

Di level pendidikan tinggi dalam lima tahun terakhir, pemerintah tak membangun universitas  berbasis kemaritiman. Pemerintah masih mengandalkan perguruan tinggi yang telah memiliki fakultas perikanan dan ilmu kelautan maupun teknik kelautan. Di level pendidkan menengah atas, Sekolah Menengah Kejuruan Maritim masih relatif minim. Ditambah lagi, kurikulum kemaritiman belum masuk dalam sistem pendidikan nasional semenjak PAUD hingga pendidikan tinggi. 

Kurikulum kemaritiman bukan sekedar bicara soal teknologi dan manajemen perikanan dalam kelautan. Melainkan juga budaya maritim, sejarah maritim dan kepemimpinan maritim. Cukupkah wajah SDMM kita demikian lalu bermimpi jadi PMD? Mestinya lebih dari itu.

Keempat, kelembagaan. Kelembagaan kemaritiman Indonesia masih semrawut.  Padahal  Indonesia telah memiliki peraturan-perundangan yang memadai yaitu Undang-Undang (UU) No 45/2009 tentang Perikanan, UU N0 27/2007 dan revisinya UU No 1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), UU No 32/2014 tentang Kelautan,  UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. 

Sayangnya masih beraroma sektoral dan lemah koordinasi meskipun sudah ada Kementerian Koordinator Kemaritiman sejak 2014. Indonesia juga telah mempunyai dokumen Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI) yang dikukuhkan lewat Peraturan Presiden No 16/2017). 

Secara organisasi ada Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Koodinator Maritim. Artinya secara aransemen kelembagaan dan tatakelolanya sudah relatif cukup. Lantas  mengapa PMD terkesan jalan di tempat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun