Â
    Ekonomi politik internasional merupakan salah satu fokus kajian dalam ilmu sosial humaniora. Sejalan dengan namanya, fokus kajian ini merupakan persinggungan antara ilmu ekonomi dengan ilmu politik (Hallerberg et al, 2019). Secara definitif, ekonomi politik internasional merupakan ilmu kompleks yang menyelami hubungan dari pemerintahan dan hukum dengan perdagangan serta produksi. Disamping itu, menurut Oatley, ekonomi politik internasional juga didefinisikan sebagai rivalitas politik dalam bursa ekonomi global yang mana hal tersebut dapat membentuk terjadinya evolusi ekonomi secara global.
    Ekonomi politik internasional menjabarkan suatu kepentingan politik yang disampaikan kepada pemerintah melalui suatu kebijakan ekonomi tertentu, yang utamanya disampaikan pakar ekonom. Hal tersebut secara sederhana menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sangat kental dipengaruhi oleh interaksi antar proses politik dengan kepentingan perekonomian (pasar). Tidak hanya itu, mengacu pada Oatley, kajian yang kompleks ini juga menjabarkan mengenai sistem pembangunan perekonomian, sistem moneter internasional, sistem perdagangan internasional, serta mengenai multinational corporations.Â
   Secara historis, ekonomi politik internasional sudah lahir sejak awal mencuatnya teori ekonomi. Akan tetapi, kehadiran ini baru diminati,berkembang, serta dikaji masyarakat pada tahun 1970-an (Ghosh, 2024). Gagasan pertama yang melandasi hadirnya ekonomi politik masih diperdebatkan. Terdapat sekumpulan orang yang berkata bahwa Sir William Petty, Adam Smith, ataupun Jevons yang mempelopori berkembangnya kajian ekonomi politik. Tidak hanya itu, peristiwa The Great Depression serta runtuhnya usaha Amerika Serikat dengan Sistem Bretton Woods juga meningkatkan minat masyarakat terutama ilmuwan terhadap ekonomi politik (Ghosh, 2024). Ketidakjelasan regulasi sistem moneter Bretton Woods ini mendorong eksplorasi pengetahuan lebih mendalam mengenai ekonomi politik disertai upaya mencapai New International Economic Order.
    Dalam perkembangan klasik, terdapat kacamata Mercantilism yang dapat digunakan untuk meninjau ekonomi politik internasional. kacamata ini digambarkan sebagai bentuk dari realisme yang berusaha memaksimalkan kekuatan dan kekuasaan relatif dalam perekonomian dunia di antara rivalitas berbagai negara (Ghosh, 2024). Mercantilism merupakan upaya menitikberatkan swasembada dengan cara mengumpulkan sumber daya dan kekayaan melalui neraca perdagangan yang menguntungkan. Perolehan untungnya neraca perdagangan tersebut dimaksudkan kepada kegiatan ekonomi yang profit tertingginya selalu pada negara host (metropolitan), bukan pada negara koloni.Â
Target MercantlismÂ
    Tujuan awal teori ini yaitu untuk memperoleh "Gold" dari semboyan "Gold, Glory, Gospel" yang secara sederhana untuk meningkatkan kekayaan negara. Ditambah lagi, Mercantilism juga bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan negara host dan mengorbankan kekuatan negara saingannya maupun koloni dengan regulasi proteksi bagi negara host, yang mana hal ini tentu menandakan adanya absolutisme politik dalam mitra ekonominya (Ghosh, 2024). Teori yang kerap digunakan pada abad 16 hingga 18 ini pemikiran imperialisme dengan menaklukkan dan meraup berbagai sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan negara host. Selain itu, Mercantilism juga menjadi wadahnya permainan Zero-Sum, yang mana tentu keuntungan negara koloni tersebut dapat dikatakan sedikit (nol), bahkan hanya semakin defisit.Â
Dampak Mercantilism
    Kehadiran Mercantilism ini tentu memiliki cukup banyak dampak negatif. Pertama, semakin sulitnya kondisi koloni. Sebagai negara yang dihisap habis sumber daya alamnya oleh negara host, tentu kondisi sumber daya alam di negara koloni ini akan semakin berkurang, yang mana akan membahayakan keberlangsungan negara koloni pada masa depan. Kedua, tetap tidak terisinya dompet negara koloni. Hal ini dimaksudkan kepada keuntungan yang diperoleh negara koloni, yang mana berhubungan dengan dampak negatif poin pertama. Selain sumber daya yang dihisap, perolehan keuntungan yang diterima negara koloni dari negara host juga dapat dikatakan sangat sedikit. Bahkan, dalam hal ini juga dapat secara relatif menjadi nol. Hal tersebut tentu membuat negara koloni mengalami penderitaan layaknya kerja rodi.Â
    Kendatipun banyak dampak negatif yang dialami negara koloni, masih terdapat dampak positif dari Mercantilism. Pertama, pasar yang terjamin. Dengan mengetahui kepastian bahwa negara host akan memerlukan sumber daya dari negara koloni dan negara hist juga mengetahui bahwa kebutuhannya dapat dipenuhi negara koloni, tentu hal ini dapat membuat efisiensi yang mana kedua negara tersebut tidak perlu bersusah payah untuk mencari pasar. Kedua, terlindunginya dari persaingan. Berhubungan dengan poin sebelumya, hal ini mengacu pada saling mengetahuinya negara host dan koloni sebagai mitra ekonomi. Dengan tiap negara host memiliki koloni nya masing-masing, tentu hal ini menghindarkan dari adanya persaingan dalam bermitra ekonomi.
Bentuk Mercantilism pada saat ini
    Pada masa kini, Mercantilism sebagai bentuk realis dari ekonomi politik internasional ini tetap digunakan. Tetapi penggunaannya bukan mengacu pada imperialisme, melainkan pada kebijakan yang diterapkan beberapa negara. Kebijakan tersebut yaitu kebijakan proteksi perusahaan domestik dengan berbagai alat kebijakan seperti subsidi industri dalam negeri, tarif barang yang masuk, serta pembatasan jumlah barang yang masuk. Sehingga, penerapan salah satu bentuk teori realis ini berpotensi mendorong adanya swasembada.Â
Kesimpulan
    Ekonomi politik internasional merupakan salah satu fokus kajian sosial humaniora yang menyinggung ilmu ekonomi dengan ilmu politik. Secara definitif, ekonomi politik internasional merupakan ilmu kompleks yang menyelami hubungan pemerintah dan hukum dengan perdagangan dan produksi. Menurut Oatley, fokus kajian ini juga dapat ditinjau dari rivalitas politik dalam bursa ekonomi global yang mampu membentuk evolusi ekonomi global. Dalam perkembangannya, ekonomi politik internasional dapat dilihat melalui kacamata Mercantilism. Kacamata ini digambarkan sebagai bentuk realisme ekonomi politik internasional, yang mana didasarkan usaha memaksimalkan kekuatan dan kekuasaan relatif dalam perekonomian dunia di antara rivalitas berbagai negara. Tujuan awal dari teori ini ialah untuk meningkatkan kekayaan negara dan swasembada.  Mercantilism berlangsung dengan adanya host country yang memiliki koloni melalui mitra dagang. Kemudian host country memiliki "kendali" atas koloni,  yang mana koloni akan mengirimkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan host country. Dampak buruk dari adanya Mercantilism ini dialami oleh negara koloni yang mana sumber dayanya habis diraup oleh negara host, sementara keuntungan yang diperoleh oleh negara koloni tersebut tetap tidak sebanding dengan sumber daya alam yang dikeluarkannya. Kendatipun demikian, terdapat dampak positif dari Mercantilism ini yang mana pasar yang terjamin dan tidak adanya persaingan. Pada zaman sekarang, bentuk realis dari ekonomi politik internasional ini masih tetap ada. Akan tetapi bukan dalam bentuk imperialisme, melainkan dalam bentuk kebijakan atau peraturan yang diadopsi beberapa negara. Kebijakan tersebut seperti kebijakan proteksi perusahaan domestik, pembatasan jumlah barang yang masuk dengan alat seperti tarif. Dengan demikian, tentu swasembada yang diharapkan dari Mercantilism ini dapat tercapai melalui hal tersebut.Â
Referensi
    Ghosh, P. (2024). International Political Economy: Contexts, Issues, and Challenges. New York: Routledge.
    Hallerberg, M. Kucik, J. Mukherjee, B. (2019). Principles of International Political Economy. Oxford: Oxford University Press.Â
    Materi Mata Kuliah Ekonomi Politik Internasional yang Diampu Bapak Adhitya Wardhono, S.E., M.Si., M.Sc., Ph.D.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI