Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Waspada Penggunaan Tubuh Anak sebagai Media Promosi Brand Rokok

5 April 2019   17:59 Diperbarui: 5 April 2019   18:09 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasal 3 Konvensi Hak-Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan, "dalam semua tindakan mengenai anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial negara atau swasta, pengadilan hukum, penguasa administratif atau badan legislatif, kepentingan-kepentingan terbaik anak harus menjadi pertimbangan utama".

Pada 2018 Lentera Anak sebagai lembaga independen dalam perlindungan dan pemenuhan hak anak yang bertujuan mendukung Indonesia sebagai negara demokratis yang ramah anak menemukan fakta, anak-anak berusia 6-15 tahun dikepung oleh brand image rokok pada Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis selama tiga tahun terakhir. "Fakta tersebut memunculkan kekhawatiran adanya pelanggaran hak anak melalui eksploitasi ekonomi," kata Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari pada Focus Group Discussion "Audisi Badminton: Eksploitasi Anak atau Pengembangan Bakat Anak?" tanggal 30 Maret 2019 lalu.

Selama lebih dari 10 tahun penyelenggaraan Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis, tercatat lebih dari 23 ribu anak terlibat. Pada audisi tersebut mereka diwajibkan mengenakan kaus bertuliskan Djarum dengan huruf kapital di bagian depan kaus. Font dan warna tulisannya sama dengan font dan warna merk rokok Djarum.

Setelah audisi kaus tersebut dipakai dalam kegiatan sehari-hari anak. Tubuh anak dimanfaatkan sebagai iklan berjalan untuk mempromosikan brand image. Secara ekonomi, cara tersebut lebih menguntungkan untuk Djarum dibandingkan beriklan menggunakan spanduk. Jika menggunakan spanduk, Djarum mengeluarkan biaya enam kali lipat dibandingkan kaus.

Anak yang berumur di atas 13 tahun dan orangtua memahami logo dan huruf Djarum pada kaus berasosiasi dengan merk rokok. Sebaliknya anak yang berumur di bawah 13 tahun tidak mengetahui bahwa Djarum adalah merk rokok. Otak anak ibarat spons, menyerap semua informasi yang disampaikan. Jika Djarum dipersepsikan sebagai bulutangkis atau pemberi  beasiswa, mereka akan menerima itu. Anak akan menganggap rokok sebagai produk yang baik dan Djarum adalah perusahaan yang peduli pada pengembangan bulutangkis. Anak  mengikuti audisi dengan motif mengembangkan diri, sayangnya disalahgunakan sebagai media promosi perusahaan rokok.

Awalnya Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis hanya diselenggarakan di Kudus. Sejak 2015 audisi juga diselenggarakan di kota-kota lain, seperti Pekanbaru, Manado, dan Balikpapan. Dalam 10 tahun jumlah peserta naik hingga 13 kali lipat, dari 445 anak pada 2008 menjadi 5.957 anak pada 2018. Namun hanya 245 anak yang memperoleh beasiswa. Dengan kata lain penerima beasiswa hanya 0,01% dari total peserta. Ketimpangan tersebut menunjukkan adanya perekrutan tenaga pemasaran cilik dan pencitraan Djarum sebagai perusahaan yang seolah-olah peduli pada bulutangkis. "Masih ada orang yang belum paham dan menganggap acara yang disponsori rokok selama itu positif patut diapresiasi," ujar Lisda.

Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjelaskan arti 'eksploitasi ekonomi', sebagai berikut tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil. Audisi Djarum Beasiswa Bulutangkis merupakan bentuk eksploitasi anak secara terselubung dan berlangsung masif.

Hentikan Eksploitasi 

Pada kesempatan tersebut, Psikolog Liza Djaprie menyampaikan perihal subliminal advertising, strategi persuasi yang populer digunakan agensi periklanan dengan stimulus visual, audio maupun visual audio yang diserap dan diproses secara tidak sadar menembus benak konsumen tanpa rintangan dari superego sehingga mempengaruhi perilaku konsumen dalam memutuskan apakah akan membeli atau menggunakan produk atau jasa tersebut atau tidak. Iklan yang diulang-ulang secara berkala dapat membuat masyarakat mengingat brand tersebut dan meningkatkan brand awareness-nya.

Anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi. (sumber foto: https://www.bola.com)
Anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi. (sumber foto: https://www.bola.com)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun