Eureka!! Idenya sangat gemilang! Aku juga cukup menguasai bidang ini.
Kembali ke desa Lekopa'dis, aku langsung menyusun proposal. Sorenya mulai mengumpulkan pemuda-pemudi Karang Taruna untuk merapikan lapangan kosong. Bermodal kapur yang kubawa dari Mamasa (sisa kapur yang dipakai untuk mengecat pagar) kami membuat garis lapangan. Beberapa pemuda menebang bambu tua untuk membuat tiang di tepi lapangan. Ada warga yang  pandai membuat jala. Aku usul Pak Desa untuk memesan jala seukuran dan semodel net voli. Pak Todding juga menghadiahkan 2 bola voli yang selama ini nganggur di rumahnya.
Hampir semingguan, tanah kosong telah berubah menjadi lapangan voli. Setiap sore juga ramai dikunjungi warga yang ingin melihat pemuda-pemudi mereka berlatih voli.
Jumat dalam minggu itu, aku menitip beberapa surat proposal ke Betty yang balik ke Ujung Pandang. Salah satunya untuk disampaikan langsung ke toko olahraga dekat Pantai Losari. Pemiliknya sudah kenal baik sebab aku sering minta sponsor untuk voli dan hockey Unhas setiap kali bertanding. Juga salah satu perusahaan minuman yang setia menjadi sponsor. Karena weekend kantornya tutup. Jadi cukup dicemplungkan ke dalam kotak pos terdekat bersama proposal-proposal lainnya.
Tak kalah dengan teman-teman lain, akhirnya aku juga bisa berkegiatan. Bahkan melibatkan warga desa untuk ikut berpartisipasi. Undangan pertandingan juga sudah disebar ke desa-desa sekitar, bahkan antar kecamatan.
Setiap sore, aku rutin melatih teknik bermain membagi bola dengan teman satu tim. Intinya, dalam olahraga beregu, jangan bermain sendirian untuk terlihat hebat. Tetapi harus berbagi, menjaga kebersamaan dan kekompakan.
Pesan Rektor pada saat pembekalan KKN, beliau mengutip konsep ide mantan gubernur Sulsel Ahmad Amiruddin (yang juga pernah jadi rektor Unhas) tentang Program Tri Konsep Wilayah, yaitu komoditas, perubahan pola pikir, dan petik olah jual.
Menurutku, membangun tim voli di desa, adalah upaya perubahan pola pikir untuk bermain secara fair dan menjunjung tinggi sportivitas. Sekaligus perubahan pola pikir dari pemuda desa menjadi juara desa lewat olahraga. Akhirnya programku juga bisa disambung-sambungkan ke dalam konsep ini.
Minggu-minggu menjelang pertandingan, proposalku mendapat respon positif. Toko olahraga menyumbang piagam dan piala 6 buah untuk juara 1, 2, 3 putra dan putri. Perusahaan minuman bersedia menyumbang seragam untuk tim putra/putri dan ada perusahaan pecah belah akan menyumbang bola voli sebanyak 4 buah. Sisa proposal lainnya, tidak dijawab sebab tertulis limit waktu bagi para calon sponsor.
Karena harus mengambil semua sumbangan, terpaksa aku pergi ke Ujung Pandang. Agak stress juga membayangkan jauhnya perjalanan. Tapi demi suksesnya program acaraku, akhirnya dengan semangat '45 aku pulang.
Kembali ke Tinambung, aku disambut seperti pahlawan. Sambutan mereka, persis seperti tokoh I Karake’lette yang memenangkan pertarungan melawan Raja Gowa.