Itu semua karena ia bersikeras untuk melakukannya sendirian.
Diserang dengan banyak pertanyaan, Rey merasa bahwa tatapan yang mengarah padanya menjadi seperti jarum yang semakin menusuk. Dia mencoba untuk menahannya. Rey yang sudah menjadi bahan tontonan tidak bisa menjawab pertanyaan dari pria itu. Tapi dia mencoba untuk menyelamatkan desa dimana ia pernah tumbuh menjadi seorang pemuda. Ia menepis tangan yang mencengkram pundaknya. Kakinya mulai berjalan ke tempat dimana batu pertama diletakkan.
"Apa kau akan melakukannya sendirian?" dari kejauhan pria itu berbicara. Ucapannya tidak menghentikan langkahnya.
"Aku masih punya kawan"
"Sungguh? Apakah mereka tahu dengan apa yang akan kau rencanakan?" seakan bisa membaca pikirannya, kalimat itu berhasil menghentikan langkah Rey.
Rey menoleh kearah pria berjas itu. Sebelumnya ia tak mengamatinya dengan jelas tapi, pria itu menggunakan pakaian bak bangsawan Prancis lengkap dengan tongkat kayu berkilat dan juga topi tabung yang menempel pada kepala dengan rambut ikal yang menari tersapu sepoi angin yang begitu lembut.
Pria itu menyentuh ujung topinya, bagian tangannya menutupi mata. Memperlihatkan sisi lain dalam dirinya. Pria itu mula mendengus pelan sebelum pada akhirnya berkata "Kau tidak akan bisa melakukannya sendirian, nak" sambil terus melangkah, dia kembali menambahkan sebuah kalimat
"Dunia orang dewasa adalah sebuah dunia yang kejam, dunia tanpa belas kasih."
Tanpa disangka pria itu sudah ada si hadapannya. Rey mendongak menatap wajah pria itu. Wajahnya bagitu familiar, sepertinya dia mengenal pria ini.
"Kau tidak bisa memikul segalanya sendirian, Rey. Kau juga tidak bisa meyakinkan ribuan orang hanya dengan satu kepala." Sambil tersenyum, dia menyambung" Ada kalanya kau harus membagi bebanmu dengan orang lain. Kau tak akan bisa mencapai segalanya sendirian." Mata itu menatap lembut pada seorang pemuda di hadapannya, tusukan dirasakan Rey mulai memudar.
"Siapa anda?" Ia yakin pernah melihat pria itu di suatu tempat.