Meneruskan kebiasaan Abah menebar bibit untuk menanam pohon, jaman itu kami hanya bisa menggandakan pohon jarak kepyar di sekitar lapangan depan rumah. Beberapa pohon flamboyan yang ditanam Dinas Pertamanan DKI, satu persatu mati karena kekeringan.Â
Jangankan menyiram pohon di sekeliling lapangan, air yang ada pun kami eman-eman untuk bisa bertahan karena kemarau cukup panjang. Hanya jarak jenis kepyar yang masih bertahan bahkan beranak pinak memenuhi lapangan.
Oh ya, sekarang mama menanam jati, kelor dan salam di pojok lapangan. Serta beberapa tanaman bunga dan buah lain untuk menyemarakan lapangan yang beralih fungsi menjadi taman kota.Â
Tahun '90an kami juga berlangganan air PAM selain tetap mempertahankan sistem pengairan yang sudah ada. Dari tong yang mudah berkarat, menjadi toren air berkapasitas besar dengan penyangga yang jauh lebih aman dan solid.
Hijrah ke Italia, saya terkagum-kagum melihat sistem pengairan kota yang menyuling air sungai menjadi air bersih yang bisa diminum langsung. Padahal sudah banyak korban meninggal di sungai Monticano yang melintas kota Oderzo.Â
Selain kecelakaan karena terpeleset dan terminum air kotor yang menyebabkan kematian, banyak juga orang frustrasi memilih sungai ini untuk mengakhiri hidup.Â
Terbayang bahwa kandungan air ini cukup berbahaya. Tapi dalam keseharian, setelah melewati berbagai proses dan analisa yang sangat ketat dan teliti, masyarakat tetap aman dan sehat mengkonsumsi air kran bertahun-tahun, termasuk saya.
Ada beberapa titik pengolahan air yang tersebar di kota Oderzo. Mulai dari waduk hulu yang letaknya di tepi sungai sebagai sumber air.Â
Waduk tersebut fungsinya membendung air sungai. Lewat pipa berkelok-kelok yang ditanam di bawah tanah, airnya dialirkan menuju waduk hilir.Â
Di tempat ini, penampungan airnya jauh lebih besar karena prosesnya lebih rumit. Dari sini, perlahan-lahan air yang sudah bersih, dialirkan ke pusat toren (acquedotto)Â yang selanjutnya mengalir ke perumahan warga.