Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pengalaman Nyoblos di Italia

20 Februari 2024   05:30 Diperbarui: 20 Februari 2024   11:20 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun ini merupakan Pemilu ke 4 di Italia buat saya pribadi. Dua pemilu terakhir, saya sempat mendokumentasikan proses pemilihan yang selama ini dilakukan via pos. Sayangnya pada Pemilu 2009 belum ada telepon genggam yang canggih. 

Tahun itu situasi saya juga masih amburadul. Alamat pos masih di rumah lama. Untungnya, penghuni yang baru berhasil mengontak saya. Katanya ada amplop surat besar dari Ambasciata Indonesia di Roma. Mereka yakin suratnya pasti penting. Itulah amplop pertama pemilu saya di Italia.

Pemilu 2014, saya sibuk mengurus keberangkatan saya dan suami ke Jakarta. Jadi pikiran hanya fokus ke koper dan oleh-oleh. Tapi saya sempat mengirim surat suara sebelum berangkat. 

Waktu itu tidak terbersit ide untuk mengabadikan momen yang hanya terjadi 5 tahun sekali. Jadi tahun 2019 dan 2024, saya usahakan untuk mendokumentasikan proses pemilu saya untuk file pribadi.

Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany, Pemilu 2019
Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany, Pemilu 2019

Merantau jauh dari tanah air. Sendirian, jauh dari keluarga. Rasanya sesuatu banget. Terakhir nyoblos di Indonesia, tahun 2004 di TPS depan rumah. Mantan-mantan tetangga yang sudah pindah ke pinggiran kota Jakarta, hari itu pada mampir ke rumah kami. Sudah seperti reuni akbar. Padahal zaman itu belum ramai selfie di dunia maya. 

Pemilu di rumah orangtua saya di Rawamangun menjadi ajang silaturahmi setiap 5 tahun. Jadi tahun 2009, menangis juga membayangkan situasi pemilu di Indonesia yang riang gembira. Sekolah dan kantor pada diliburkan. Mama pasti sibuk memasak sehari sebelum hari H untuk menyuguhkan makanan ke para tamu yang mampir. 

Sementara di Italia, saya dan segelintir teman setanah air, merayakan pesta demokrasi tanpa 'pesta' seperti yang disiapkan mama di Jakarta. Saya hanya masuk kamar, cari benda tajam untuk mencoblos surat suara. Lalu mengisi formulir dan mengirim ulang seberkas kertas dalam amplop ke kotak pos di tembok luar kantor pos.

Acara mengirim surat di Italia, tidak selalu dilakukan dalam kantor pos. Kecuali kirim paket atau surat-surat bisnis yang tanpa menempelkan prangko di sudut amplop. 

Untuk membeli benda pos, kami harus ke tabaccheria, bukan ke kantor pos. Jadi setiap 5 tahun, saya hanya memasukan amplop pemilu yang sudah dilengkapi prangko oleh panitia, ke dalam kotak warna merah yang biasanya menempel di dinding luar kantor pos. 

Tahun ini, saya terima surat suara tanggal 5 Januari 2024. Menurut teman-teman panitia di Roma, PPLN mengirim surat suara gelombang pertama tanggal 3 Januari kepada semua nama berawal A-E. Karena tanggung hari Jumat, jadi saya baru sempat mengirim kembali amplop surat suara tanggal 9 Januari.

Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany
Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany

Dalam lembar formulir yang harus ditandatangani, melekat catatan tambahan yang berbunyi "Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2018, azas pemilu adalah rahasia. Dengan begitu, pemilih diwajibkan untuk merahasiakan pilihan dengan tidak mendokumentasikan (foto/video/penggandaan) melalui media apapun"

Saya mungkin melanggar peraturan ini, sebab saya menayangkan foto amplop yang masih tertutup rapat. Masih fresh, baru diambil dari kotak pos di gedung tempat tinggal kami. 

Saya hanya ingin infokan ke teman-teman di salah satu medsos bahwa saya sudah terima surat suara. Jadi saya ingin tahu reaksi mereka. Ternyata seru juga komentar teman-teman yang membaca status saya, "Yeah.. surat cinta udah nyampe!"

Berikut ini cuplikan beberapa komentar mereka: 'Punyaku belum nyampe nih'. 'Emang pemilu kapan sih?' 'Emang di sana ngga dibikin TPS ya?'. 'Keren prangkonya'. 'Sebagai filatelis (kolektor prangko dan benda pos lainnya), saya malah tertarik mengomentari amplopnya. Kenapa prangkonya gak dibubuhi cap/stempel pos (postmark) ya? Dan sepertinya prangkonya penempelannya agak kurang kuat ya? Padahal kalau ada cap pos amplop itu bakal menjadi bagian postal history (sejarah pos) yang berharga'. 'Boleh dong prangkonya'. 'Wah baru tau ada pemilu pakai pos'. 'Cepet ya. Kakakku di Amrik belum dapet'. 'Kok awal sech Mbaaak.. Maksudnya ini piye?' dan seterusnya.

Lebih seru lagi membaca komentar jawaban atas reaksi teman-teman dengan aneka argumen mereka. Di Belgia dan Amerika, rupanya belum ada yang terima surat suara. Bahkan di Italia pun masih sedikit yang terima surat suara.

Kondisi amplop yang saya terima memang berkesan surat telanjang. Ada prangko, nama pengirim dan penerima. Tapi tanpa stempel pos. Kesannya seperti surat kaleng atau surat yang dikirim via kurir bukan via pos. 

Pikiran saya ketika melihat amplop ini, "Wah lumayan nih prangko 3,60 dan 0,50 euro, bisa dipakai ulang! Jadi beberapa teman yang gemar mengoleksi prangko, mereka berkomentar soal prangko. 

Saat mata saya menangkap lembar nama penerima yang nyaris lepas, suami langsung berkomentar, "Wah ceroboh amat yang mengirim surat. Alamat penerimanya tidak dilem dengan baik. Kalau lepas, suratnya tidak sampai tuh."

Betul juga. Jadi saya langsung komentar ke teman yang menjadi anggota PPLN di Roma. Kebetulan dia menjawab beberapa pertanyaan dari komentar beberapa teman di status saya. 

Saya hanya memberi saran untuk menempel dengan baik nama-nama penerima. Atau tulis tangan, langsung di atas amplop, jadi tak perlu tempel menempel. Dan memang ada teman yang menerima amplop tanpa data si penerima. Mungkin tukang posnya kenal baik karena tertulis pengirim dari Ambasciata Indonesia. Jadi sampai dengan selamat ke tangan penerima.

Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany
Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany

Soal komentar filatelis, memang sangat disayangkan kalau amplopnya tidak ada stempel pos untuk merekam data pengiriman. Dalam hal ini, teman panitia cuma angkat bahu, sebab sudah bukan urusan PPLN tapi urusan kantor pos Italia. Apalagi saat pengiriman gelombang pertama, ada ratusan amplop yang dikirim. Jadi dalam hal ini saling memaklumi saja.

Sejak memajang status di media sosial, banyak pesan masuk ke jaringan pribadi saya. Ada yang bertanya, coblos pakai apa? Pilih siapa? Kok saya belum terima surat suara? Nama saya tak terdaftar, lapor ke siapa? Dan seterusnya. 

Saya bukan panitia pemilu, bukan juga pengawas pemilu. Tapi akhirnya membantu menjawabkan pertanyaan teman-teman sekitar. Minimal memberi nomer-nomer hotline PPLN dan Panwaslu yang bisa dihubungi.

Ada kasus yang salah terima amplop. Kebetulan nama depan mereka sama-sama Endah. Mereka tinggal di kota yang berbeda. Endah satu di Campobasso. Endah lainnya Abruzzo yang berjarak hampir 200 km. 

Kasusnya agak alot. Endah di Abruzzo menerima amplop dengan formulir atas nama Endah di Campobasso. Setelah kontak PPLN, dia disuruh mengirim semua berkas, termasuk formulir yang dibiarkan kosong tanpa tanda tangan. 

Endah di Campobasso akhirnya menerima amplop tapi hanya berisi formulir tanda terima, tanpa selembar pun surat suara. Ada amplop berprangko untuk kirim balik ke PPLN. Tapi akhirnya dia memilih golput, tidak mengirim formulir karena tidak ada surat suara untuk dicoblos. Hilanglah satu suara!

Endah di Abruzzo akhirnya terima formulir tanda tangan atas namanya sendiri. Tapi tanpa amplop dan prangko balasan. Jadi dia tidak mengirim ulang. Alasannya, sudah coblos walau tanpa menandatangani formulir sebelumnya yang bukan atas namanya. 

Hal-hal sepele seperti ini, dari awal-awal sudah kami sampaikan ke teman-teman di PPLN dan Panwaslu. Tapi reaksi mereka agak lambat. Dan akhirnya, untuk kasus ini ada yang merasa dirugikan. Mungkin karena jumlah orang Indonesia di Italia semakin banyak, jadi panitia mulai kewalahan.

Pemilu di Italia (Roma, Milan, Ciprus dan Malta) jatuh hari Minggu tanggal 11 Februari. Via Pos, datanya dari tgl 3 Januari-15 Februari. Mendekati hari H, masih banyak komentar teman-teman yang belum terima surat suara. Dan akhirnya, memang banyak yang tidak terima surat suara sampai hari ini. 

Cerita soal amplop tanpa stempel pos, ternyata bukan cuma saya seorang. Teman-teman lain umumnya juga terima model amplop yang sama, tanpa stempel. 

Persiapan Pemilu di Roma sudah digaungkan sejak tahun lalu. Ada pengumuman lowongan Pantarlih. Terpilih 5 anggota yang terdiri dari 4 mahasiswa dan 1 ibu rumahtangga. 

Awal Februari, KBRI Roma melantik 4 anggota PPLN. Dilanjut dengan pelantikan petugas Pantarlih. Bulan Maret sudah disebarluaskan info Pencarian Data Pemilih Pemilu yang bisa diklik dari Cek DPT online.

Pada Juni 2023 dan seterusnya, mulailah acara-acara sosialisasi dan verifikasi data Pemilu 2024 yang digelar di beberapa kota besar seperti Torino, Venezia, Rimini, dan Genova. 

Bulan November, PPLN Roma membuka pendaftaran Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) untuk wilayah kerja PPLN Roma. Untuk KPPSLN 001 Milan, 002 Siprus, 003 Malta dan KPPSLN Pos, masing-masing terpilih 3 orang.

Sedangkan KPPSLN Roma terpilih 7 orang. Kesembilan belas anggota KPPSLN yang terpilih, dilantik di Roma oleh Bu Mistin selaku ketua PPLN Roma, pada 27 Desember 2023.

Minggu ketiga bulan November, saya dikontak seorang teman di Roma yang memperkenalkan diri sebagai anggota Panwaslu 2024. Dia bercerita kalau mereka sudah beberapa kali sosialisasi kecil di luar Roma untuk menjangkau WNI yang tinggalnya jauh. Saya dihubungi karena mereka tahu tempat tinggal saya di Oderzo cukup terpencil, jauh dari mana-mana. 

Sebelumnya, pernah juga seorang teman di Bologna mengontak saya. Dengan semangat berapi-api dia mengundang acara makan-makan gratis bersama KBRI untuk bahas pemilu. Wah!? Hebat amat KBRI mengundang warga makan-makan di salah satu restoran Asia. 

Mungkin maksudnya PPLN atau Panwaslu, bukan KBRI. Karena jarak Oderzo-Bologna lumayan jauh, jadi saya menolak undangan ini. Hanya untuk sepiring nasi, saya bisa tekor sebab ongkos pergi-pulang jauh lebih mahal.

Sementara teman dari Roma cukup intens menjalin komunikasi untuk mencari tahu WNI yang tinggal di wilayah Treviso. Jadi saya bantu mendata karena jumlah WNI hanya segelintir di propinsi ini. Kecuali kalau dicampur dengan mereka yang sudah pindah kewarganegaraan, memang banyak jumlahnya. 

Selain itu, biasanya acara kumpul-kumpul di Treviso selalu digabung dengan teman-teman sekitar dari kota lain seperti Friuli, Venezia, Mestre, Padova, Vicenza, Verona bahkan Bologna.

Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany
Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany

Akhirnya fix, ada sekitar 11 orang yang masuk daftar acara sosialisasi di Treviso. Kebetulan ada restoran Feria, spesial masakan Indonesia di kota Treviso. Pemiliknya juga orang Indonesia yang menikah dengan chef Italiano. 

Jadi panitia memilih tempat ini untuk acara pertemuan tgl 15 Desember 2023. Acaranya dimulai jam 18, sebab restoran hanya buka malam hari. Karena harus prenotasi tempat, akhirnya malam itu terkumpul 15 orang, termasuk WNI yang sudah pindah kewarganegaraan. Juga beberapa teman-teman dari luar propinsi Treviso. 

Malam itu saya hadir untuk berkenalan dan mendengar arahan langsung dari ketua Panwaslu Roma. Saya juga memastikan diri bahwa nama saya terdaftar sebagai pemilih dengan metode pos. 

Jadi acara selanjutnya, saya langsung izin pulang. Sore itu jalanan sepanjang Oderzo-Treviso, mulai tertutup kabut. Saya waswas kalau kemalaman, kabutnya akan semakin tebal.

Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany
Foto dokumentasi pribadi Claudia Magany

Pemilu tahun 2024, baru pertama kalinya ada Panwaslu di luar negeri. Mengutip brosur yang dibagikan petugas Panwaslu, prinsip tugas Panwaslu adalah 'Cegah' seluruh potensi Pelanggaran Pemilu. 'Awasi' setiap tahapan Pemilu Serentak 2024. 'Tindak', laporkan setiap dugaan pelanggaran melalui Posko Pengaduan Panwaslu Luar Negeri Roma. 

Salah satu jenis pelanggaran pemilu adalah Administratif berupa pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme yang berkaitan dengan administratif pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan Pemilu (Perbawaslu 8 th 2022). Ooops, kalimatnya terlalu panjang nih sehingga sulit dicerna.

Adapun kegiatan Panwaslu di Italia, antara lain program "Ngopi", ngobrol bareng Panwaslu Luar Negeri dengan tema Pengawasan Partisipatif Pemilu 2024 seperti yang digelar di Treviso dan beberapa kota lainnya. Saya sendiri hadir dalam acara ini.

Pemilu telah usai. Seperti pemilu-pemilu sebelumnya, saya pribadi menganggap sukses penyenggaraan pemilu di Italia tahun ini. Tapi rupanya banyak keluhan warga yang merasa dirugikan. 

Laporan-laporan mereka diabaikan, baik oleh PPLN maupun Panwaslu. Solusi dalam memecahkan masalah, sangat tidak profesional. Padahal mereka dipilih lewat seleksi ketat. Jadi sangat disayangkan kalau akhirnya banyak warga yang kecewa sebab mereka tidak pernah menerima surat suara dan kehilangan hak suara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun