Beberapa waktu lalu warga ibukota dihebohkan dengan berita supir taksi yang tewas gantung diri akibat terjerat pinjaman online. OJK menduga kasus tersebut disebabkan fintech ilegal dengan modus pelanggaran bunga berlipat dan penagihan yang tak beretika dan memberi tekanan pada korban.
Kondisi tersebut tentunya berbanding terbalik dengan fintech legal yang melindungi peminjam dan pemberi pinjaman. Fintech yang terdaftar di OJK dan berada di bawah asosiasi harus mematuhi kode etik. Kecil kemungkinan fintech legal tersebut melakukan penagihan yang melanggar etika.
Sejak Desember 2016 tercatat terdapat 635 fintech ilegal. Bahkan ada fintech ilegal yang mempromosikan diri melalui media sosial Instagram dan memiliki aplikasi di Playstore. Sementara itu ada 99 fintech legal yang terdaftar di OJK.
Menghadapi maraknya fintech ilegal dan bertambahnya korban layanan peer to peer lending, OJK telah melakukan beberapa upaya, diantaranya mengumumkan daftar fintech ilegal kepada masyarakat melalui www.ojk.go.id, mengajukan blokir aplikasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, hingga memutus akses perbankan.
OJK rutin memperbarui data fintech yang terdaftar. OJK juga bekerja sama dengan Bareskrim Polri serta melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.
Berikut lima tips terhindar dari jerat fintech ilegal sebagaimana disampaikan dalam Fintektok Live #5 yang diselenggarakan Modal Antara pada 19 Februari 2019 lalu.
1. Bedakan antara fintech abal-abal dan fintech resmi
Fintech abal-abal dicirikan dengan tidak terdaftar di OJK, denda yang sangat tinggi bahkan denda bisa melebihi nilai pokok pinjaman, penagihan tidak manusiawi, dan cenderung terlalu mudah diajukan.
Sebaiknya masyarakat melakukan peminjaman pada fintech yang terdaftar di OJK dan berbadan hukum yang salah satu syaratnya adalah memiliki NPWP. Tak hanya itu masyarakat diingatkan untuk meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan serta meminjam untuk kepentingan yang produktif. Masyarakat yang merasa dirugikan oleh fintech ilegal dapat segera melapor ke posko pengaduan OJK melalui telepon 157 atau email humas@ojk.go.id.
2. Lakukan pinjaman untuk kepentingan produktif ketimbang konsumtif
Fakta menunjukkan kasus pinjaman pada fintech ilegal dilatari pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Seharusnya kebutuhan tersebut ditutup dari penghasilan tetap, bukan pinjaman. Permasalahannya, gap antara penghasilan dan kebutuhan ditutup dengan pinjaman online berbunga tinggi. Masyarakat seolah terlena.