Mohon tunggu...
Coach Pramudianto
Coach Pramudianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Human Idea Practitioner

Mentransformasi cara berpikir untuk menemukan kebahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Transformasi Sekolah Kristen

31 Oktober 2021   16:05 Diperbarui: 31 Oktober 2021   16:09 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber internet yang didesain ulang secara pribadi

Belajar dari design thinking-nya Bryan Lawson dan Nigel Cross, maka dibutuhkan sikap empati terhadap apa yang menjadi masalah siswa, barulah kita mendesain pola pembelajaran yang tepat dengan pendidik yang baik. Untuk mendapatkan pendidik yang baik harus tahu tujuan akhir pendidikan dan diformulasikan menjadi Profil Siswa. 

Ketika sudah memiliki profil siswa, maka kita membentuk profil pendidik dan tenaga kependidikan agar bisa menciptakan anak-anak sesuai profil yang diharapkan. Kedua profil ini bertemu, terbangun nilai-nilai yang selaras yang akhirnya dilakukan secara berkelanjutan terbentuklah budaya sekolah. 

Menurut pramudianto dalam buku Check Point, bahwa budaya akan melejitkan kinerja organisasi yang artinya organisasi mampu berselancar di atas perubahan.

Langkah tindakan transformasi

Perubahan tidak akan pernah berhenti dan tidak akan menunggu bagi yang belum siap, oleh karena itu dibutuhkan

  • Education Mindset yang di dalamnya ada orang-orang growth mindset yang tercermin dari gereja-gereja ketika mengutus orang dalam yayasan pendidikan. Pasti banyak alasan yang akan muncul ketika bergumul tentang reshuffle kepengurusan yang tidak efektif dan banyak orang yang membandingkan sekolah besar dan sekolah kecil yang sebenarnya orang tersebut menandakan memiliki fix mindset (perubahan mindset tidak ada kaitannya sekolah besar dan sekolah kecil)
  • Kerelaan pengurus yang tidak berkontribusi bagi lembaganya berani mengundurkan diri sebagai jalan transformasi. Karena banyak pengurus merasa terlalu besar atas kepemilikan lembaga sehingga tidak mau diganti (lembaga merasa menjadi aset pribadi) dampaknya berputar-putar dalam organ yayasan.
  • Bagi sekolah yang sudah minim siswanya, silakan berganti baju dalam proses belajar mengajar. Keberanian anak kedua saya berkata sama orangtuanya bahwa dia tidak mau sekolah di SMA namun memilih SMK sebagai aktualisasi diri, karena banyak mata pelajaran di SMA tidak menjadi minatnya. Jadikan SMA Anda menjadi sekolah profesi, tampung anak-anak yang pandai basket, anak musik dan yang lain, fokus pada satu atau dua profesi dan mata pelajaran lain hanya menjadi pelajaran penunjang yang penting lulus KKM (tidak harus berubah menjadi SMK). Sekolah ini yang akan menjadi trend ke depan.
  • Ukur kompetensi para tenaga pendidik dan kependidikan untuk memenuhi kualifikasi profil tenaga pendidik dan kependidikan, sehingga aktivitas sekolah tidak terdorong oleh arus di luar kebutuhan yang berdampak melelahkan dan menguras biaya.

Hidup ini sebuah pilihan, melayani itu harus profesional dan memiliki integritas kepada Tuhan, itulah tantangan transformasi.

Dr. Pramudianto, ACC

Professional Coach, Konsultan HR dan Pendidikan

(Founder & Chief Visioner Officer Human Idea)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun