Pada usia kurang dari 18 tahun, kemampuan analisis anak belum berkembang maksimal. Hanya kemampuan emosi yang berkembang. Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis menimbulkan kebingungan proses analisis pada anak. Mereka belum mampu membedakan apakah rokok itu adalah zat adiktif berbahaya atau Djarum sebagai brand yang baik.
"Melalui marketing yang mengokupasi alam bawah sadar, Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis mengkomunikasikan rokok sebagai barang normal. Djarum dinilai sebagai industri yang mensukseskan olah raga Indonesia padahal rokok adalah epidemi global dan mengancam bonus demografi," ujar Editor Senior Tempo Bagja Hidayat.
Berkaitan dengan temuan tersebut, Lentera Anak mendesak Djarum Foundation sebagai penyelenggara Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis untuk menghentikan eksploitasi anak dalam segala bentuk termasuk menjadikan tubuh anak sebagai media promosi mengingat anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi.
Lentera Anak mendesak pemerintah untuk menindak tegas penyelenggara Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis dengan menghentikan kegiatan yang berpotensi mengeksploitasi anak. Selain itu pemerintah, masyarakat, keluarga, pendidik, dan semua pihak harus terus mewaspadai dan tidak terjebak dalam kegiatan promosi terselubung produk rokok sebagaimana yang terjadi pada Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H