Perdagangan telah menyeberang batas fisik dan menapak era digital. Kini, transaksi bisa dilakukan di ujung jari, kapan saja, di mana saja.
Dua pintu besar ini adalah e-commerce dan media sosial (social commerce). Keduanya telah membantu mendorong perubahan cara belanja masyarakat yang pada akhirnya mendongkrak  pertumbuhan bisnis di Indonesia.
Hal yang dibuktikan melalui data Bank Indonesia yang menunjukkan nilai transaksi e-commerce sebesar 476 Triliun di akhir 2022 yang artinya telah 'meledak' empat kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Trend penurunan angka kunjungan beberapa platform e-commerce besar Indonesia  yang terdeteksi di kuartal pertama 2023 sebesar rata-rata 15-17 persen secara bulanan menurut data  SimilarWeb yang disarikan KataData (Maret 2023) tidak lantas membuat pesimisme trend sampai akhir tahun.
Setidaknya ada opini kemungkinan indikasi peralihan aktivitas dari platform e-commerce ke social commerce yang cukup masif yang seharusnya tidak mempengaruhi angka pertumbuhan transaksi online secara nasional.
Namun, apa sebenarnya keuntungan berjualan di e-commerce dan media sosial, dan mana yang lebih menguntungkan?
Karakteristik Pengguna dan Faktor Kunci
Dalam hal karakteristik, pengguna e-commerce biasanya lebih serius dalam mencari produk atau jasa. Mereka biasanya sudah memiliki niat untuk membeli dan lebih fokus pada produk atau jasa yang mereka cari.
Sementara itu, pengguna media sosial (social commerce) umumnya tidak secara khusus mencari produk atau jasa, tetapi menemukan produk atau jasa tersebut secara tidak sengaja saat menjelajahi platform.
Oleh karena itu, penjual dapat mencapai pelanggan yang lebih tepat sasaran dan percepatan 'closing' melalui e-commerce, sementara media sosial (social commerce) dapat digunakan untuk menjangkau audiens yang lebih luas dengan langkah-langkah bertahap dimulai dari 'awareness'.