Karena letak setir kendaraan di Eropa secara umum ada di sebelah kiri (kecuali Inggris), maka pengendara dari arah kirilah yang berhak mendapat kesempatan pertama.Â
Pada area sebelum memasuki bundaran, tiap pengendara wajib stop untuk melihat siapa yang masuk bundaran lebih awal. Praktiknya, utamakan mereka (beri kesempatan) yang datang dari arah kiri.
Kalau aturan ini diterapkan di Indonesia yang letak kemudinya di sebelah kanan, tentu harus memberi kesempatan kendaraan di sebelah kanan untuk lewat duluan.
Sebelum hijrah ke Treviso, tepatnya kota Oderzo, saya sempat bermukim enam tahunan di kota Mestre (Venezia).Â
Waktu itu saya masih berstatus pendatang, jadi hobi banget blusukan untuk mengenal pelosok kota dan sekitarnya.Â
Sebagai kota transit yang menghubungkan Venezia dengan daratan, aktivitas kendaraan umum di Mestre hampir non-stop 24 jam. Malam hari kendaraan umum tetap beroperasi namun jumlahnya terbatas.
Secara toponomastica (ilmu nama tempat), saya cukup hafal berbagai lokasi penting bahkan urutan fermata (halte) sebab berlangganan kartu transportasi yang berlaku untuk bus, tram dan vaporetto (bus air) yang menghubungkan pulau-pulau di laguna di Venezia dan kota-kota sekitar Mestre.Â
Karena itu, saya manfaatkan baik-baik kesempatan ini. Tiap ada waktu luang, saya nikmati perjalanan dari bus ke bus, tram ke tram, juga antar vaporetto.Â
Lampu merah dan macet adalah keasyikan tersendiri, sebab pada saat kendaraan berhenti, saya bisa leluasa memotret pemandangan sekitar dari balik jendela bus.
Sama seperti Jakarta dan kota-kota lain, Mestre juga masih mengandalkan fasilitas lampu lalu lintas hampir di setiap perempatan bahkan pertigaan ruas jalan dan gang. Ada beberapa bundaran, tapi jumlahnya masih bisa dihitung jari. Jauh berbeda dengan Treviso, kota seribu bundaran.