Mengingat kolesterol saya tak pernah berhasil di bawah angka 200, dokter memberi saran 'kalau betul-betul ingin gorengan' sebaiknya memakai minyak goreng berlabel khusus kolesterol. Harganya lumayan mahal. Dengan kata lain, dokter sebetulnya menyarankan agar saya mengurangi konsumsi goreng-gorengan.
Seiring perkembangan teknologi yang semakin modern, sudah banyak juga kenalan di sini yang memakai friggitrice ad aria (air friyer) yang katanya sangat irit minyak. Maklum kalau menggoreng dengan wajan atau mesin goreng eletrik (electric fryer) biasanya boros.Â
Satu botol kemasan isi 1 liter hanya dipakai  untuk sekali atau dua kali menggoreng. Apalagi orang sini tidak menggoreng berulang kali sampai minyak berubah warna menjadi jelantah.
Belakangan saya ikuti beberapa resep kue yang memakai minyak goreng untuk mengganti mentega. Oh ya, minyak goreng di Italia terbuat dari biji-bijian seperti biji jagung, biji kembang matahari, biji buah anggur, kacang tanah, beras (sekam) atau campuran biji-bijian.Â
Selama tinggal di Italia, saya belum pernah melihat minyak goreng dari kelapa atau sawit terpampang di supermarket resmi sini. Beberapa toko Asia ada juga yang menjual minyak kelapa tetapi untuk perawatan rambut.
ITALIA MEMBOIKOT MINYAK SAWIT
Sebelum pandemia, media sini sempat ramai membahas tentang minyak sawit. Mereka menampilkan film dokumenter yang diawali dari penebangan hutan.Â
Skenarionya berlanjut dengan asap tebal akibat membakar hutan. Terlihat orang utan yang lompat sana lompat sini untuk menyelamatkan diri.Â
Biasanya tampil beberapa artis top Hollywood sebagai relawan dalam film dokumenter tersebut.
Setelah itu, panorama kebun sawit yang tertata rapi direkam dari helikopter yang membawa reporter untuk memantau situasi.Â