Mohon tunggu...
Citra Melati
Citra Melati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Guru bahasa inggris dan pemerhati pendidikan dan sosial.

Kebebasan berpikir dan berpendapat adalah hak setiap manusia (bukan 𝘢𝘥 𝘩𝘰𝘮𝘪𝘯𝘦𝘮). Pikiran tak harus bersifat konformis, pikiran individual juga diperlukan di dalam proses menelaah sebuah kebenaran secara bersama.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Profesi dan Peradaban Perempuan

14 April 2021   22:10 Diperbarui: 23 Mei 2021   11:47 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto pribadi by citra melati

Perempuan (tidak memandang ibu rumah tangga atau wanita karir) seharusnya diberi kesempatan untuk berkembang, ada apresiasi bagi perempuan, diberi ruang untuk berkarya, minimal bisa memberdayakan diri sendiri, tidak diperbudak oleh orang lain, mandiri tidak bergantung pada orang lain tapi lebih ke arah kolaborasi, mengaktualisasi diri, dan bermanfaat bagi sesama. 

Pekerjaan bagi perempuan bukan soal yang penting dapat kerja dan dapat uang, bukan? Tapi bagaimana pekerjaan itu ada jiwa, menjadi manusia seutuhnya, dimana pekerjaan adalah bagian dari hidup, seharusnya bukan sebagai beban atau ajang status sosial tapi sebagai ibadah dan wujud rasa syukur. Tidak memandang atau mendewakan suatu profesi apapun, tergantung manfaat dan amanah profesi yang diemban.

Petani desa yang bekerja di sawah, para petani ibu-ibu yang berjalan atau naik sepeda menuju sawah, mereka berjalan dengan tertib baris satu per satu dan tidak ada yang berjalan berdampingan karena sadar diri akan memakan jalan orang, menghargai hasil panen dan tidak serakah dengan apa yang diambil, mereka mengambil dan menanam kembali apa yang ditanam sehingga apa yang dikerjakan menjadi berkah. Ironisnya, kebanyakan dari mereka buta huruf dan ada yang tidak mengenyam pendidikan formal tapi mengapa bisa mencerminkan perilaku yang memanusiakan manusia dan menghargai alam.

Ada juga penjual tua yang berjualan di pasar, apabila pembeli kehabisan bahan makanan, maka si penjual memberikan info ke penjual lain. Dalam hal ini berarti mereka saling mengenal antar penjual, punya empati tidak hanya mementingkan keuntungan dagangannya sendiri, memberi rezeki pada orang lain supaya barang dagangannya juga ikut terjual, dalam hal ini adalah gotong royong atau kolaborasi.

Ada juga perempuan yang mempunyai idealisme, ketika pekerjaan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, seperti seorang guru taman kanak kanak, yang mengajar anak TK, melihat sistem pendidikan anak dengan memaksa anak harus bisa menulis, membaca dan berhitung terpaksa mengundurkan diri dari profesi guru karena tidak tega dan bertolak dengan batin, bahwa anak tidak sepatutnya mendapatkan model pendidikan seperti itu.

Ada juga perempuan yang menjabat tertinggi kepala di sebuah lembaga atau perusahaan milik negara, terlibat kasus korupsi tapi tetap bangga menjalankan tugasnya karena pekerjaannya nyaman dan aman dimana kasus dan hukuman dianggap ringan. 

Jajaran beberapa gambaran perempuan Indonesia yang sukses saat ini, seperti ibu Susi Pudjiastuti, Anne avantie, Mira Lesmana dan masih banyak perempuan Indonesia sukses yang lain di bidangnya masing-masing. Mereka punya karya dan memberdayakan sesama tidak untuk diri sendiri. 

Kalau perempuan sudah punya pekerjaan sendiri, mungkin tidak pusing dan dilema dengan ibu rumah tangga atau karir karena punya otoritas sendiri, menjalani peran ganda dengan fleksibel yaitu berkarir dan menjalani peran Ibu sekaligus, namun tentunya hal ini punya tantangan tersendiri, tidak semudah membalikkan telapak tangan dan butuh perjuangan.

Jika wanita punya usaha sendiri, mungkin ada yang sudah punya modal warisan dari orangtua, ada juga yang mulai dari nol, meski sudah punya usaha sendiri dan sukses besar, tidak lupalah untuk mensejahterakan kaum perempuan dan juga tidak bossy (suka memerintah), tidak menjatuhkan sesama perempuan tapi memberdayakan, supaya perempuan juga bisa berdaya, mandiri, dan apalagi perempuan bisa menghasilkan uang sendiri nantinya. 

Bagaimana jika menengok rakyat kecil seperti perjuangan Marsinah dulu yang nasibnya menjadi buruh yang menuntut haknya yang nasibnya berakhir tragis hanya karena menyuarakan hak kaum buruh pekerja, banyak wanita berkarir yang bekerja pada orang lain yang dia sendiri tidak punya kuasa, karena diperintah oleh orang lain, meski bekerja, seyogyanya pekerjaan apapun, kalau menjadi buruh, meski gaji besar atau kecil, harus memanusiakan perempuan, gaji sepadan dengan apa yang dikerjakan. Jadi perempuan tidak hanya kerja seperti sapi perah, tapi dia harus tahu akan hak-haknya, tidak diam, harus berani bersuara dan bertindak untuk memperjuangkan kemanusiaan. 

Perempuan butuh bersuara dan didengar bukan sekedar patuh, hanya menjadi bergeming dan tak acuh. Sebuah negara tak akan ada jika tanpa kehadiran dan peran perempuan. Sebaliknya dengan adanya perempuan, negara bisa hancur, jika peran perempuan hanya berkutat hanya masalah pokok yang sempit, perempuan harus aware bahwa ada isu isu sosial di luar sana yang perlu peran perempuan demi mensejahterakan nasib perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun