Selama ini masyarakat hanya mengenal Lombok sebatas pada Gili Trawangan, Pantai Senggigi, atau Gunung Rinjani. Ternyata masih banyak objek wisata di Lombok yang tak kalah menariknya.
The world is a book, and those who do not travel read only a page. Quote yang ditulis Saint Augustine tersebut rasanya tepat menggambarkan euforia yang saya alami saat menjejakkan kaki di Lombok pada Februari lalu. Travelling adalah kesempatan untuk mempelajari banyak hal, seperti kehidupan  masyarakat setempat. Selain itu membuat saya  semakin mengenal diri sendiri.
Bandara Internasional Lombok  yang terletak di Praya, Lombok Tengah menyambut kedatangan saya  dan seorang kawan setelah menempuh perjalanan selama dua jam dari Jakarta.  Di hari pertama ini kami akan menuju Gili Nanggu. Namun sebelumnya kami memuaskan rasa lapar dan dahaga dengan mencicipi Nasi Balap Puyung. Kuliner khas Lombok ini terdiri dari nasi, tumis buncis, suwir ayam pedas, suwir ayam kering, dan ayam goreng. Rasa gurih dan pedas bercampur menjadi satu. Puyung sendiri adalah nama desa di Lombok Tengah.
Butuh waktu sekitar 1,5 jam menuju Pelabuhan Tawun. Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan sawah di kiri dan kanan jalan serta  sekumpulan kerbau yang memamah rumput. Masih banyak masyarakat  Lombok yang bertani. Terutama Lombok Tengah yang merupakan wilayah paling subur.
Satu botol sobekan roti untuk menarik sekawanan ikan agar datang mendekat telah disiapkan guide. Dengan demikian memudahkan kami untuk melihat langsung ikan-ikan kecil aneka warna tersebut. Ketika tangan kami hendak menyentuh kulitnya yang selembut sutra, ikan-ikan itu lari menjauh. Butuh usaha ekstra rupanya. Tenang saja sobekan roti cukup banyak. Masih banyak kesempatan untuk bercanda kembali dengan ikan-ikan menggemaskan itu.
Lelah bergerak di dalam air, kami merebahkan badan di pasir lembut berwarna coklat muda yang tak ubahnya kasur. Kenikmatan itu semakin bertambah saat melihat birunya awan yang berpadu dengan rimbunnya pepohonan di seberang pulau. Kesempatan itu tak kami sia-siakan. Kamera segera diarahkan mendokumentasikan nuansa alam yang tak dijumpai di kota besar. Saat kami berada di Gili Nanggu, hanya beberapa orang yang terlihat snorkeling atau berteduh di saung di tepi pantai. Sementara itu penginapan dan restoran tampak sepi.
Pulau Pribadi
Dibandingkan Gili Trawangan, gili-gili yang lain belum populer di masyarakat. Sarana yang ada pun tak seperti di Gili Trawangan yang dikelola investor asing. Hal itu nyata kami lihat saat mengunjungi Gili Kondo esok harinya. Kami menempuh perjalanan selama tiga jam menuju Sambelia, Lombok Timur. Guide kami telah menyediakan snack mengingat di Gili Kondo hanya ada warung kecil yang menyediakan makanan dengan variasi terbatas.
Penyeberangan menuju Gili Kondo dari Sambelia hanya memakan waktu 15 menit. Di tengah perjalanan perahu motor berhenti. Ternyata tidak hanya kami, ada dua perahu motor lainnya yang melakukan hal yang sama. Berbekal peralatan snorkeling, kawan saya  ditemani guide menceburkan diri ke lautan yang berair tenang. Mata mereka dimanjakan oleh barisan koral. Namun harus ekstra hati-hati. Jika tidak, kulit akan terluka terkena bulu babi dan terumbu karang yang tajam.
Namun di luar dugaan kami, Â pesona yang disuguhkan Gili Kondo melebihi Gili Nanggu. Â Jarak 50 meter dari pantai tampak gradasi air laut berwarna biru muda dan biru tua. Paduan yang apik! Laut bagaikan permadani yang terbentang luas. Langit layaknya kanvas yang siap ditumpahkan berjuta warna. Puas mengejar ikan yang berlari kian kemari, kami beristirahat sejenak di saung. Wisatawan yang datang saat itu hitungan jari. Gili Kondo bagai pulau pribadi kami.
Perhentian berikutnya adalah Desa Sukarara, Kecamatan Jonggot, Lombok Tengah. Desa tersebut dikenal sebagai penghasil tenun. Kaum perempuan sejak kecil diajarkan orangtua menenun hingga mahir. Kemampuan tersebut dijadikan syarat untuk menikah.
Selanjutnya kami menuju Desa Sade, Rembitan, Lombok Tengah yang masih mempertahankan adat Suku Sasak, suku asli Lombok. Sebelum mengelilingi desa kami diminta mengisi kotak sumbangan yang digunakan untuk membiayai operasional desa. Beberapa rumah menawarkan aneka cenderamata khas Lombok kepada para turis yang datang.
Mengabadikan Kenangan
Puas menyelami kehidupan Suku Sasak, kami melanjutkan perjalanan ke  Pantai Kuta dan  Pantai Tanjung Aan yang cukup berdekatan. Berbeda dengan Pantai Kuta yang lebih ramai, Pantai Tanjung Aan terasa sepi. Cocok untuk mereka yang ingin menyendiri.
Kemudahan apa yang ditawarkan electronic-city.com? Pertama, kategorisasi produk yang jelas. Ada kategori audio, video, accessories, dan lain-lain. Kedua, EC 24-Hour Repair, yaitu kunjungan teknisi maksimal enam jam dari permintaan. Ketiga, EC Express, yakni pengiriman dan pemasangan unit maksimal enam jam sejak pembayaran diterima. Â Keempat, free delivery.
Guna menghadirkan pelayanan yang maksimal untuk para konsumen, electronic-city.com menyediakan customer yang diwujudkan dalam call center, chat online, WhatsApp, sampai BBM. Tak heran pada 2012 Electronic City dianugerahi Corporate Image Award dan berbagai penghargaan lainnya. Jaminan tersebut mendorong saya tak ragu membeli  peralatan elektronik di electronic-city.com. Ada tiga peralatan elektronik yang saya dapatkan untuk menunjang liburan saya bila kembali bertandang ke Lombok, yakni Canon Mirrorless M3, Samsung Galaxy J7, dan power bank Mili.
Berkaitan dengan vlogging yang marak dilakukan oleh siapapun di manapun mereka berada, Canon Mirrorless M3 ini dilengkapi video full HD. Kamera memberikan auto fokus secara terus-menerus saat melakukan perekaman. Canon Mirrorless M3 merupakan peralatan elektronik yang tepat dalam mendokumentasikan segala hal yang dijumpai selama berwisata.
Tiga hari rasanya berjalan cepat. Masih banyak pesona Lombok yang belum kami jelajahi. Namun kami percaya suatu hari nanti kami akan kembali. Membawa  misi, menyebarkan virus ‘berwisata di negeri sendiri’. Kami yakin perkembangan pariwisata akan membawa efek yang luar biasa khususnya peningkatan taraf hidup  masyarakat lokal. Dengan demikian tidak ada lagi kesenjangan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lain di bumi pertiwi ini.Â
Sementara orang Indonesia lainnya terpikat dengan keindahan negara tetangga atau negara di belahan dunia lainnya, kami bertumpu pada satu keyakinan. Bahwa Indonesia menyajikan variasi pemandangan yang tak akan dijumpai di manapun. Budaya, kuliner, hingga wisata udara, darat, dan air menjadi paket lengkap yang membius segenap insan untuk melangkahkan kaki ke seantero negeri ini. Ayo wisata di negeri sendiri sekarang juga!
Twitter: https://twitter.com/Ignasia_Kijm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H