Sering saya katakan di forum-forum pendidikan kristen bahwa matinya sekolah kristen hari ini, karena 15 tahun yang lalu pengurusnya tidak melakukan apa-apa (artinya tidak memikirkan masa depan sekolah, hanya bertindak rutinitas), demikian juga jika sekolah Anda 15 tahun ke depan tutup atau merosot kuantitas atau kualitasnya, karena pengurus saat ini tidak melakukan hal yang tepat untuk menjalankan misi Kristus dalam pendidikan.
Ditarik lebih dalam lagi fenomena tersebut terjadi, karena gereja tidak melakukan apa-apa terhadap pendidikan kristen, gereja tidak peduli terhadap kinerja pendidikan kristen apalagi melakukan transformasi. Apa yang melatarbelakangi pemikiran ini?Â
Sebagian gereja mengutus orang untuk menjadi organ dalam yayasan pendidikan kristen dengan sebuah pilihan: orang tersebut punya waktu banyak, orang tersebut mau meski tidak punya kemampuan dalam bidang tersebut, saat ini berkecimpung di pendidikan, pengusaha, eksekutif, aktif sebagai pengurus di berbagai tempat dan yang lain dan bahkan karena yang diutus memiliki keterkaitan dengan proyek sekolah.
Gereja tidak pernah bertanya dan melakukan analisa atas kebutuhan yayasan pendidikan tersebut, sehingga mampu mengirim orang yang tepat, bukan justru menjadi beban bagi yayasan pendidikan. Tanpa disadari berdampak pada kebijakan dan memengaruhi kinerja tenaga pendidik dan kependidikan.
Alternatif transformasi
Hari ini banyak para pengkhotbah bicara transformasi namun tidak memberitahu umat tentang how to dan action plan-nya. Tidak menyentuh dan membuat orang yang mendengarkan menjadi sadar atas tanggung jawab reformasi.Â
Transformasi yang dilakukan Martin Luther berawal dari transformasi cara berpikir, maka ketika mengirim utusan ke yayasan adalah orang yang memiliki kemauan untuk bergeser paradigma dan menurut Carol S Dweck orang yang memiliki tipe Growth Mindset. Kirimkan utusan yang memiliki Education Mindset, apapun latar belakang mereka, sehingga mampu mengatasi tantangan dalam dunia pendidikan.
Stephen Covey dalam 7 habitsnya mengatakan "tentukan tujuan akhir terlebih dahulu" demikian juga dalam teknik coaching, seorang coach selalu bertanya apa tujuan Anda dalam sesi coaching ini? Apa ukuran keberhasilan setelah coaching? Perubahan apa yang Anda harapkan? Kualitas terbaik apa yang ingin Anda persembahkan? Inilah yang menjadi titik tolak sebuah perubahan pendidikan kristen.
Sekolah Kristen harus menentukan tujuan akhir terlebih dahulu, bukan visi dan misi, mas Nadiem memberi arahan saat simposium internasional agar para pimpinan lembaga pendidikan menggunakan kepemimpinan melayani untuk kepentingan end user (siswa).
Operasional Transformasi
Sangat jelas bahwa yang kita layani adalah siswa, maka segala upaya yang dilakukan sekolah harus bertujuan agar siswa memperoleh value added, jadi bukan kepentingan para pejabat sekolah yang kadang tidak realistis untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar.