Mohon tunggu...
Coach Pramudianto
Coach Pramudianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Human Idea Practitioner

Mentransformasi cara berpikir untuk menemukan kebahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kolaborasi Guru dan Orangtua Melejitkan Potensi Anak

29 Juli 2023   15:03 Diperbarui: 31 Juli 2023   12:23 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Anda saat ini sudah berusia 40 tahun, berefleksilah, apa yang Anda inginkan saat usia delapan tahun apa sudah tercapai saat ini (Anda merasa bangga apa yang sudah dilakukan)? Ketika nanti Anda berusia 70 tahun apa ada penyesalan dimasa lampau? Ayah yang tidak belajar PARENTING dengan alasan sibuk, akan jauh lebih sibuk dan kehabisan energi ketika pola asuh Anda ternyata keliru. Ketika istri sudah kewalahan terhadap anak, maka yang terucap tuh anakmu urus sana (hehehehehe), dan seorang ibu harus mempertimbangkan teladan yang seperti apa yang harus diberikan pada anaknya (lihat kaptain Marvel ketika bercakap dengan Maria Rambeau beserta Monica).

Ketika anak bertanya kepada orang tua (ayah), siapa Anda? Semua peserta menjawab ya Ayahmu, ya Papamu. Jika yang ditanya seorang ibu, ya jawabnya saya ibumu, saya mamamu! Sesimpel itu. Hal itu menunjukkan ketidakmampuannya menjawab atas esensi  pertanyaan anak, orang tua tidak memiliki kesadaran sebagai orang tua. Anak-anak bisa menjawab: ya berarti tidak ada bedanya Anda dengan ayah atau ibu temen saya donk! Orang tua baru terhenyak. Orang tua harus memiliki relasi khusus dengan anak-anaknya itulah disebut uniqueness relationship. Bahkan relasi dengan anak satu dengan yang lain, harus memiliki keunikan sesuai dengan kebutuhan setiap anak.  

Sekolah BOSA melalui program Merdeka Belajar berupaya menerapkan relasi yang unik untuk peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan talentanya. Jika orang tua tidak memiliki relasi yang unik tersebut maka semakin lama orang tua tidak dihargai anaknya. Lu gak ada bedanya dengan orangtua (orang yang sudah tua) lainnya. Maka salah satu ibu (peserta) mengatakan, makanya anak-anak kami tidak mau dinasihati. Ketika kami menasihati, mereka bilang: ah ma itu sudah seringkali aku dengar! Orang tua perlu menerapkan sistem komunikasi RASA (Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask.)

foto internal bosa diolah picsart
foto internal bosa diolah picsart

Salah satu peserta mengatakan, kami sadar sayangnya tidak ada sekolah orang tua (sekolah menjadi orang tua), katekisasi pranikah pun tidak cukup mengajarkan menjadi orang tua, hanya diberikan teori-teori dan bacaan yang bersumber pada isi Alkitab. Sekolah di BOSA menjadi unik, karena peserta didiknya berasal dari berbagai etnis di Indonesia dan berbagai agama. Inilah proses pembelajaran yang inklusif seperti yang terjadi di Israel dikenal dengan sekolah "hand in hand" (sekolah bergandengan tangan) yang dibuat Leo Gordon tahun 1977. 

Misinya membangun inklusivitas dan kesetaraan antar warga Arab Israel dan Yahudi Israel melalui sekolah dan mengembangkan komunitas dwibahasa yang egaliter.   Bahasa Arab dan Bahasa Ibrani menjadi pelajaran wajib bagi semua murid, tentunya selain Inggris.

Pada saat dibuka, sekolah hanya mendidik 50 siswa. Pada tahun ajaran 2022-2023, sekolah sudah tersebar di kota-kota  Yerusalem, Galilea, Wadi Ara, Tel Aviv-Jaffa, Haifa, dan Kfar Saba, dan mendidik lebih dari 2.000 siswa.  Tahun ini, ratusan siswa harus masuk dalam daftar tunggu. Sementara  komunitas baru telah terbentuk di seluruh negeri. "Bergandengan Tangan" terus membuktikan bahwa hidup bersama itu mungkin, itu nyata, dan itu terjadi di seluruh Israel sekarang.

Kurikulumnya didasarkan pada nilai-nilai yang mencerminkan budaya dan bahasa, berorientasi pada multikulturalisme dan kewarganegaraan bersama dan setara. Tidak hanya pemerintah, masyarakat dan LSM mendukung keberadaan dan kelangsungan  "Hand in Hand" habis-habisan. Terutama konsentrasi untuk menghapus ancaman terbesar negara itu, yaitu tumbuhnya keterasingan sosial dan kurangnya kepercayaan antara warga Yahudi dan Arab di Israel.  Mereka percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk mengubah hal tersebut. 

Sekolah "Bergandengan Tangan" mengajarkan bahwa kebencian dan permusuhan tak bisa dihapus dengan kebencian dan permusuhan yang lain.  Tak juga bisa dilakukan dengan menyeragamkan perbedaan, karena "Keanekaragaman adalah salah satu sumber energi".  Menyeragamkan adalah membunuh perbedaan, mendegradasi level energi menjadi  rendah.  Perbedaan  yang inklusif tidak hanya membuat kelompok menjadi "hidup", tapi juga lebih awet dan tahan banting.  "Kita" lebih kuat dibanding "kami".

Di negeri tercinta ini, pendidikan hendaknya diajarkan mindset merdeka berpikir, karena hal itu sebuah awal dalam merdeka belajar dan mengajar sehingga guru-guru mampu melesatkan anak  pada busur yang tepat untuk mencapai sasarannya. Membawa para siswa "Berkebinekaan global" yaitu mengenal dan mencintai budaya dan negaranya (nasionalisme), menghargai budaya lain, serta mampu berkomunikasi dan berinteraksi antar budaya. Mereka juga melakukan refleksi terhadap pengalaman kebinekaannya, sehingga dapat menyelaraskan perbedaan budaya untuk mewujudkan masyarakat inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Inklusif adalah merayakan perbedaan, mengucapkan "selamat datang" kepada semua orang, karena kasih adalah inklusif, bukan eksklusif. "All are welcome.  Love is inclusive, not exclusive". (Paus Fransiskus). Sebagai orang tua, Anda tidak salah menyekolahkan di SMA BOSA Jogyakarta.

Dr. Pramudianto, PCC (Professional Coach for Education)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun