***
Seminggu setelah kejadian saya memotong urat nadi di pergelangan tangan kiri, saya mengunjungi makam ibu, sendiri saja. Saya telah ceroboh menabrak ibu sendiri di depan garasi rumah. Sangat ceroboh. Dan sangat bersalah tak mendengar kata ibu untuk tidak datang ke acara malam tahun baru itu. Ibu sudah curiga hanya akan ada pesta penuh minuman keras dan seks bebas. Saya teledor membiarkan diri dicecoki minuman keras. Saya pulang dalam keadaan mabuk. Ibu menunggu saya, tak bisa tidur. Mobil tetap saya lajukan kencang walau sudah sampai depan rumah.
Andaikan ibu tak berdiri di sana... Andaikan saya mendengarkan ibu... Andaikan saya bisa menjaga diri... Andaikan...
Semua telah terlambat. Saya hidup dalam penyesalan. Tak ada yang berubah. Kesalahan demi kesalahan mengubah saya menjadi manusia tanpa perubahan. Ah, betapa bodohnya saya biarkan itu terjadi. Saya larut dalam detik yang terus bergulir, entah menjadi apa. Hingga kejadian dalam dimensi tanpa waktu menyadarkan saya.
"Maafkan saya, Bu. Maafkan..."
"Sang waktu tak akan pernah berhenti... untuk mengubahmu, nak." Suara ibu yang terus menggema dalam relung hati saya.
-tamat-
Jakarta, 31 Desember 2010
*'Anak muda adalah kegelisahan, derap langkahnya adalah perubahan.' Es Ito, Negara Kelima
Selamat Tahun Baru 2011