Sudah beberapa tahun belakangan, saya suka sekali mengamati pohon ginkgo biloba. Saking suka, saya pernah bikin tulisan singkat tentang tanaman ini di salah satu laman media sosial saya. Setiap pergantian musim, saya pun selalu menyempatkan diri untuk mengabadikan pohon yang bagi saya terlihat sangat artistik.Â
Dalam bahasa Inggris, pohon ini dinamakan maidenhair tree sebab daunnya cukup lebat seperti rambut perawan. Entah dalam bahasa Indonesianya.Â
Pada musim dingin, pohon ini gundul, yang menurut saya terlihat semakin seksi karena batangnya menjulur panjang telanjang tampak menerawang.
Tahun sebelumnya masih tiga tetapi ada yang baru ditanam sehubungan projek 100 Pohon Oderzo baru-baru ini. Dua pohon lainnya, ditanam di halaman gedung apartemen dekat stasiun bus. Dan lima pohon lain, tumbuh subur di taman publik sebagai paru-paru kota. Total ada sebelas pohon di kota ini.
Dua tahun lalu saya sempat terperanjat sebab salah satu pohon yang biasa menjadi latar saya bergaya di pinggir jalan, rantingnya roboh seperti tangan manusia yang lunglai.Â
Waktu itu saya teliti baik-baik, tak ada bagian batang yang patah. Sungguh aneh. Waktu itu cuaca cerah sepanjang minggu di musim panas, nyaris tak pernah hujan atau angin keras.Â
Rupanya cabang pohon tak sanggup menahan ranting yang penuh daun dan buah. Sungguh pemandangan yang "manusiawi" menurut pemikiran saya yang naif.
Sejak itu, rasa ingin tahu saya jadi semakin bertambah. Mulailah saya mencari info tentang pohon yang setiap kali lewat selalu saya sentuh batang dan daun-daunnya sambil menyapa mereka dengan mesra. Mungkin orang-orang di mobil yang antre menunggu giliran lewat di persimpangan jalan ini, melihat aneh ada orang Asia sedang mengobrol dengan daun-daun dari pohon-pohon ginkgo biloba ini.
Temuan yang cukup mencengangkan, ginkgo biloba ternyata pohon kuno yang berasal dari sekitar 250 juta tahun yang lalu sebagai fosil hidup.Â
Satu-satunya spesies yang hidup dari keluarga ginkgoaceae, dari seluruh ordo ginkgoales dan dari divisi ginkgophyta. Di film-film Jurassic, pohon ini biasanya menjadi latar wajib sebagai penghias dan pelengkap yang merepresentasikan zaman.
Manfaat bagi kesehatan daftarnya cukup panjang. Antara lain, kandungan antioksidan sangat bagus untuk melancarkan darah, peningkatan daya ingat dan lain-lain. Katanya, cocok untuk penderita alzaimer atau demensia.Â
Di Italia, mereka menjual ekstrak daun ini dalam bentuk serbuk yang bisa dibeli di toko-toko erboristeria (toko herbal).
Buahnya pun bisa dikonsumsi. Kalau sudah matang, buahnya berwarna kuning mirip langsat. Ukuran juga mirip-mirip buah langsat, tapi soal aromanya, wah..?!
Kalau sudah masuk musim gugur, banyak sekali buah yang berserakan di sepanjang jalan karena tertiup angin. Kalau sampai menginjak buah yang sudah ranum, siapkan mental sepanjang jalan karena akan diikuti bau busuk yang sangat familiar dan universal dari WC umum.Â
Dari jarak 200 meter sudah bisa tercium bau yang sangat khas karena banyak yang sudah terinjak oleh pelalu-lalang di perempatan jalan yang tiap hari saya lewati.
Siapa sangka buah yang memancing tangan untuk menutup hidung, ternyata sangat enak kalau sudah diolah menjadi sup ayam yang divariasi jamur, bunga teratai dan ginseng. Atau kacang ginkgo yang enak dan sehat buat camilan bersama teh hangat.Â
Di rumah makan Jepang dan Cina di sini, hidangan ini hanya tersedia setiap musim gugur pada saat buah sudah bisa dipanen.
Bagi mereka yang senang berkreasi, hanya daun yang bisanya menjadi objek untuk perhiasan. Entah sebagai inspirasi model untuk leontin atau daun keringnya sebagai media untuk lukisan.
Konon katanya, tumbuhan ginkgo biloba terbesar dan tertua ditemukan di Cina. Beberapa pohon ini, tingginya melebihi 40 meter yang secara umur telah berusia sekitar 4.000 tahun.Â
Orang Jepang menamakan pohon ini sebagai pohon super, sebab satu-satunya pohon yang bertahan hidup ketika Hiroshima terbakar habis oleh bom.Â
Bayangkan ibu kota baru kalau setiap perempatan jalan raya ditanami pohon ini, tentu bisa mengurangi pencemaran udara dari kendaraan yang lalu lalang. Hanya sebuah ide karena ingin berbagi hal positif dari Oderzo untuk kebaikan Indonesia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H