Mohon tunggu...
Cliff Damora
Cliff Damora Mohon Tunggu... -

ada deh. hahaha

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sebelum Pergi Melihat Nusantara

2 Januari 2013   09:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:38 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Modal seret merupakan kenyataan. Kami berunding dan memilah-milah tempat sablon yang terendah biaya produksinya. Dan khusus kaos punya sendiri kasus. Karena ongkos yang paling sesuai kantong kami dapatkan di Cianjur, jadi setelah produksi selesai si kaos mesti dijemput jauh. Bandi, menunggangi motornya dan menempuh 120 kilometer pergi pulang Bogor – Cianjur – Bogor demi kaos. Sepulang Bandi menggembol kaos barulah kami memotret dan segera memajangnya di jejaring sosial. Promosi.

***

Di akhir 2011, Bandi dan aku  mengayuh sepeda sambil membawa ratusan pin hingga ke Jawa Tengah. Anggaplah latihan plus upaya menjaring dana. Kalau bahasa kerennya, Sosialisasi Kegiatan.  Sedangkan Anto, jaga kandang di Bogor sambil mengurusi perintilan sepedanya yang akan dibangun.

Suatu malam saat Bandi dan aku ada di Semarang, layar ponselku yang cantik berwarna pink berkedip-kedip. “Haris OANC”, nyala mati nyala mati. Kuangkat. Di akhir obrolan aku bilang, “nanti di Bogor kita obrolin lagi”

Dua bulan setelahnya kami kembali. Kembali ke Bogor dan menemui Anto di kamar kosnya di Ciawi. Ciawi, di belakang Universitas Djuanda, di sana banyak kos-kosan, dan salah satunya yaitu kosannya Anto. Nah, di dalam kamar Anto yang pada dindingnya tergantung  sebatang kara frame sepeda, Anto bilang, “Kisut mau gabung”. Seorang teman imut di kota tetangga bertubuh ciut bernama Kisut, tertarik ikut. Dan jika informasi itu benar, sekaligus ditambah masuknya Haris, berarti tim kami mirip Power Rangers. Namun aku ogah jadi Rangers Pink.

***

Meladeni pemesan adalah bagiannya Anto. Ia bolak-balik menjinjing paket dari rumahku ke kantor jasa pengiriman barang. Kalau pesanan pin sedang  melimpah, Anto mendadak lincah. Sementara Haris-yang sudah bergabung dengan kami-memiliki jiwa ibu-ibu tukang kredit daster. Haris yang pendiam tiba-tiba lupa diam. Seketika ia lihai merayu teman-teman kantornya supaya mau memiliki kaos-kaos yang selalu dibawanya ke tempat kerja.

Saat yang lain sibuk di luar, badanku lebih sering di kamar menghadapi netbook tua punyanya Anto. Aku membuat jalur perjalanan pulau pertama, Jawa. Dan kalau sudah begini, artinya, kebolehanku memelekkan mata sedang diuji. Tubuh dipaksa betah menghadapi permainan menjemukan: titik dan garis di google maps, yakni, menekan mouse hingga di layar muncul sebuah titik, lalu mouse digeser ke tujuan yang lain yang kemudian kutitikkan lagi. Dan lahirlah garis yang menghubungkan keduanya. Sementara, di sebelah garis yang sedang aku buat, kuperhatikan selalu muncul angka yang menerangkan jarak. Tiap kali titik bertambah, angka juga bertambah. Garis yang tadinya pendek pelan-pelan bertumbuh menjadi panjang. Pada akhirnya Bogor ke Banyuwangi selesai. Jawa terhubung dengan jarak seribu lebih kilometer.

Tiap hari aku setia pada google maps. Burung hantu berganti ayam aku mendekam di kamar. Keluar kamar kalau kebelet atau haus. Keluar rumah jika rokok habis dan sambil berdoa semoga warung si Abang masih buka. Kalau warung si Abang sudah tutup, aku lari ke warung si Mas atau si Aa. Sedihnya, kedua warung itu tidak pernah ada. Eit, usah risau, ini bukan novel. Dan mengenai si Aa dan si Mas, itu memang hanya karanganku saja.

Tiap bangun tidur badanku punya warisan leher yang pegal dan mata yang perih minta dikucek-kucek tangan yang kesemutan sisa siksaan semalaman akibat jarang berpisah dengan mouse. Tapi malamnya, aku balik lagi ke google maps.

Jika pintu kamarku terbuka, kadang-kadang seorang wanita yang sama datang melongok. Tapi tidak masuk. Ia hanya berdiri dari dekat pintu dan dilihatnya aku yang sedang bersidaku hadap-menghadap menatap si netbook tua. "belum beres?". "belum, Ma". Ia berpaling ke bangku di ruang tamu. Aku paham betul artinya apa kalau kebiasaannya dilakukannya lagi. Dagunya sandar di jempol dan jari-jarinya menutupi mulut. Artinya, ibuku sedang memikirkan sesuatu yang mendalam. Bisa jadi di pikirannya, "apa yang dicari anakku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun