Mohon tunggu...
Ignasia Kijm
Ignasia Kijm Mohon Tunggu... Wiraswasta - Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Hari Down Syndrome Sedunia, Mengasah Berlian yang Terpendam

21 Maret 2017   20:22 Diperbarui: 21 Maret 2021   07:30 2979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Butuh ekstra kesabaran mengajarkan anak dengan down syndrome (foto dokumentasi Sigit Widodo)

Masyarakat Inklusi

Masyarakat yang menyaksikan penampilan anak-anak dengan down syndrome tak sedikit yang menangis. Sigit tak malu-malu menceritakan kondisi anak-anak itu, ada yang ditemukan di jalan, ada yang orangtuanya entah di mana. Sigit tidak pernah menyangka bisa mengantarkan anak-anak dengan down syndrome tampil di hadapan publik. Niat awalnya hanya ingin berbagi dengan kemampuan musik yang dimilikinya. 

Sigit menilai di Surabaya sudah cukup bagus dengan adanya Forum Keluarga Anak dengan Down Syndrome. Forum tersebut menunjukkan banyak orangtua yang berjuang untuk anaknya. “Sudah dua tahun ini kami pentas di Hotel Shangri-La Surabaya setiap Down Syndrome Day,” tutur Sigit.

Sigit saat mempresentasikan videonya pada acara 365 Stories Digital Storytelling Network di Atamerica pada 16 Maret 2017 (foto dokumentasi Atamerica)
Sigit saat mempresentasikan videonya pada acara 365 Stories Digital Storytelling Network di Atamerica pada 16 Maret 2017 (foto dokumentasi Atamerica)
Sigit menyampaikan masih banyak orangtua terutama di desa yang menyembunyikan anak dengan down syndrome. Mereka takut anaknya dianggap idiot oleh keluarga atau tetangga. 

Sigit memandang kondisi itu dilatari belum adanya komunitas yang memberikan wawasan kepada orangtua dan orangtua belum tahu memperlakukan anak yang seharusnya. 

Melalui video yang dibuatnya dengan judul We are not Diverse, Sigit ingin menunjukkan bahwa sebenarnya kita tidak berbeda, hanya masalah kesempatan dan pembuktian.

Gali passion mereka (foto dokumentasi Sigit Widodo)
Gali passion mereka (foto dokumentasi Sigit Widodo)
Fokus pada kekuatan (foto dokumentasi Sigit Widodo)
Fokus pada kekuatan (foto dokumentasi Sigit Widodo)
Selama lima tahun bergaul bersama anak-anak dengan down syndrome, Sigit mengungkapkan banyak belajar mengenai arti kejujuran, ketulusan, dan kesabaran. Senyum di wajah mereka bagi Sigit tidak ternilai. Memberikan kesegaran terlebih saat jenuh dengan pekerjaan. 

Sigit mengisahkan sempat mengundurkan diri sebagai relawan dari pondok karena ingin fokus bekerja. Anak-anak menangis. Berselang dua bulan kepala pondok meminta Sigit mengajar kembali atas permintaan anak-anak.

Guru yang menggantikannya dinilai kurang tepat. Pasalnya anak-anak dengan down syndrome tidak mudah cocok dengan orang lain. Sigit berharap masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang inklusi, peduli pada teman-teman disabilitas atau anak-anak berkebutuhan khusus. 

Berikan support dan semangat kepada orangtua yang memiliki anak dengan down syndrome. “Saya mengapresiasi orangtua yang sangat luar biasa. Saya sangat kagum dengan kegigihan mereka,” kata Sigit.  


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun