Merancang masa depan anak, dari kalimat ini kita cendrung berpikir bagaimana kemudian anak-anak akan tumbuh, bagaimana kehidupannya, dan bagaimana pendidikannya di masa depan. Tidak bisa dipungkiri bahwa beberapa orang tua masih berpikir tentang cara bertahan hidup untuk keluarga, dibanding memikirkan pendidikan anak. Namun tidak sedikit pula orang tua yang kini mulai sadar bahwa merancang masa depan anak itu penting, salah satunya melalui pendidikan.
Merujuk pada persiapan pendidikan anak, orang tua tentu perlu mempersiapkan segala sesuatunya secara matang, termasuk dengan menabung ataupun asuransi pendidikan seperti Axa Mandiri maupun produk terkait lainnya yang kini mulai banyak bermunculan dan ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan di Indonesia. Namun ada satu hal yang kemudian mengusik benak saya saat membaca tema ‘Rencanakan Pendidikan Anak Sejak Dini.
Siapakah yang berhak untuk dirancang masa depan pendidikannya?
Ini menjadi pertanyaan menarik untuk saya, dengan ringkas tentu saja saya bisa menjawab. Ya, anak-anak. Anak siapapun itu? Ya, anak-anak di seluruh dunia. Benarkah?. Dalam undang-undang dasar 1945 hal ini sebenarnya sudah dijawab dengan jelas pada pasal 31 ayat satu bahwa “ Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Lalu bagaimana dengan mereka yang berkebutuhan khusus? Mereka yang memiliki kekurangan fisik atau difable, mereka yang memiliki keterbebelakangan. Tidakkah mereka juga membutuhkan rancangan masa depan? Lebih lagi rancangan pendidikan. Sementara Negara ini menjamin pendidikan setiap warga negaranya, tapi tidak sedikit juga yang tidak bisa mendapatkan pendidikan dengan layak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Bentuk pelayanan pendidikan ABK
Anak-anak berkebutuhan khusus atau ABK, adalah mereka memiliki ‘keunikan’ tersendiri dibanding anak-anak lainnya, mulai dari mereka yang mengidap autism, Hiperaktif, Retardasi Mental, Gifted, tunanetra, tunarugu dan lainnya yang dalam pemenuhan kebutuhannya perlu ditangani secara khusus.
Dalam kaitannya dengan bagaimana mereka mendapatkan pendidikan mereka, sebenarnya saat ini ada beberapa alternative pendidikan yang bisa diberikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Tahun 1986 Samuel A.Kirk memperkenalkan gradasi layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pertama adalah bentuk layanan pendidikan segregasi, ini merupakan sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Dengan kata lain anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan melalui lembaga-lembaga yang secara khusus memiliki program untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Layanan pendidikan ini meliputi special day school berupa sekolah khusus harian seperti sekolah luar biasa (SLB), residential school berupa sekolah khusus yang terintegrasi dengan kegiatan asrama seperti sekolah luar biasa berasrama, dan residential institution yang merupakan institusi khusus untuk anak – anak berkebutuhan khusus.
[caption caption="Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus"][/caption]
Bentuk kedua adalah pelayanan meanstriming. Ini meliputi pelayanan pendidikan mulai dari kelas reguler sampai pada integrasi antara sistem khusus dan reguler. Diantaranya meliputi sekolah reguler penuh dimana anak-anak berkebutuhan khusus menyatu dengan anak-anak normal lainnya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dalam satu ruangan. Berikutnya ada sekolah reguler dengan guru konsultan, ada juga sekolah reguler dengna ruang sumber. Keempat adalah part time special class, ini merupakan kelas reguler dengan memberikan beberapa waktu untuk kelas khusus. Dan terakhir adalah self contained special classes, yaitu kelas khusus yang ada pada sekolah reguler.
Bentuk-bentuk pelayanan ini sebenarnya sudah mulai banyak bermunculan di Indonesia, seperti SLB baik negeri maupun swasta, sampai pada beberapa sekolah inklusi. Namun demikian munculnya beberapa pelayanan semacam ini tidak serta merta berjalan sebagaimana yang di harapkan. Tetap ada resiko dan kekurangan dalam setiap program pelayanan. Misalnya pada sekolah inklusi, tidak jarang anak-anak dengan kebutuhan khusus mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari teman-teman sekelas, bahkan pembulyan, bahkan protes juga di dapatkan dari orang tua murid dengan anak-anak normal yang kadang tidak menginginkan anak mereka ditempatkan di kelas yang sama dengan anak berkebutuhan khusus. Seolah apa yang dialami oleh ABK adalah sebuah penyakit yang menular. Ironis.
Sementara di untuk mereka yang ditempatkan dalam sekolah khusus, tak jarang mereka kehilangan kontak sosial dengan lingkungan, memang dalam hal ini mereka memiliki kekurangan, tapi dalam konteks manusia sebagai mahluk sosial, tentu setiap anak, bahkan ABK sekalipun tetap membutuhkan orang lain dan bersosialisasi tidak hanya dalam lingkup kelompok yang sama tapi diluar kelompok mereka.
Tentu saja melihat beberapa kekurangan ini sangat menyedihkan bagi saya pribadi. Namun demikian tentu saja tidak sedikit orang-orang yang peduli dan mau berjuang untuk anak-anak ABK. Dalam merancang masa depan pendidikan ABK tentu diperlukan ketelibatan berbagai pihak, agar kemudian permasalahan-permasalahan yang ada sebelumnya perlu di atasi.
Lalu, siapa yang terlibat?
Kita semua, saya, anda dan mereka.
Dukungan Orang tua, dalam hal ini sebagai tempat awal dimana anak-anak mengalami pendidikan. Anak-anak ABK perlu mendapatkan kepercayaan dari orang tua untuk belajar mandiri. Sebab tak selamanya mereka bisa melayani dan mengawasi anak mereka setiap saat, sehingga ABK perlu diajarkan kemandirian dalam aktifitas keseharian praktisnya. Sebab kadang tak jarang orang tua terlalu kasihan dengan anaknya dan membiarkan semua diatasi oleh ‘mereka sebagai orang tua’ sehingga anak-anak kemudian secara tidak sadar terdidik untuk ‘manja’, hal ini juga sebenarnya bisa terjadi pada anak normal lainya. Hal ini tentu tidak boleh terjadi terlalu lama, orang tua harus pandai memilah antara memberi pemberian bantuan tanpa harus memanjakan anak.
Dukungan guru-guru, dalam hal sekolah luar biasa, guru-guru tentu memiliki arti dan dukungan penting dalam membangun kemandirian ABK, namun bagi guru-guru reguler yang tidak memahami pemahaman ABK tentu juga harus melakukan dukungan terhadap ABK misalnya ketika berada dalam kelas reguler dengan anak-anak normal lainya, bisa jadi bukan perhatian yang khusus tapi dukungan-dukungan kecil yang bisa menaikkan harga diri ABK.
Dukungan lingkungan sosial sekitar, teman-teman dan tetangga. Kadang kala tak jarang ABK dianggap sebagai aib bagi lingkungan sekitar yang masih belum memahami bahwa sebenarnya ABK bukalah penyakit. Baru-baru ini peserta audisi America’s next top model, Nyle adalah seorang tuna rungu, ia berhasil masuk menjadi finalis. Di sebutkan dalam beberapa wawancara keikutsertaannya pada acara itu adalah berkat dukungan teman-temannya. Dari sini sebenarnya kita bisa mengetahui bahwa dukungan orang-orang sekitar akan membuat mereka yang berkebutuhan khusus merasa dihargai, ketika self esteem meningkat, disaat inilah mereka kemudian memiliki keinginan untuk bisa lebih maju ke tahap yang lebih baik, misalnya dalam hal bermimpi dan mencapai mimpi, seperti yang dilakukan oleh Nyle. Ini mungkin tidak terjadi pada semua orang tapi bukan berarti tidak mungkin terjadi jika kemudian lingkungan sosial mau secara terbuka memberikan dukungan terhadap ABK.
Pemerintahan dan Pihak swasta. Jika kita berbicara terkait masa depan, maka tidak hanya sekedar pada pemberian pendidikan pada ABK tapi bagaimana kemudian mereka bisa bertahan hidup di kemudian hari dilingkungan sosialnya. Beberapa ABK yang masih memungkinkan untuk bekerja tentu memerlukan dukungan dari pemerintah dan pihak-pihak swasta untuk dipekerjakan. Dibeberapa negara sudah ada yang memperkerjakan anak-anak berkebutuhan khusus untuk pekerjaan seperti merapikan buku di perpustakaan, ini terdengar seperti pekerjaan ringan, tapi bagi mereka ini merupakan bentuk penerimaan keberadaan mereka di lingkungan sosial. Hal inilah yang juga perlu dilakukan untuk pemerintah dan pihak-pihak swasta untuk terlibat dalam merancang pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus.
Gambaran masa depan ‘Kita’ (ABK, saya dan Anda)
Perlu keterlibatan semua orang tanpa terkecuali untuk mewujudkan mimpi masa depan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus. Namun demikian rancangan masa depan ini tidak akan terjadi jika hanya berhenti pada tahap ini, perlu sekali tahap lanjutan seperti pemberian layanan sosial untuk ABK termasuk dalam memiliki kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Sebab sebenarnya ABK bukan penyakit yang harus dihindari, tapi orang-orang dengan keunikan khusus yang perlu untuk dipahami dan mendapatkan dukungan dari Kita (ABK, saya dan anda)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H