Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anak Muda sebagai Penggerak Bangsa

5 Juni 2018   10:14 Diperbarui: 13 Juni 2018   02:18 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kontribusi anak muda kepada bangsa ini sangat dibutuhkan. (Sumber foto: Instagram @dimas_okynugroho)


Menghadapi banjir informasi, dua pakar media Bill Kovach dan Tom Rosenstiel memperkenalkan metode 'cara untuk mengetahui secara skeptis'. Tujuannya menemukan kebenaran. Periksa dan pertanyakan dengan cermat kelengkapan sebuah berita dalam berbagai aspeknya, seperti kredibilitas sumber informasi hingga kelengkapan bukti.

Demikian salah satu intisari buku 'Anak Muda & Masa Depan Indonesia' yang dieditori founder Kader Bangsa Fellowship Program Dimas Oky Nugroho. Pernyataan dua pakar tersebut sejalan dengan konsep berpikir kritis yang digagas ilmuwan David G. Myers. Berpikir kritis itu membongkar nilai-nilai yang tersembunyi sampai menguji kesimpulan dalam proses bernalar. Kemampuan tersebut sangat fundamental bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Mudahnya masyarakat mempercayai berbagai berita hoax merupakan bukti lemahnya tradisi berpikir kritis yang berakar pada pola pembelajaran selama belasan tahun. Ketergantungan siswa secara berlebihan kepada guru harus diubah menjadi pola pembelajaran yang benar-benar bertumpu pada siswa. Hoax adalah ekses dari kelimpahan informasi yang dapat dilawan dengan kemampuan berpikir kritis dalam pola pembelajaran. 

Berbicara mengenai anak muda yang menguasai demografi Indonesia. Jumlah tersebut akan terus meningkat pada 2045. Saat itu anak muda akan menjadi motor dari proses pembangunan. 

Siapapun pemimpinnya, siapapun pemerintahannya, siapapun presidennya, anak muda jangan menjadi penonton dari proses globalisasi. Tantangan terbesarnya adalah saat ini  berbagai pihak menggembar-gemborkan revolusi industri 4.0. Dikhawatirkan usia kerja akan sulit tertampung dalam sektor industri dan ekonomi yang tiada hentinya.

Menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dalam memikirkan nasib anak bangsa. Partisipasi anak muda yang sudah baik jika belum dibiasakan dengan kondisi sosial ekonomi akan menggiring mereka menjadi penonton. Tidak semua anak muda memiliki kemampuan, kapasitas, knowledge, dan skill yang baik sebagai syarat memasuki revolusi industri 4.0. Oleh karena itu hal-hal tersebut perlu dipersiapkan.

Harus menjadi concern kita bersama, jangan menjadikan generasi millenial sebagai komoditas politik yang tidak merefleksikan dan merepresentasikan kebutuhan, semangat dan aspirasi anak muda. Selama ini generasi millenial hanya dilihat sebagai potential voter tapi tidak ada kebijakan yang memperjuangkan nasib mereka ke depannya. Buku 'Anak Muda & Masa Depan Indonesia' melatari pemikiran tersebut.

Menjadi bangsa yang besar, maju, adil, mandiri, dan sejahtera merupakan agenda reformasi. Perlu diperhatikan polarisasi partai yang tidak hanya menjadi persoalan satu kelompok dalam sebuah negara bangsa yang majemuk. Hal tersebut juga menjadi persoalan pengelola politik di negeri ini untuk mampu memastikan terjaminnya hak-hak dasar dari seluruh warga negara secara adil dan merata.

Anak muda dijamin tidak memiliki trauma politik masa lalu, melainkan membangun politik jaman now yang kolaboratif, inklusif, dan tanpa intrik, intimidasi atau drama. Politik yang mencerahkan, memberdayakan, merangkul, dan bermanfaat bagi seluruh anak muda. Dengan demikian mereka mampu menjadi warga bangsa yang unggul. Pengelola sosial ekonomi harus menjamin pemerataan tidak sekadar jargon, tapi mampu diselesaikan secara baik.

Siapapun yang menjadi pemimpin, siapapun yang menjadi presiden ke, agenda anak muda harus diselesaikan bersama. Kesejahteraan umum adalah amanat konstitusi yang harus diwujudkan secara adil dan merata. Kita ingin mencapai ekonomi kolaboratif yang berkeadilan, memberdayakan, dan berdaya saing. Ini menjadi aspirasi anak muda.

Kondisi saat ini oligarki dan mafia ekonomi menguasai sebagian besar rakyat Indonesia. Selama ini ekonomi masih berkonsentrasi di Jawa. Kita apresiasi upaya Presiden Jokowi yang telah membangun infrastruktur tapi masih banyak hal yang harus dikerjakan.

Semangat Pembaruan

Persoalan kewirausahaan menjadi penting hari ini. Tidak hanya menjadi jargon, pemerintah juga harus bisa menjamin keberpihakan negara terhadap wirausaha muda berlangsung secara konkrit. Bagaimana akses permodalan? Bagaimana sektor pendidikan mewujudkan visi tersebut? 

Pengelolaan sosial politik menjadi lebih baik, fokus pada hasrat untuk bersatu. Integrasi semua program jaminan sosial dan pengentasan kemiskinan, pendidikan formal bagi anak usia sekolah, pelatihan kewirausahaan bagi orang dewasa dan miskin pasca usia sekolah, serta kebijakan start up untuk mendorong ASEAN Market.

Ke depan kita harus berpikir cara memimpin ASEAN, bukan hanya menjadi jargon. Kita melihat anak muda hari ini yang bertalenta dalam bidang teknologi informasi. Kabar baik bagi Indonesia jika anak muda diberi kesempatan yang sama untuk menjadi bangsa yang lebih maju dibandingkan yang terjadi sekarang.

Hari ini adalah era pertarungan elite jaman old dengan anak muda jaman now. Pertarungan ini telah menjadi keniscayaan. Kita ingin perubahan, pemimpin yang lebih serius mengurus negara sehingga rakyat tidak terjebak dalam politik transaksional dengan banyak janji. 

Bagaimana bangsa ini mengakomodasi anak muda? Di negara lain perdana menteri, presiden, bahkan menteri-menterinya itu anak muda. Kita harapkan menteri yang mengisi kabinet di masa depan itu berusia di bawah 45 tahun. Dengan demikian mereka bisa menggerakkan dan mengubah Indonesia menjadi lebih baik.

Kita dukung anak muda yang lebih otentik dan unik sehingga tidak terbebani dengan politik masa lalu yang yang kemudian menjadikan politik hari ini sangat complicated. Setiap generasi menuntut perbaikan yang tidak bisa dilakukan dua atau tiga orang saja. 

Anak muda sebaiknya tidak menggantungkan hasrat pada satu kelompok atau satu orang. Perlu ada keberanian dan optimisme dalam mengubah suatu keadaan. Mari kita berbagi peran di posisi masing-masing. Jangan jadi manusia yang berebut panggung, berebut legitimasi, berebut jabatan. Jadilah pengkritik ke arah yang lebih baik.

Diharapkan anak muda berkontribusi pada pembangunan, jangan membeo, jangan menghardik. Jadilah anak muda yang mengatasnamakan semangat pembaruan. Lakukan hal apapun sehingga pemerintah membuka hati. 

Setia pada niat baik. Bagaimana kita merekonstruksi dan melakukan penyadaran. Anak muda harus punya ruang yang diakomodir oleh pemerintah. Anak muda butuh keteladanan dan inspirasi.

Generasi muda itu sebenarnya bisa. Kolaborasi, kolaborasi, dan kolaborasi. Tantangan yang dihadapi politik luar negeri Indonesia adalah keberadaan Indonesia di wilayah Asia Tenggara yang menghadapi kebangkitan Tiongkok dan Amerika. 

Bagaimana Indonesia memperjuangkan masyarakat ASEAN di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya? Indonesia harus menjalankan politik bebas aktif, artinya Indonesia tidak boleh menjadi subordinat dari negara-negara besar. Indonesia butuh pemimpin yang bisa menjaga politik luar negeri bebas aktif.

Menjadi penting untuk generasi muda bertarung saat Eropa dan Amerika menutup dirinya dan Asia Tenggara mencoba membuka pasarnya. Generasi muda harus siap bersaing dengan para pemuda atau pekerja di Asia Tenggara. Menjadi penting untuk terus belajar dalam konteks keterampilan. Tenaga kerja tidak bisa diautomatisasi atau digantikan oleh mesin. Tingkatkan keterampilan agar tidak tertinggal. Menjadi tantangan bagi generasi muda baik yang sudah bekerja maupun yang masih kuliah untuk belajar dan mempersiapkan diri sehingga Indonesia siap memasuki globalisasi.

Kita harus menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang besar dan bersaing. Fokus menjadi pemain utama, bukan hanya penonton. Tanpa reformasi kita tidak akan punya presiden seperti sosok Jokowi. 

Sayangnya di masa reformasi ini cara berpikir kita masih ada di jaman  orde baru. Banyak anak muda yang punya potensi luar biasa tidak diorbitkan partai karena ketiadaan modal. Di era desentralisasi proses pembangunan negara ini masih sentralistik. Modal menjadi penentu elite, dalam hal ini bupati atau gubernur.

Kita harus berubah. Negara harus berkembang ke arah yang lebih maju untuk membangun Indonesia dan bersaing di tingkat internasional. Negara harus bisa menjamin dan memberi ruang untuk setiap kreativitas anak muda. Nasionalisme anak muda harus dijaga. Itu kunci  menjaga Indonesia yang telah dibangun.

Menjadi penting bagi kita bahwa reformasi adalah gerakan mahasiswa yang sangat otentik. Tidak ada yang bisa mengklaim reformasi itu miliknya. Pasalnya reformasi adalah pekerjaan dan inspirasi dari banyak orang, perwujudan dari cita-cita, perubahan dari jaman ke jaman menuju Indonesia yang lebih baik.

Anak muda mencari dalam dirinya apa yang bisa dikontribusikan kepada bangsa ini, menggerakkan semua komponen dan kekuatan. Kita merasa punya hak yang sama terhadap negara ini. Pemuda harus menjadi salah satu elemen dalam kepemimpinan nasional.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun