Mohon tunggu...
Candika Putra Purba
Candika Putra Purba Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pengajar Bahasa Indonesia

Senang membaca karya fiksi Senang mendengarkan musik Senang dengan dunia fotografi Berjuang untuk menjadi manusia yang berguna 24 Tahun Guru SMP

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Berada di Tahap yang Membingungkan

26 Desember 2021   10:22 Diperbarui: 26 Desember 2021   10:30 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, saya sudah berumur 22 tahun. Tentunya, dengan umur demikian, saya tidak dapat dikategorikan sebagai remaja lagi, melainkan dewasa. 

Namun, tampaknya kata "Dewasa" tidak sesingkat dan sesederhana seperti apa yang dahulu saya pikirkan ketika remaja. Ini ternyata lebih rumit. Tidak hanya artinya, namun aplikasi dari "Dewasa" juga rumit. 

Saya tidak tahu apakah hal ini akan terus berlanjut atau memudar seiring berjalannya waktu, namun yang hendak saya katakan adalah bahwa saya berada di masa yang membingungkan.

Usia 22 tahun tentunya mengajarkan saya banyak hal. Beberapa hal yang dahulu saya anggap rumit, sekarang sudah semakin mudah untuk dilakukan. Berbagai hal yang dahulu saya pikir rumit, ternyata sekarang semakin sederhana. Dan masih banyak hal lain yang berubah. 

Setelah saya mencoba melihat beberapa hal dari perubahan diri saya, saya melihat bahwa perubahan "pola pikir" adalah salah satu perubahan yang memberikan dampak. 

Pola pikir saya yang selalu berusaha untuk "tidak merumitkan sebuah hal" mengajarkan saya untuk tidak over berpikir. 

Ketika sebuah masalah terjadi, saya selalu berusaha memandangnya dari hal yang paling sederhana (walaupun belum konsisten), tujuannya adalah agar saya tidak terlalu pusing dengan hal tersebut.

Namun, tampaknya hal tersebut tidak secara mulus mempermudah hidup saya. Akhir-akhir ini, saya sering memikirkan prinsip bahwa "setiap hal punya kelebihan dan kelemahan" saya menganggap hidup dan pola pikir saya juga demikian. 

Ketika pola pikir saya, yang saya anggap semakin memudahkan hidup saya, ternyata tantangan yang ada di hidup saya yang juga semakin rumit. Pergumulan yang setiap hari saya hadapi berbeda, lebih sulit, lebih abstrak, lebih tidak terselesaikan.

Dalam usia ini, ada berbagai permasalahan dan pergumulan yang kerap saya pikirkan. Pergumulan tentang sosial dan tentang jati diri. Seperti banyak meme yang ditayangkan dalam sosial media yang mengatakan bahwa semakin kita dewasa, lingkaran pertemanan kita juga semakin kecil, ternyata saya juga merasakan hal tersebut. 

Semakin dewasa, semakin saya masuk ke dalam komunitas pekerjaan, saya merasa bahwa lingkaran pertemanan saya semakin kecil. 

Ketika kuliah, saya masih bisa berteman dengan orang-orang dari fakultas dan jurusan yang berbeda. Berteman dengan mahasiswa dari kampus yang berbeda. 

Namun, sekarang dalam konteks pekerjaan, pertemanan saya hanya terlatih dalam lingkungan pekerjaan. Orang-orang yang saya temui juga hanya orang-orang yang sama.

Awalnya keadaan ini tidak berpengaruh banyak. Tetapi, semakin sering saya berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama, saya merasakan kejenuhan. 

Saya jenuh berteman dan berinteraksi dengan orang-orang yang sama. Apalagi, jika rekan tersebut tidak memiliki kepribadian yang seirama dengan saya, tentu hal tersebut akan membuat saya semakin jenuh. 

Selain itu, kondisi seperti ini mempengaruhi kemampuan saya dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang-orang yang baru. 

Tentunya, permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang berat. Saya paham juga bahwa saya harus menyelesaikannya dan saya tahu pasti ada penyelesaian untuk persoalan demikian. 

Tetapi, saya belum tahu kapan waktu yang tepat untuk menyelesaikannya. Untuk sekarang, saya cukup bergumul, kemudian memikirkan penyelesaian yang paling tepat.

Pergumulan tentang diri sendiri. Ini pergumulan yang sudah lama saya coba jelajahi. Saya mengerti bahwa "Mengenal diri sendiri" adalah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan ini. 

Namun, hal yang penting itu tidak mudah di dapatkan. Saya kesulitan menemukan jati diri saya. 

Ketika saya mulai untuk mencari tahu siapa diri saya, saya meragukan jawabannya. Saya takut, jawaban saya adalah jawaban yang salah. Sehingga, karena ketakutan itu, saya melupakannya. 

Hal tersebut tidak hanya berulang sekali, namun berkali-kali. Tentu, seperti pergumulan yang pertama, pergumulan ini juga akan memiliki penyelesaian. Hanya saja, saya tidak tahu kapan penyelesaian tersebut akan datang. Dalam pergumulan ini, saya juga akan belajar untuk memikirkan masalahnya, memikirkan penyelesaian terbaik yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun