Di tengah debu dan reruntuhan, aku berdiri sebatang kara, menyaksikan tanah kelahiranku diselimuti oleh asap dan jeritan.Â
Aku adalah anak Palestina, tempat di mana setiap batu dan sudut jalan menyimpan kisah perjuangan. Setiap hari adalah pertempuran, bukan hanya untuk bertahan hidup, tetapi juga untuk menjaga marwah dan tanah warisan nenek moyangku.
Ketika fajar memecah keheningan malam, aku terbangun oleh suara pesawat tempur Zionis yang membahana di langit. Bom-bom dijatuhkan membuat dinding rumahku bergetar, mengingatkanku pada realitas pahit yang harus kuhadapi setiap hari.Â
Sekolah adalah medan perang, buku-buku pelajaranku adalah tameng, dan doa-doa yang kupanjatkan adalah senjataku.
Kehilangan keluargaku adalah luka yang tak pernah terobati. Ayah dan ibuku, yang selama ini menjadi pilar kekuatan, telah pergi, direnggut oleh kebrutalan Zionis yang tak mengenal belas kasihan.Â
Air mataku telah kering, dan hatiku semakin membatu, tetapi rasa kehilangan itu selalu menyertai setiap langkahku.
Namun, dalam keputusasaan, iman Islamku memberikan cahaya. Ajaran-ajaran suci menjadi penuntun dalam kegelapan, mengajarkan padaku tentang kesabaran, ketabahan, dan keberanian.Â
Aku belajar bahwa dalam setiap ujian, ada kekuatan yang datang dari keyakinan, dan dalam setiap doa, ada harapan yang tak pernah padam.
Setiap detik di tanah ini adalah perjuangan untuk kebebasan, setiap hembusan nafas adalah doa untuk perdamaian.Â
Aku berjalan melalui reruntuhan, menyentuh bekas luka di tanah ini, merasakan kesedihan yang tertinggal, tetapi juga merasakan semangat yang tak pernah mati.
Aku berjuang bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi untuk setiap jiwa yang telah hilang dalam pertempuran ini. Aku berjuang untuk masa depan adik-adikku yang masih terlalu muda untuk memahami kekejaman ini, tetapi sudah cukup tua untuk merasakan rasa takut dan kehilangan.
Setiap malam, ketika aku menutup mata, aku memimpikan sebuah dunia di mana teror hanyalah bayangan yang telah lama hilang.Â
Aku memimpikan surga di mana keluargaku dan semua martir lainnya telah menemukan kedamaian. Dan dalam mimpiku, aku melihat diriku bergabung dengan mereka, setelah berjuang dengan gigih di jalan yang Allah tentukan.
Dan jika ajalku tiba, aku siap menyongsongnya dengan hati yang penuh keimanan, karena aku tahu syahid adalah panggilan mulia.Â
Aku berdiri tegar di tanah yang telah banyak menyaksikan air mata, dan dengan senyum, aku akan menyambut takdirku, karena dalam setiap tetes darah yang kucurahkan, aku menanam benih kebebasan untuk tanahku, Palestina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H