Mohon tunggu...
Muhamad Karim
Muhamad Karim Mohon Tunggu... Dosen - Saya seorang Akademisi

Bidang Keahlian saya Kelautan dan perikanan, ekologi, ekonomi politik sumber daya alam.

Selanjutnya

Tutup

Money

Trilogi Ekonomi Kepulauan

17 Oktober 2019   04:49 Diperbarui: 17 Oktober 2019   04:59 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

TRILOGI EKONOMI KEPULAUAN 

Oleh: Muhamad Karim

Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim/

Dosen Universitas Trilogi Jakarta

Tanggal 20 Oktober 2019, Presiden dan Wakil Presiden terpilih hasil Pemilu 2019, Jokowi-Ma'aruf Amin akan dilantik. Mereka mesti melanjutkan visi poros maritim dunia (PMD) yang dicanangkan periode 2014-2019. Jangan sampai kandas di tengah jalan. Mereka juga mesti mengembangkan strategi yang tepat dikaitkan dengan era industri 4.0. Pasalnya tataran implementasinya sangat berkaitan dengan posisi geografi dan geopolitik kepulauan Indonesia. Nantinya, bakal memengaruhi dinamika ekonomi lokal yang berimplikasi secara nasional, regional hingga global.  Mengapa?  Diperkirakan 2030 posisi ekonomi kelautan berperan dalam percaturan perekonomian dunia. Laporan OECD 2016 meliris bahwa ekonomi maritim dunia bakal berkembang dua kali lipat (USD 3 triliun) pada tahun 2030. Indonesia memanfaatkan momentum ini agar agar berkontribusi bagi perekonomian nasional. Pasalnya potensi ekonomi kepulauan beserta sumber daya alamnya jadi modal utama buat bertransformasi menjadi kekuatan gravitasi ekonomi dunia berbasis maritim.

Ekonomi Kepulauan

Secara geopolitik dan geoekonomi, trilogi ekonomi kepulauan mencakup tiga hal utama: kota pantai dan areal bisnisnya, kepelabuhanan dan transportasi laut (pelayaran) antar pulau. Pertama, sekitar 300 kabupaten/kota di Indonesia berlokasi di kepulauan dan wilayah pesisir. Kondisi ini mengisyaratkan potensi kekuataan ekonomi kepulauan berbasis maritim.  Mau tak mau di masa kota-kota pantai tersebut mesti mengadaptasikan dirinya dengan penggunaan teknologi digital. Kini, di dunia berkembang pesat konsep smart coastal city. Kota yang menggunakan teknologi digital dan ramah lingkungan. Mengapa demikian? Praktis kota -- kota pesisir Indonesia mesti bakal beradaptasi dengan kemajuan ini agar menjadi pusat aktivitas bisnis dan perdagangan antar pulau dan interseluler. Apalagi kota-kota tersebut memiliki komoditas strategis yang ikonik. 

Kedua, berkembangnya pelabuhan bertaraf hub internasional. Pelabuhan ini mesti menerapkan teknologi digital dalam manajemennya. Pelabuhan ini bakal menjamin arus lalulintas barang dan jasa yang diangkut kapal laut, lebih cepat, mudah dan efisien. Sejak tahun 2015, pemerintah telah membangun kapal tol laut. Kapal ini dapat mengangkut barang, pelayanan jasa dan manusia. Berkembangnya pelabuhan bertaraf internasional dan terstandarisasi bakal mendorong perkembangan pusat bisnis, industri jasa, dan permukiman.

Ketiga, tersedianya transportasi laut dari berbagai ukuran yang memadai dengan pelayanan prima berbasis digital. Jenisnya mulai  kapal penumpang, kargo, kontainer hingga perintis. Ketersediannya bakal mempercepat mobilitas manusia, barang dan jasa antar pulau maupun internasional. Inilah nilai geopolitik dan geostrategisnya. Transportasi laut bakal menyatuhkan pulau-pulau besar maupun kecil lewat aktivitasnya. Makanya, memperkuat transportasi laut sama nilainya dengan menjaga  eksistensi negara.

Dorongan Ekonomi

Mendorong trilogi ekonomi kepulauan ini membutuhkan, pertama, komoditas strategis yang bersifat ikonik dari suatu daerah. Misalnya, pulau Komodo, NTT sudah menjadi ikon wisata internasional. Begitu pula Raja Ampat, di Papua Barat. Dulu pulau Run di Maluku Utara jadi ikon rempah-rempah, hingga Belanda mau menukarnya dengan Manhattan di Amerika Serikat. Madura sebagai pulau garam sudah ikonik sejak zaman Majapahit. Tinggal bagaimana teknologi pergaraman yang terbaik dintroduksikan dan dikuasai rakyat hingga meningkatkan produktivitas dan efisiensinya. Kedua, akses teknologi informasi berbasis digital dapat memperlancar arus informasi dan menjamin dinamika pasar. Ia berperan sebagai instrumen pendukung dan mengurang asimetri informasi. Pada gilirannya, masyarakat bakal melek dan mudah mengakses pasar, harga, dalam mengelola  aktivitas ekonominya secara mikro. Pada tataran makro-struktural bakal berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan regional.  Imbasnya, perputaran ekonomi nasional dan antar daerah bakal berkembang pesat. Nantinya, tercipta gravitasi ekonomi nasional berbasis kemaritiman. Dinamikanya bergerak dari level lokal (daerah), nasional, regional hingga global.

Aktivitas ini telah diterapkan China. Lewat jalur sutra maritimnya, ia membangun ekonomi maritimnya berbasiskan pelabuhan, kota pantai dan transporrasi laut. Simaklah, kota-kota Shanghai, Shenzhen, Qingdao, Tianjin, Guangzhou, Xiamen, Ningbo, dan Dalian. Mereka memiliki  50 pelabuhan kontainer terbesar dunia berkapasitas lebih 100 juta ton per tahun. Pelabuhannya itu jadi sentral pengiriman batu bara, bijih besi impor, dan gandum. Tak hanya sampai di situ. Ia pun memperluas hegemoni maritimnya berbasis pelabuhan- hingga Afrika. Tujuannya, supaya kapal-kapal kargo dan kontainernya  berkapasitas raksasa menguasai lalu lintas barang dan jasa di seluruh belahan dunia.  Kita mesti bercermin dari China untuk menguasai kejayaan maritim hingga 2030. Kita juga dapat membangun kota-kota pantai di wilayah timur Indonesia berbasis pelabuhan hub dan industi perkapalan. Pembangunan ini pasti beririsan dengan jalur sutra maritimnya China.  Indonesia tak perlu khawatir karena memiliki wilayah strategis sebagai pusat gravitasi ekonomi maritim. Diantaranya, Makassar, Balikpapan, Morotai, Biak, Lombok, Bitung dan Sorong. Mungkinkah Indonesia mampu merealisasikannya?

Ketiga, penyusunan peta jalan trilogi ekonomi maritim berbasiskan geografi, dan geokonomi. Peta jalanya dikembangkan berbasiskan wilayah dan sumber daya ekonomi kepulauan. Di dalamnya memetahkan wilayah-wilayah untuk membangun kota pantai strategis, pelabuhan dan sumber daya potensialnya. Di wilayah barat Indonesia mengembangkan kota dan pelabuhan Sabang dengan basis ekonomi perkebunan. Di wilayah tengah mengembangkan kota dan pelabuhan Bitung berbasis kelautan maupun perikanan. Di wilayah timur mengembangkan kota dan pelabuhan Sorong dan Raja Ampat berbasiskan wisata bahari. Semua ini sebagai ilustrasi. Lainnya bisa dikembangkan berbasiskan ekonomi teluk dan alur laut kepulauan Indonesia (ALKI).

Keempat, membutuhkan kepemimpinan bervisi dan berbudaya maritim. Kepemimpinan ini dicirikan: visi outward looking, egaliter, berjiwa social enterprenership, menghargai keragaman, religius magis dan berani mengambil resiko.  Ciri ini merupakan jelmaan dan transformasi pola relasional dan pembagian tanggungjawab dalam pelayaran kapal tradisional Pinisi etnis Bugis-Makassar di masa silam. Model kepemimpinan maritim yang sangat tunduk pada hukum. Dalam masyarakat maritim Bugis-Makassar tunduk pada hukum laut Amanna Gappa. 

Pengembangan triologi ekonomi kepulauan ini tak hanya menggerakkan kemajuan ekonomi nasional dan daerah berbasis kepulauan. Melainkan juga mengatasi ketimpangan antar wilayah kepulauan, antar sektor ekonomi di tingkat lokal dan global berbasis maritim yang terintegrasi dengan daratan/terestrial. Pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja dan bisnis rintisan baru berbasis ekonomi kepulauan. Apakah gagasan ini dapat diimplementasikan?  Kita tunggu langkah pemerintah  Jokowi -- Ma'aruf Amin di masa datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun