Kekuatan Suara
Komunikasi adalah inti suksesnya penanganan bencana. BNPB menggunakan strategi kehumasan, salah satunya media tradisional yakni kesenian rakyat. Dua minggu lalu BNPB mengadakan pertunjukan wayang golek di Ujung Kulon yang dihadiri lebih dari 10 ribu orang. Sebelumnya BNPB mengadakan kegiatan serupa di Banyuwangi yang dihadiri lebih dari 20 ribu orang. Sementara pada 3 September, BNPB mengadakan pertunjukan wayang kulit di lereng Merapi. Masyarakat sangat antusias.
Kesenian rakyat ini sangat menghibur, membuat mereka tahu tentang bencana. “Tidak usah muluk-muluk mengatakan masyarakat langsung siap mengetahui bencana setelah kegiatan. Di Ujung Kulon anak kelas 6 SD tidak tahu lagu Indonesia Raya. Bagaimana kalau ditanyakan tentang tsunami dan sebagainya. Itulah pentingnya sosialisasi penanganan bencana yang dilakukan terus menerus,” ujar Sutopo.
![Kapusdatin BNPB Sutopo Purwo Nugroho dan penulis roman sejarah Asmara di Tengah Bencana S. Tidjab](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/17/foto3-57dd19016523bd04444f1892.jpg?t=o&v=555)
Bila hasilnya bagus BNPB akan menyelenggarakan lagi dengan tema yang lebih baik. Selain itu membuat komik Asmara di Tengah Bencana. Program sebelumnya adalah pembuatan FTV Pesan dari Samudra, kerja sama dengan produser Riri Riza dan Mira Lesmana. Dalam sosialisasinya BNPB selalu menayangkan FTV ini. “Sosialisasi yang kami selenggarakan, diantaranya berkeliling ke sekolah-sekolah,” kata Sutopo.
S. Tidjab menjelaskan, Asmara di Tengah Bencana mengisahkan pasangan yang saling mencintai tapi ditentang oleh keluarga dari dua belah pihak. Beliau ingin menggambarkan betapa sulitnya pada jaman itu pasangan menjalin kasih sampai di pelaminan. Namun pasangan ini nekat. Mereka terus menjalin kasih meskipun gagal ke pelaminan. Momen itu bertepatan dengan meletusnya Gunung Merapi. S. Tidjab ingin memperlihatkan bahwa kisah ini adalah tragedi yang sangat menyedihkan.
Tak ubahnya bencana yang merupakan sebuah tragedi dengan beragam dampak. Seri awal yang berjumlah 30 akan bebicara mengenai percintaan, seri selanjutnya diisi dengan informasi bencana. “Dramatiknya harus dibangun terlebih dahulu. Sandiwara ini mengandung ajaran moralitas, bahwa rakyat biasa asalkan jujur, setia, dan berkredibilitas tinggi mampu memberikan sesuatu kepada orang lain,” ujar S. Tidjab, penulis sandiwara radio Tutur Tinular.
Praktisi radio Achmad Zaini menguraikan, sandiwara radio yang digagas BNPB adalah sesuatu yang luar biasa, membangkitkan kembali kerinduan orang-orang yang berusia 40 tahun ke atas. Achamd mencontohkan dirinya saat kecil sering mendengarkan sandiwara radio. Itu nikmat sekali. Kekuatan radio adalah suara. Suara itu yang membuat pendengar berimajinasi. Ia akan membayangkan jalan ceritanya. Imajinasi itu menempatkan pendengar sebagai salah satu tokohnya. “Faktor lain yang mempengaruhi imajinasi pendengar adalah karakter, dialog (dubber), jalan cerita, musik, hingga sound effect,” kata Achmad, seorang radio consultant.
Achmad senang sekali BNPB memakai sandiwara radio sebagai sarana sosialisasi siaga bencana. Pasalnya sandiwara radio tersebut disiarkan di daerah rawan bencana, seperti Merapi dan Kelud. Daerah tersebut biasanya memiliki paparan media yang sangat kurang untuk sosialisasi bencana. Radio adalah media yang paling dekat karena sifatnya personal, bisa masuk ke setiap rumah, bisa dibawa ke manapun, dan murah. Namun kelemahan radio adalah tidak bisa ditembus oleh frekuensi radio profesional. “Di situlah sebetulnya peran radio komunitas dengan jangkauannya,” tutur Achmad, seorang jurnalis.
Radio Merapi yang sangat sukses dibentuk oleh penyiar di Klaten, Boyolali, dan Magelang pada 2010. Mereka prihatin akan sosialisasi dan kewaspadaan dini warga yang minim terkait bencana Merapi. Setelah dimanage dengan profesional, kini radio tersebut menjadi radio utama dalam menyebarkan informasi mengenai Merapi. Faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan radio sebagai sarana sosialisasi atau edukasi kepada masyarakat, sebagai berikut, pertama, pemilihan jalur cerita.
Achmad sangat senang dengan jalur cerita yang terkait masalah kebudayaan. Mau tidak mau budaya adalah hal yang mudah masuk ke masyarakat serta mudah dicerna dan diingat. Achmad mengusulkan, karena sandiwara radio ini diputar di seluruh Jawa, ke depan perlu dibuat variasi. Mungkin mengambil alur cerita dari Tanah Pasundan. “Sebab setiap daerah punya fanatisme tersendiri terhadap budaya,” tutur Achmad.