Curiga karena semalam berita terakhir mengabarkan soal kebakaran lagi di area Chernobyl, saya buru-buru meninggalkan teras dan menutup semua pintu serta jendela.Â
Saya langsung telpon suami dan cari info kalau-kalau ada kebakaran di sekitar tempat kami atau mungkin asap sisa Chernobyl terbawa angin sampai ke Oderzo.
Sekitar satu jam kemudian, ada pesan masuk dari teman yang mengirim surat edaran dari comune tentang insiden kebakaran hutan di Belluno, sekitar 30 km dari tempat kami.Â
Dalam edaran tersebut, warga diminta untuk menutup semua pintu jendela dan diam di rumah sampai keadaan dianggap aman. Wah, berarti tidak bisa menyerukan perdamaian karena dihimbau untuk tidak keluar rumah.
Saya jadi ingat hari pertama perang, malam itu saya telat memasak. Waktu menyalakan kompor, warna api merah terang dan berbau aneh.Â
Saya pikir kompornya kotor, jadi saya bersihkan dan nyalakan kembali. Tapi tetap saja merah dan baunya semakin aneh. Buru-buru saya buka jendela walau udara masih sangat dingin. Seharian itu berita banyak membahas soal gas yang impor dari Rusia.
Pikiran saya saat itu langsung curiga membayangkan kalau memang terjadi perang (waktu itu saya belum sadar bahwa sudah terjadi perang), Rusia tak perlu senjata untuk menghabisi lawan. Cukup memasukkan racun ke dalam gas yang mengalir ke rumah-rumah, maka selesailah semua!
Sejak malam itu, saya selalu hati-hati saat menyalakan kompor. Selain harga gas dan listriknya melonjak, saya harus bijak mengonsumsi. Semua kemungkinan negatif yang terlintas dalam benak saya juga menjadi pertimbangan untuk selalu waspada. Periksa lubang-lubang angin agar tetap terbuka dan lain-lain.
Jauh sebelum ada konflik, kami pernah disuguhkan miniseri wawancara eksklusif Putin dengan Oliver Stone. Waktu itu saya terkesan sekali dengan sosok presiden yang sangat bersahaja. Tak segan menyetir mobil sambil diwawancara. Main hockey bersama tim, berjudo dengan bocah, main piano bahkan nyanyi solo depan publik.
Kadang suka menyesal juga karena tahun 1998 dulu, saya menolak beasiswa belajar di Universitas Saint Petersburg Rusia.Â
Surat pengantar untuk membuat visa, masih saya simpan bersama dokumen penting lainnya. Suratnya ditandatangani oleh Alexander N. Komarov selaku pejabat Kepala Bagian Kebudayaan Rusia masa itu.