Mohon tunggu...
Claudia Magany
Claudia Magany Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Mantan lifter putri pertama Indonesia, merantau di Italia +15 tahun, pengamat yang suka seni dan kreatif!

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Sekarang, Nak.. Not Today! (1)

19 Mei 2021   17:00 Diperbarui: 19 Mei 2021   18:26 1095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bercak di wajah (Foto dok. Pribadi)

Kelor

Sebelum covid merebak, saya pernah merespon pertanyaan di grup berkebun empat musim. Grup ini beranggotakan orang-orang Indonesia pencinta tanaman di luar negeri. Biasanya obrolan kami hanya sebatas info-info merawat tanaman, khususnya dari tanah air. Sebab jenis tanaman tropik pada umumnya harus beradaptasi dengan iklim subtropis yang mengalami musim gugur dan dingin.

Namun di penghujung tahun 2018 ada pertanyaan seorang anggota asal Serbia yang sedikit keluar dari wacana kebun. Dengan kalimat pembuka permohonan maaf atas pertanyaan OOT (out of topic) dia ingin mencari info daun kelor untuk anaknya. 

Belum genap berusia 6 bulan, Andrej Miric sudah divonis leukemia. Hasil pencarian di internet, konon katanya daun kelor ini bisa menjadi obat alternatif untuk hati dan limpa anaknya yang telah membengkak sejak 2,5 bulan lalu. Jadi dia minta bantuan di grup, barangkali ada di antara anggota yang menanam atau mungkin tahu di mana bisa membeli daun ini di Eropa.

Kebetulan saya baru kembali dari mudik dan membawa bonggol kelor untuk ditanam. Sayangnya, tidak tepat dengan iklim di sini karena saya tiba, sudah masuk musim dingin. Dari pertanyaan ini, akhirnya percakapan kami berlanjut. Saran saya waktu itu, coba-coba untuk menghubungi Dinas Kesehatan Italia sebab sudah banyak pasien leukemia yang berhasil sembuh, khususnya anak-anak.

ANDREJ MIRIC

Beberapa minggu lalu, saya terpana menonton video bocah bernama Andrej Miric asal Serbia. Bocah in tampil sangat menawan karena lucu, lincah dan selalu gembira. Saat menelusuri video demi video, wow!? Ternyata dia adalah bocah yang akhir tahun 2018 lalu sempat dibahas berkaitan dengan kelor dan leukemia. Sekarang usianya hampir 3 tahun, tampak sehat dan enerjik. Sempat tak percaya bahwa anak ganteng ini pernah mengalami saat paling kritis dalam hidupnya.

Serta merta saya kontak kembali Kasrina, ibu yang melahirkan Andrej. Ia seorang wanita muda yang sangat tegar. Seorang ibu pejuang yang tak kenal menyerah untuk kesembuhan anak semata wayang. Tinggal sendirian di negeri asing, jauh dari keluarga bahkan teman sesama Indonesia. Sungguh perjuangannya hebat dan luar biasa.

*Saya merasa terhormat bisa berbagi kisah pengalamannya untuk kompasiana.

Bernama Kasrina, asal Pinrang Sulawesi Selatan. Terakhir bekerja di kapal pesiar Celebrity Cruises. Di tempat ini ia bertemu jodoh, pria asal Serbia bernama Branislav Miric. Tahun 2018 ia diboyong ke tanah kelahiran suami, persisnya kota Pancvo. Kota ini terletak sekitar 30 menit dari Beograd. Di tahun yang sama, tanggal 04 Juli jam 18 waktu Serbia, lahirlah Andrej secara bayi normal dengan berat 3,7 kg, panjang 52 cm.

Pertengahan Oktober saat Andrei berusia 3 bulan, hidungnya tersumbat. Karena musim gugur yang dibarengi angin, pasutri muda ini tidak menanggapi secara serius. Mereka pikir, normal saja karena udara mulai dingin. Tetapi 3 hari kemudian suhu tubuh meninggi hingga 38,5 derajat yang disertai bercak putih di kepala dan bercak merah di tangan.

Bercak di wajah (Foto dok. Pribadi)
Bercak di wajah (Foto dok. Pribadi)
Hanya demam tinggi seharian, namun semingguan itu bayi Andrej cukup rewel. Bintik merah di kulit mulai bermunculan sampai ke mata, bahkan sampai di bagian putih mata (sklera).

Minggu berikutnya mereka membawa Andrej untuk kontrol rutin. Anak lelaki di sini, sedari bayi wajib periksa hernia. Hasil ultrasound hari itu, salah satu biji penisnya membengkak. Ukuran perut Andrej yang besar sejak lahir sebagaimana bayi normal lainnya, juga menjadi pertimbangan dokter untuk segera operasi hernia.

HERNIA

Dokter menjadwalkan operasi hernia bulan November. Jadi mereka masih sempat menyiapkan semua berkas yang diperlukan. Hari yang ditunggu, Andrej harus cek darah sebelum tindakan operasi. Ternyata hasilnya tidak normal. Maka dokter menyarankan untuk cek kembali, sekalian dengan foto Xray, ultrasound, cek darah, urine dan tes lainnya sepanjang hari itu.

Sorenya mereka diminta untuk menginap di rumah sakit sebab ada yang aneh dengan bayi Andrej walau mereka belum tahu persis 'aneh' yang dimaksud. Ukuran limpa (spleen) Andrej terlalu besar untuk ukuran bayi 3 bulan. Hasil ultrasound menunjukkan, ukuran hati (liver) sedikit lebih besar dari ukuran normal bayi seusianya dan limpanya lebih tepat untuk anak usia 1,5 tahun.

Malam itu akhirnya mereka berdua harus menceritakan semua riwayat penyakit termasuk penyakit bawaan dari keluarga masing-masing. Juga hasil kontrol selama kehamilan. Sebelum melahirkan, Kasrina masih sempat berkeliling. Jadi ia punya catatan kontrol di USA, Indonesia dan Serbia. Namun semuanya tertinggal di Pinrang (Indonesia), jadi sepanjang malam itu kesibukan mereka bertambah karena harus menghubungi keluarga di kampung untuk mengirim semua berkas, sebab dokter harus mempelajari semua dokumen kesehatan. Perbedaan waktu antara Serbia dan Sulawesi Selatan juga membuat stress.

Pada hari kedua, tiga dokter dan empat perawat mengambil sampel dari tulang sumsum Andrej. Tanpa anestesi, teriakan bayi mungil itu terdengar memecah keheningan rumah sakit. Kasrina sempat melihat jarum yang dipakai. Lumayan besar untuk ukuran bayi. Tak hanya ditusuk, tetapi diputar seperti memutar sekrup, seakan jarum itu alat bor untuk melubangi tulang. Tak hanya sekali (satu lubang) tetapi disuntikkan dua kali.

Di luar, Kasrina hanya bisa mengintip sambil berulang mengucap doa minta pengasihan Allah untuk menguatkan Andrej. Ibu mana yang tega melihat bayinya yang menangis sekeras-kerasnya sambil meronta dengan kepala naik turun, diputar, dihentak berulang-ulang sebagai protes karena belum bisa berkomunikasi. Pikirannya menerawang membayangkan kampung halaman saat orang memotong leher ayam.

Total seminggu tinggal di rumah sakit ini, tim dokter belum menemukan sumber penyakit Andrej. Sementara sel darah putih (lympochite) yang diproduksi tubuh, jumlahnya semakin banyak, mencapai 100 ribuan yang secara normal, ukuran lympochite untuk bayi harusnya di bawah lima ribu.

Karena tim dokter belum bisa menyimpulkan penyakit yang diderita Andrej, mereka disarankan pulang dengan catatan setiap minggu harus ke lab untuk periksa darah dan kirim datanya ke rumah sakit tersebut.

Hari Senin, tiga hari setelah keluar dari rumah sakit, mereka membawa Andrej untuk cek darah. Ternyata sel darah putihnya masih tinggi. Namun dokternya terlihat tenang. Limpa dan liver, menurutnya akan mengecil dengan sendirinya. Maka Rabunya, mereka cek kembali sebab sel darah merahnya rendah sekali dan keluar bercak putih di kulit kepala. Bercak merah di sklera juga bertambah besar.

PINDAH RUMAH SAKIT

Sesuai saran dokter, harusnya mereka kembali ke rumah sakit tersebut membawa hasil cek terakhir. Namun ada sepupu suami (Miric) yang kebetulan berprofesi perawat. Ia menyarankan mereka untuk periksa di rumah sakit lain sebelum terlambat karena hasil lab tidak memberi harapan buat Andrej.

Tak hanya di Indonesia, di mana-mana yang namanya pasien, cenderung memilih dokter dan rumah sakit lain untuk mendapatkan hasil perbandingan yang lebih baik, yang memberi harapan. Maka berangkatlah mereka ke RS Majke i Dete (rumah sakit tertua di Belgrade Serbia). Cukup jauh, sehingga mereka tiba jam 21. Mereka langsung bertemu dokter di ICU yang menganjurkan mereka ke bagian Hematologi.

Karena sudah malam, akhirnya Kasrina dan Andrej bermalam tanpa persiapan. Lelah, lapar dan agak syok sebab harus menginap kembali di rumah sakit. Tambahan Kasrina kala itu belum fasih berbahasa Serbia dan petugas medis di sana tidak semuanya bisa berbahasa Inggris. Lengkaplah stress ibu muda ini.

Besoknya mereka dipertemukan dengan dokter Djokic. Sebagaimana prosedur seperti di rumah sakit sebelumnya, Andrej kembali menjalani tes ini, tes itu, tanya ini, tanya itu. Dan bisa ditebak, kalau akhirnya bayi Andrej harus kembali ambil sampel dari tulang besar (aspirasi sumsum tulang) atau Bone Marrow Aspiration untuk memastikan penyakitnya.

Hari kedua di rumah sakit, paginya langsung tindakan aspirasi yang diambil dari pinggang. Sama seperti di rumah sakit sebelumnya, tindakan ini juga tanpa anestesi. Kembali Kasrina menerawang membayangkan buah hatinya menjerit pilu saat tubuh mungil dan lemah disuntikkan jarum biopsi dari baja sekali pakai.

Kemudian salah satu sampel darahnya dikirim ke rumah sakit di Swiss. Hasilnya dikabarkan beberapa hari kemudian oleh dokter Djokic. Ternyata 85% Andrej mengidap Leukemia JMML (Juvenile myelomonocytic leukemia) atau leukemia myelomonocytic remaja. Yaitu bentuk leukemia myeloid kronis langka yang menyerang anak-anak berusia 1 sampai 9 tahun. 

Andrej belum genap berusia 6 bulan, karena itu dokter juga heran mengapa bisa terjadi pada bayi usia di bawah setahun. Jadi bisa dimaklumi kalau rumah sakit sebelumnya juga tidak akan menduga sama sekali kalau Andrej mengidap penyakit yang betul-betul jarang terjadi untuk anak seusianya.

Tindakan berikutnya, dokter menyarankan agar Andrej melakukan Bone Marrow Transplantation (BMT) di Italia. Perkiraan anggaran sekitar 150.000 euro untuk biaya rumah sakit, tidak termasuk penginapan dan lain-lain. Wah!?

Kasrina dan suami yang masih syok dengan berita dan istilah JMML karena masih asing di telinga, hari itu bertambah syok mendengar estimasi biaya yang harus mereka siapkan.

Alternatif lain, bisa dilakukan di rumah sakit setempat, tetapi harus melewati birokrasi yang proses pengajuannya tidak bisa diprediksi. Sementara Andrej harus mendapat pertolongan segera.

Umumnya pasien penyakit ini adalah anak-anak yang sudah berumur 5 tahun ke atas. Maka, kasus Andrej termasuk langka sebab frekuensi penderita JMML di Amerika Serikat, diperkirakan 25-50 kasus baru didiagnosis setiap tahun, yang kira-kira setara dengan 3 kasus per juta anak.

BMT (Bone Marrow Transplantation) di Serbia

Sejak hari itu, Kasrina mulai mencari informasi tentang obat alternatif. Suami pun mencari cara untuk mendapatkan uang agar bisa membawa Andrej berobat ke Italia. Masalah ekonomi juga menjadi isu utama dalam keluarga muda ini. Sejak Juli 2018 suami tidak bekerja lagi karena mengambil 'emergency leave' (cuti darurat). Keputusan ini karena dia ingin mendampingi Kasrina melahirkan.

Sambil berusaha dan terus berdoa, kata pasrah dijauhkan dari pikiran pasangan ini. Mereka terus mencari referensi tentang rumah sakit di negara lain yang biayanya lebih terjangkau. Email disebar ke beberapa rumah sakit di Cina, USA, India dan lain-lain. Kasrina juga konsultasi dengan teman yang sudah menjadi dokter di rumah sakit Siloam untuk menanyakan kemungkinan berobat di tanah air. Tetapi ia disarankan untuk fokus berobat di Eropa karena lebih lengkap dan peralatan lebih update.

Sementara menunggu keputusan direktur rumah sakit atas pengajuan yang mereka sampaikan sebelumnya, Andrej tetap mendapat perawatan di rumah. Dokter memberi hemoglobin, plasma darah dan obat leukemia untuk Andrej.

Gejala Ringan TBC

Desember 2018 bayi mereka tiba-tiba kena gejala ringan TBC. Terpaksa harus pakai selang oksigen. Sungguh penyiksaan baru, sebab bayi merasa tak nyaman dengan selang di hidung. Dan setiap hari Jumat harus melakukan general test, mulai dari berat badan, darah dan tinggi badan. Kalau hasil darahnya lumayan, bisa pulang dan kembali hari Senin untuk mengulang cek darah.

Terhitung total tiga kali pengambilan darah dari tulang selama November 2018. Bagi orang dewasa, proses ini terasa sakitnya luar biasa, apalagi bagi seorang bayi. Kasihan Andrej, masih kecil harus mengalami hal ini. Hidup terkungkung di antara selang-selang yang ikut meramaikan tubuh dan hidung. Dan terhitung sejak awal Desember 2018, bayi Andrej sudah tidak pulang ke rumah.

Lalu pada bulan Maret, dokter mengabarkan kalau direktur rumah sakit tersebut akhirnya setuju untuk perawatan Andrej. Namun mereka harus menunggu pasien selanjutnya yang keluar setelah melakukan transplantasi tulang sumsum. Dari urutan ke sekian, bayi mereka langsung mendapat prioritas, naik menjadi urutan pertama.

Waktu itu mereka sempat dikunjungi oleh pejabat dan staff KBRI untuk Serbia. Selain itu, mereka juga menerima beberapa kunjungan tokoh penting di negeri itu. Salah satunya, Putri Kerajaan Serbia. Mereka juga sempat bertemu dengan Bapak Presiden Republik Serbia yang rutin mengunjungi pasien pada hari Natal. Kunjungan ini sangat memberi kesan yang mendalam buat para pasien dan keluarga pasien, khususnya Kasrina. Bentuk perhatian pemerintah Serbia memang luar biasa, istimewa. Betul-betul menghibur.

Oh ya, dokter Djoki menyarankan mereka untuk treatment ke Italia karena menurut beliau, fasilitas di Italia jauh lebih lengkap. Pengetahuan dokternya juga lebih update, khususnya untuk kasus kanker dan leukimia. Sebagaimana kasus yang sudah-sudah, pasien kanker, tumor atau kelainan genetik yang tidak bisa ditangani di RS Serbia akan direkomendasikan ke RS di Italia atau Turki.

Memang sih setahu saya, RS Pediatrik Bambino Ges di Roma sangat terkenal menangani pasien anak dengan penyakit langka dari seluruh dunia. Ada beberapa kasus internasional yang sempat ramai menjadi berita. Banyak pasien dari berbagai negara yang akhirnya ditampung dan berhasil sembuh setelah mendapat perawatan di rumah sakit ini. Demikian juga RS Padova yang telah banyak menyembuhkan pasien bayi prematur, dan lain sebagainya.

Untuk leukemia sendiri, sepertinya sudah merata. Dulu memang terbagi-bagi, di setiap regione ada rumah sakit yang diunggulkan untuk penyakit tertentu. Namun sebelum pandemia, pemerintah Italia sudah mulai menyamaratakan fasilitas, baik sarana teknologi, peralatan maupun tenaga medis.

Kembali ke kisah bayi Andrej, tanggal 12 Maret 2019 mereka sekeluarga mulai masuk rumah sakit. Sebelumnya, dokter mengambil sampel darah Kasrina dan suami sebagai orang tua untuk menentukan pendonor. Hasilnya, darah sang ayah sangat cocok. Maka dia harus ikuti tes-tes berikutnya.

Tahap selanjutnya, harus masuk ke sterile block. Di sana ada beberapa aturan yang sangat ketat, seperti ruangan isolasi. Dan hari itu Andrej harus masuk ke ruangan operasi terlebih dahulu untuk dipasang kateter.

Foto setelah operasi (Foto dok. Pribadi)
Foto setelah operasi (Foto dok. Pribadi)

Hari-hari, Andrej tetap dapat obat leukemia dan pengontrolan kondisi kesehatan seperti biasa. Khusus tiap hari Senin dilakukan pengambilan sampel urin, feses dan kultural (pengambilan darah untuk mengetahui apakah ada virus atau bakteri) yang berkembang dalam darah. Hari lainnya, hanya pengambilan darah pada umumnya untuk mengecek plasma darah, leokosit, HB, eritrosit, dan paket lainnya.

Pada minggu pertama mereka tinggal di steril blok, seorang dokter dan tiga perawat, kembali mengambil sampel darah dari sumsum tulang Andrej di bagian pinggul (tulang anka). Kejadian kali itu, setelah sarapan pagi dan tanpa anestesi. Lagi-lagi Kasrina hanya nelongso mendengar jerit ratap bayi Andrej yang kesakitan karena ditusuk jarum besar.

23 Maret 2019 adalah hari yang ditunggu-tunggu karena hari pertama dilakukannya BMT (Bone Marrow Transplant) atau transplantasi sumsum tulang. Dosis kemoterapi yang diberikan oleh dokter lebih banyak dari obat kemo yang didapatkan sebelumnya.

Prosesnya sekitar 10 hari, sampai Kasrina titip doa ke teman-teman yang sedang umrah. Pokoknya tidak berhenti doa dan hanya ibadah minta pada Tuhan agar menjaga Andrej dengan baik selama kemo. Bayangkan, bayi itu sempat demam tinggi 40,1 Celcius. Kasrina benar-benar tidak bisa tidur sama sekali.

Demam tinggi 40,1°C (Foto dok. Pribadi)
Demam tinggi 40,1°C (Foto dok. Pribadi)
Mengenai perutnya yang masih bengkak sebelumnya, dokter Djoki pernah bilang kalau kemungkinan besar spleen (limpa) Andrej akan diangkat kalau tidak ada perubahan setelah kemoterapi karena semua darah stuck (macet) di sana.

Hari-hari tinggal di steril blok, satu hari terasa lama sekali. Bayi Andrej belum bisa bicara, Kasrina juga tidak tahu apa maunya sebab hanya menangis, menangis dan terus menangis. Untuk menenangkan bayinya, ia hanya bisa memberi ASI. (bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun