Juri lainnya, Videographer PT Kompas Cyber Media Adhyatmika bertanya, bagaimana menyikapi hujatan yang diterima PLN terkait pemadaman yang sering terjadi. Perempuan asli Sumatera Utara itu menjawab, utamanya adalah menyampaikan solusi. Bahwasanya semua karyawan PLN itu bekerja dan pemadaman bukan kemauan PLN. Selain itu sampaikan penyebab dan waktu pemadaman itu berakhir. Sampaikan jawaban yang sesuai dengan keinginan masyarakat. “Tidak perlu bersikap defensif atau emosional” kata Lia.
Penambahan hal-hal positif tentang kinerja PLN membuat masyarakat tidak antipati. Lia memandang perlu dilakukan pemilihan media yang tepat dan dekat dengan pelanggan. Salah satunya dengan memanfaatkan Facebook atau media digital. Jika menunggu koran yang terbit esok hari butuh waktu lama. Dampak dari berita yang ditulis rekan-rekan media tentunya lebih besar. “Secepatnya saja,” tutur Lia.
Menjawab pertanyaan Kompasianer Riap Windhu, bagi Lia, humas dan jurnalis adalah kakak beradik yang beda kepribadian. Ketika jurnalis mencoba menelanjangi, humas berusaha mempertahankan pakaiannya. Memberitakan hal yang tidak benar adalah kesalahan terbesar. Sebab dari satu kebohongan akan muncul kebohongan lainnya. Tugas humas adalah mengeluarkan pemberitaan di waktu yang tepat untuk perusahaan. “Untuk setiap kegiatan harus ada media planning dari segi kehumasan,” tutur Lia.
Ke depan Lia berharap menulis sebanyak-banyaknya dan membuat pemberitaan PLN menjadi viral. Ekpose berita yang masih rendah bisa disiasati dengan mendorong karyawan share ke social media. Selama ini Lia menulis tentang topik-topik tertentu. Ternyata banyak hal yang bisa diangkat. Menulis feature mengenai hal-hal yang sudah terjadi. Tak hanya itu, menulis satu kejadian dengan beberapa sudut pandang yang berbeda. “Saya terpikir untuk menggalang dukungan dari warga di luar PLN. Mereka share tulisan yang kita buat sehingga komunitas mereka lebih mau baca,” ujar Lia.
Pendekatan Humanis
Di akhir presentasi Lia menyampaikan ingin menulis berita mengenai petuagas PLN yang bekerja siang malam. Bahkan ada yang kehilangan nyawa agar pasokan listrik bisa berjalan baik. Hal itu pula yang menjadi fokus presentasi Grahita Muhammad. Public Relations PLN Tanjung Jati B Jepara itu menjelaskan, hegemoni dunia digital yang sangat kuat membuat PLN harus aware. PLN adalah pihak yang pertama hadir di Gunung Merapi untuk memulihkan jaringan atau pembangunan jaringan. Hal-hal itu tidak diketahui oleh umum. “Butuh bantuan blogger untuk share,” kata Grahita.
Untuk itu pendekatan humanis perlu dieksplor. Di dalamnya ada manusia yang punya cerita unik. Posisikan mereka sebagaimana kita ingin diperlakukan. Kang Pepih menyarankan mengubah konten dalam berita PLN untuk menciptakan perubahan mindset. Pendekatan PLN sebaiknya tidak melulu masalah. Foto seperti di atas luar biasa. Memunculkan kekaguman dan membuat masyarakat paham apa yang sedang terjadi. Dalam pikiran masyarakat, pemadaman sangat berdekatan dengan PLN. Mengapa tidak dibalik menjadi listrik menyala berkat PLN.
Menanggapi pertanyaan Tabita Wibisono, isu kampung jangan dijadikan isu regional. PLN seluruh Indonesia tidak mungkin tanpa gangguan. Namun hal itu tidak perlu diekspos. Masalah PLN Sulawesi Utara tidak perlu diketahui warga Jakarta. Sementara itu Topik Irawan bertanya, apakah ada keinginan mengubah wajah tulisan menjadi lebih humanis setelah Anda berguru di Akademi Kompasiana-PLN. Menurut Grahita, ketika pemadaman di Sulawesi Tengah misalnya menjadi headline di Twitter PLN, warga Jakarta yang semula bangga dengan PLN menjadi mundur. “Viral itu kita ciptakan sendiri,” tutur Grahita.