Mohon tunggu...
Muhamad Karim
Muhamad Karim Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang Akademisi

Bidang Keahlian saya Kelautan dan perikanan, ekologi, ekonomi politik sumber daya alam.

Selanjutnya

Tutup

Money

Trilogi Ekonomi Kepulauan

17 Oktober 2019   04:49 Diperbarui: 17 Oktober 2019   04:59 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivitas ini telah diterapkan China. Lewat jalur sutra maritimnya, ia membangun ekonomi maritimnya berbasiskan pelabuhan, kota pantai dan transporrasi laut. Simaklah, kota-kota Shanghai, Shenzhen, Qingdao, Tianjin, Guangzhou, Xiamen, Ningbo, dan Dalian. Mereka memiliki  50 pelabuhan kontainer terbesar dunia berkapasitas lebih 100 juta ton per tahun. Pelabuhannya itu jadi sentral pengiriman batu bara, bijih besi impor, dan gandum. Tak hanya sampai di situ. Ia pun memperluas hegemoni maritimnya berbasis pelabuhan- hingga Afrika. Tujuannya, supaya kapal-kapal kargo dan kontainernya  berkapasitas raksasa menguasai lalu lintas barang dan jasa di seluruh belahan dunia.  Kita mesti bercermin dari China untuk menguasai kejayaan maritim hingga 2030. Kita juga dapat membangun kota-kota pantai di wilayah timur Indonesia berbasis pelabuhan hub dan industi perkapalan. Pembangunan ini pasti beririsan dengan jalur sutra maritimnya China.  Indonesia tak perlu khawatir karena memiliki wilayah strategis sebagai pusat gravitasi ekonomi maritim. Diantaranya, Makassar, Balikpapan, Morotai, Biak, Lombok, Bitung dan Sorong. Mungkinkah Indonesia mampu merealisasikannya?

Ketiga, penyusunan peta jalan trilogi ekonomi maritim berbasiskan geografi, dan geokonomi. Peta jalanya dikembangkan berbasiskan wilayah dan sumber daya ekonomi kepulauan. Di dalamnya memetahkan wilayah-wilayah untuk membangun kota pantai strategis, pelabuhan dan sumber daya potensialnya. Di wilayah barat Indonesia mengembangkan kota dan pelabuhan Sabang dengan basis ekonomi perkebunan. Di wilayah tengah mengembangkan kota dan pelabuhan Bitung berbasis kelautan maupun perikanan. Di wilayah timur mengembangkan kota dan pelabuhan Sorong dan Raja Ampat berbasiskan wisata bahari. Semua ini sebagai ilustrasi. Lainnya bisa dikembangkan berbasiskan ekonomi teluk dan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).

Keempat, membutuhkan kepemimpinan bervisi dan berbudaya maritim. Kepemimpinan ini dicirikan: visi outward looking, egaliter, berjiwa social enterprenership, menghargai keragaman, religius magis dan berani mengambil resiko.  Ciri ini merupakan jelmaan dan transformasi pola relasional dan pembagian tanggungjawab dalam pelayaran kapal tradisional Pinisi etnis Bugis-Makassar di masa silam. Model kepemimpinan maritim yang sangat tunduk pada hukum. Dalam masyarakat maritim Bugis-Makassar tunduk pada hukum laut Amanna Gappa. 

Pengembangan triologi ekonomi kepulauan ini tak hanya menggerakkan kemajuan ekonomi nasional dan daerah berbasis kepulauan. Melainkan juga mengatasi ketimpangan antar wilayah kepulauan, antar sektor ekonomi di tingkat lokal dan global berbasis maritim yang terintegrasi dengan daratan/terestrial. Pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja dan bisnis rintisan baru berbasis ekonomi kepulauan. Apakah gagasan ini dapat diimplementasikan?  Kita tunggu langkah pemerintah  Jokowi -- Ma'aruf Amin di masa datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun